Kamis, 13 Oktober 2016

 PENDIDIKAN ISLAM DI TINJAU DARI BERBAGAI PERPEKTIF

Oleh
Yudi Imansyah
Tim Penyusun Ipah Parihah Padilah DKK
yudiimansyah@gmail.com



Tujuan Pendidikan
Ditinjau dari Aspek Filsafat Pendidikan Islam
“Tujuan Pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesian pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini  ada beberapa tujuan pendidiikan itu sendiri:
1.      Manusia Terbaik
“ Dalam hal ini tujuan pendidikan sama halnya dengan tujuan manusia”
2.      Lulusan yang terbaik
“  Maksud disini dalam tujuan pendidikan akan mengeluarkan manusia terbaik yang cirinya Mampu Hidup Tenang dan Produktif dalam kehidupan bersama
3.      Pendidikan berorientasi Kompetensi
“ Maksudnya pendidikan itu diharuskan adanya keahlian yang harus dimiliki”
4.       Masyarakat Madani
“ yang dimana masyarakat madani bukan hanya ssekedar individul yang baik tettapi lingkunganpun mendukung  dan pari purna dalam masyarakatt madani ada tiga ciri memangun masyarakat madani 1) Adanya hukum yang manusiawi. 2) adanya masyarakat yang taat hukum. 3) adanya penegak hukum

Manurut Abdul Fattah Jalal (1988:119), tujuan umum pendidikan Islami adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah,. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat At-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud dengan menghambakan diri adalah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalh beribadah kepada Allah.
Aspek ibadah yang pertama adalah apa yang oleh fuqaha disebut ibadah, yaitu rukun Islam seperti yang disebut di dalam hadis yang diriwayatkan, baik oleh Bukhari mupun oleh Muslim, yang berisi rukun Islam yang lima itu. Aspek ibadah yang ini merupakan kewajiban muslimuntuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Dan beberapa orang di antara Muslim harus ada yang tidak mempelajari sekadarnya saja, tetapi harus mempelajarinya secara luas dan dalam.
Aspek ibadah yang kedua adalah aspek amal untuk mencari rezeki. Perintah mencari rezeki itu mengandung perintah agar mempelajari cara mencari rezeki tersebut. Oleh karena itu, perlu diajarkan teori-teori filsafat, sain, dan teknik-tekniknya.
Program Kurikulum dan Kebijakan
Pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Adanya pandangan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah disebabkan oleh adanya pandangan tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum memang hanya rencana pelajaran. Pandangan tradisional ini sebenarnya tidak terlalu salah mereka membedakan kegiatan belajar kurikuler dari kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Atas dasar ini maka kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalaman belajar, yang banyak pengaruhnya dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata-mata pelajaran; interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dengan lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar.
Hilda Taba mencoba merinci isi kurikulum menjadi empat kelompok, yaitu tujuan, isi, pola belajar-mengajar, dan evaluasi. Jika demikian, kurikulum penting sekali dalam pendidikan anak-anak kita, karena tujuan-tujuan hidup yang kita yakini keberadaannya dapat dicapai melalui suatu perencanaan kurikulum dalam pengertian itu. Demikian juga dalam mengukur pencapaian tujuan-tujuan kita; bila tujuan hidup kita ternyata banyak melenceng dalam pencapaiannya, maka kita harus segera merevisi kurikulum yang ditempuh anak-anak kita.
Dalam pengertian ini, kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan hidup anak-anak kita, yang juga merupakan tujuan hidup kita. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas kopmponen-komponen: tujuan, isi atau program, metode atau proses belajar-mengajar, dan evaluasi.
Jika dilihat dari perjalanan Islam, maka kurikulum yang digunakan Nabi Muhammad saw semenjak turunnya ayat pertama dapat dibagi dua yaitu, periode Mekah adalah Al-Qur’an, rinciannya adalah iman, shalat, dan akhlak. Pada periode Madinah, kurikulum pendidikan terdiri atas: membaca Al-Qur’an, keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar politik, olahraga dan kesehatan, serta membaca dan menulis.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa kurikulum Nabi saw secara keseluruhan telah mencakup pembinaan aspek jasmani, akal dan ruhani (hati). Berdasarkan utraian tentang kurikulum pendidikan sejak zaman Nabi, zaman Khulafaurrasyidin, zaman bani Umayah, dan bani Abbas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
1.      Kurikulum Nabi dan Khulafaurrasyidin telah cukup komperhensif; aspek jasmani, akal, dan ruhani (hati) masing-masing mendapat perhatian. Akan tetapi, mereka belum maju sebab pengetahuan pada masa ini memang belum berkembang.
2.      Kurikulum pendidikan pada masa bani Umayah kurang-lebih sama dengan masa Nabi dan Khulafaurrasyidin: memperhatikan seluruh aspek kepribadian manusia.
3.      Kurikulum pendidikan pada masa Abbasiyah lebih memperhatikan aspek akal ketimbang pada zaman sebelumnya, tetapi aspek jasmani malah tidak atau kurang diperhatikan, sementara aspek ruhani mendapat tambahan pelajaran musik; musik belum diperhatikan pada masa Nabi, Khulafaurrasyidin, dan Bani Umayah.
Kerangka kurikulum yang telah dijelaskan pada bagian permulaan dapat diambil menjadi kurikulum Pendidikan Islami. Kurikulum Pendidikan Islami harus dimulai dengan penyusunan atau perumusan tujuan pendidikan menurut Islam yaitu terwujudnya muslim yang kaffah, yaitu muslim yang:
1)      Jasmaninya sehat serta kuat
2)      Akalnya cerdas serta pandai
3)      Hatinya dipenui iman kepada Allah
Perkembangan aspek-aspek itu harus berjalan seimbang, untuk mewujudakan muslim seperti itu kita dapat mendesai kurikluum yang kerangkanay adalah sebagai berikut:
a)      Untuk jasmani yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaraan dan kegiatan olahraga dan kesehatan.
b)      Untuk otak yang cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang dapat mencerdaskan otak dan menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sain.
c)      Untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Setiap mata pelajaran itu masing-masing didesain sesuai dengan:
1)      Perkembangan kemampuan siswa yang bersangkutan.
2)      Kebutuhan individu dan massyarakatnya menurut tempat dan waktu.
Kurikulum itu harus pula didesain dengan mempertimbangkan:
1.      Prinsip berkesinambungan,
2.      Prinsip berurutan,
3.      Prinsip integrasi pengalaman.
Metode
1.      Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ilalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sain, filsafat, seni wahyu, dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sanpai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain.
Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu. Itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut. Pertama, dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat dalam pembicaraan; tidak membosankan. Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ketiga, metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya. Keempat, bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.
Menurut Al-Nahlawi (1989:285), dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi saw, terdapat berbagai jenis hiwar, seperti: hiwar khitabi (dialog antara pembicara dengan pikiran dan perasaannya) atau ta’abudi (dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya), hiwar washfi (dialog antara Tuhan dengan malaikat atau makhluk gaib lainnya), hiwar qishashi (percakapan tentang sesuatu melalui kisah), hiwar jadali (bertujuan untuk menetapkan hujjah), dan hiwar nabawi (hiwar yang digunakan Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya). (selanjutnya lihat dalam buku itu pada halaman 285:331).
 Dari uraian itu kita mengetahui bahwa metode hiwar adalah metode pendidikan Islami, terutama afektif (teoretis) untuk menanamkan iman, yaitu pendidikan rasa (afektif).
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islami, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
a.       Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.
b.      Kisah Qur’ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh.
c.       Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara membandingkan berbagai perasaan, mengarahkan seluruh perasaan, dan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
3.      Metode amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi
Kebaikan metode ini antara lain adlah sebagai berikut:
a.       Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda kongkret seperti kelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba.
b.      Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
c.       Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami.
d.      Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
4.      Metode keteladanan
Kita mungkin saja dapat menyususn pendidikan yang lengkap, teatpi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasai itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasai itu memerlukan seperangkat metode; metode itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendoidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik tidak dapat bertindak secara alamiah saja agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan lebih efisien. Di sinilah teladan merupakan salah satu pedoman bertindak.
Ada beberapa konsep yang dapat dipetik dari metode peneladanan yaitu: metode pendidikan Islami berpusat pada keteladanan dan teladan untuk guru-guru adalah Rasulullah.
Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya; ini adalah sifat pembawaan. Taqlid (meniru) adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada dua macam, yaitu disengaja dan tidak disengaja.
5.      Metode pembiasaan
Inti pembiasaan adalah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif.
Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan, Rasulullah berulang-ulang berdo’a dengan do’a yang sama. Akibatnya, dia hafal benar do’a itu dan sahabatnya yang mendengarkan do’a yang berulang-ulang itu juga hafal do’a itu.

6.      Metode ’ibrah dan mau’izah
Al-Nahlawi sudah meneliti pengertian kedua kata itu. Menurut pendapatnya, kedua kata itu mempunyai perbedaan dari segi makna. ‘ibrah dan i’tibar adalah kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya (1989:390). Adapun mau’izxah adalah nasihat yang lemah lembut yang diterima oleh hatui dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya (h.403).
7.      Metode targhib dan tarhib
yTarghib adalah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah.  Tarhib demikian juga. Akan tetapi, tekannannya adalah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Targhib  dan tarhib dalam pendidikanIslami berbeda dari metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan tersebut utanganya adalah targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi.
8.      Metode pepujian
Di kompleks pesantren tradisional, jika menjelang subuh, akan terdengar dari pengeras suara anak-anak atau orang dewasa mengucapkan pepujian. Pepujian itu di pesantren sering disebut tahriman. Termasuk metode pepujian adalah membaca ayat-ayat aAl-Qur’an. Adalagi bila aat yang di baca itu dipilih yang menggetarkan hati, dibacakan dengan suara dan lagu yang indah.
9.      Metode wirid
Wirid adalah pengucapan do’a-do’a, berulang-ulang. Lafal do’a itubermacam-macam. Biasanya dibaca tatkala selesai shalat. Ada juga wirid berupa zikir, yang juga dibaca berulang-ulang dalam jumlah tertentu. Munkin ada orang yang kurang menyadari bahwa wirid itu mempunyai implikasi pedagogis. Memang, ini sulit dijelaskan. Akan tetapi, mereka yang sering mengalaminya dapat memahami dan merasakan adanya pengaruh wirid itu pada pelakunya, suatu pengaruh yang memperkuat rasa iman, memantapkan rasa beragama.
(Sarana dan prasaranna) Peralatan dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Dalam pengertian yang luas, peralatan pendidikan adalah semua yang digunakan guru dan murid dalam proses pendidikan. Ini mencakup perangkat keras dan perangklat lunak. Perangkat keras misalnya gedung sekolah dan alat labolatorium; perangkat lunak umpamanya kurikulum, metode, dan administrasi pendidikan.
Peralatan yang berupa gedung, perpustakaan, alat-alat yang digunakan tatkala belajar dikelas, amat erat hubungannya dengan mutu sekolah, apalagi bila alat-alat peraga, alat bantu seperti dalam pengajaran fisika, biologi, anatomi, atau geografi. Banyak sekali konsep pengetahuan yang harus dipelajari murid yang amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran.
Sebenarnya, persoalan pentingnya peralatan ini telah diketahui secaar umum oleh pengurus sekolah Islami sejak dahulu. Kenyataan yang sering diosakdikan adalah kekurangtelitian dalam perencanaan pengadaan peralatan. Kadang-kadang perencanaan itu tidak dibuat secara menyeluruh. Mula-mula dibangun gedung sekolah. Ini pun sering kali tidak direncanakan dengan matang mengenai letak, bentuk, ukuran, dan kemungkinan pengembangan. Akibatnya, sering kita saksikan ruang praktek tidak pada tempatnya; ini merupakan akibat perluasan yang dilakukan seadanya, tanpa perencanaan yang menyeluruh sejak awal. Masjid kadang-kadang dibangun di tempat yang kurang tepat.setelah gedung-gedung banyak dibangun, biasanya secara berangsur-angsur, kita menyaksikan seolah-olah gedung-gedung itu ditumpuk secara tidak teratur. Dalam hal seperti ini, sebenarnya bukan kekurangan dana yang menjadi penyebab, atau kekurangan tempat, atau kekurangan bahan bangunan, melainkan kekurangtelitian dalam perencanaan. Yang terakhir ini mungkin karena menang kurang ahli, mungkin juga karena kurang teliti. Kedua-duanya menghasilkan akibat yang sama, yaitu peralatan tidak membantu peningkatan mutu secara maksimal.
Dalam menghadapi masalah ini, satu saran perlu diberikan, yaitu rencanakanlah pembangunan gedung dengan hati-hati, dan buatlah rencana menyeluruh. Dengan perencanaan yang menyeluruh dan teliti, penghematan dana dapat dilakukan. Dengan kata lain, penghamburan dana secara mubazir dapat saja terjadi karena keliru dalam membuat rencana pembangunan peralatan.
Evaluasi Pendidikan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar