Minggu, 30 Oktober 2016


AKSIOLOGI  MANAJEMEN

A. Latar Belakang Masalah

Secara tradisional, etika bisnis Danish telah ditandai dengan etika Protestan, yang dipromosikan norma-norma integritas, menghormati kerja keras, dan perilaku yang dapat dipercaya; Namun, baru-baru ini menjadi jelas bahwa berpikir lebih baik pada etika bisnis diperlukan. Selama tahun 1980 dan 1990 pertanyaan apakah istilah "etika bisnis" pada dasarnya oxymoronic (yaitu, apakah mungkin untuk menggabungkan etika, nilai-nilai, dan tanggung jawab sosial dengan keuntungan dan efisiensi) menjadi perhatian utama (Pruzan 1998, 10).
Banyak perusahaan Denmark telah menyadari bahwa fokus pada CSR, etika, dan keberlanjutan mungkin menjadi faktor kompetitif secara internasional, tetapi juga secara lokal sebagai tanda tinggi integritas dan kepercayaan. Dengan demikian, etika bisnis diusulkan sebagai bagian penting dari kepemimpinan, manajemen, dan perusahaan.
Perusahaan Denmark telah menjadi fokus pada investasi etis, termasuk fokus pada tanggung jawab sosial umum perusahaan terhadap mereka para karyawan. investor institusi di Denmark telah semakin menjadi mengembangkan kebijakan yang kuat pada etika bisnis dan CSR; Oleh karena itu, besar perusahaan telah dipaksa untuk memiliki kebijakan tentang etika agar benda dapat diterima untuk investasi.
Perusahaan juga dilihat sebagai sarana untuk mendorong manajemen yang lebih baik dan mendorong tuntutan etika pemerintahan yang baik. Dengan demikian, nilai-nilai berbasis manajemen dianggap penting untuk melindungi reputasi, pemahaman diri, dan identitas perusahaan. Ini termasuk nilai-driven manajemen dan etika bisnis sebagai sarana berfokus kontribusi perusahaan kepada pemeliharaan keberlanjutan, menurut triple bottom line. Ini berpendapat bahwa perusahaan perlu membangun reputasi yang baik dan saling percaya hubungan dalam masyarakat. Dengan cara ini, akan ada hubungan yang lebih dekat antara nilai-nilai perusahaan
2
dan masyarakat sebagai suatu totalitas, mengintegrasikan perusahaan dalam konsepsi masyarakat umum etika dan melestarikan.

B. Rumusan Masalah
      a. Apakah pengertian aksiologi budaya kerja?
     b. Bagaimana perilaku dan etika individu dalam organisasi?
    c. Bagaimana relativitas budaya perusahaan ?
    C.Pembahasan
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair yang dikutip dari buku Anton Bakker (1992) dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan, dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.2
Nilai (aksiologi) didefinisikan oleh banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu, diambil dari buku Handbook of Administrative Ethic, yang diedit oleh Terry L. Cooper dan Marcel Dekker, antara lain sebagai berikut:
Nilai merupakan inti dari pilihan moral berkaitan dengan etika dalam administrasi dan manajemen. Dalam arti sempit, nilai merupakan sesuatu yang dianggap baik, menyenangkan, penting, dan bermanfaat. Adapun dalam arti luas, nilai
1 Koslowski Peter, 2009, Elements Of a Philosophy Of Management and Organization, Amsterdam: Springer, h. 19-21
2 Bakker Anton,1992, Ontologi Metafisikia Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan, Yogyakarta: Kanisius, h. 353
merupakan segala sesuatu yang dianggap baik, kewajiban, kebijakan, keindahan, kebenaran, dan keluhuran.
Nilai budaya kerja adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik dan positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan, norma atau kaidah, etika, dan nilai kinerja produktif yang bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai dijadikan pedoman secara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.3
Budaya kerja dapat dikembangkan dengan meningkatkan ambisi dan mimpi kehidupan. Manusia harus memainkan cita-citanya dengan penuh kreativitas dan inovatif. Dengan demikian, dapat terbentuk harapan yang ideal untuk mengubah kehidupannya ke arah yang lebih baik, terutama pada kehidupan ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan kemasyarakatan. Peningkatan budaya kerja didorong oleh kesinambungan hidup manusia dan prinsip-prinsip kehidupan yang dibangunnya sendiri atau bersama orang lain.
Nilai-nilai dan keyakinan organisasi merupakan dasar dari budaya organisasi. Keduanya memiliki peranan yang penting di dalam mempengaruhi etika berperilaku. Saat ini, isu mengenai etika dan perilaku telah mendapatkan perhatian yang lebih besar. Perilaku yang tidak etis merupakan permasalahan relevan bagi semua anggota organisasi. Sebagai contoh, kita dapat menemukan banyaknya para manajer yang terpaksa melakukan kebohongan untuk mencapai tujuan organisasi. Atau karyawan memberikan laporan palsu kepada pimpinan, hanya untuk memperlihatkan loyalitasnya, dan sebagainya.
Oleh karena itu, perilaku organisasi merupakan penjelasan yang menguntungkan bagi pemahaman yang lebih baik di dalam mengembangkan etika
3 Beni Ahmad Saebani, 2012, Filsafat Manajemen, Bandung: Pustaka Setia, h.230-232
4
organisasi. Perilaku organisasi juga diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai bagaimana mengelola perilaku kerja manusia, kemudian ia mengajarkan kepada semua anggota bagaimana menghindari perilaku yang buruk. Sebuah etika merupakan penelitian mengenai pilihan dan masalah moral (Kreitner dan Kinicki: 2000). Ia menyangkut benar versus salah, baik versus buruk, dan bayangan kelabu dalam isu-isu yang diduga berwarna hitam dan putih. Gibson.dkk. mengartikan etika sebagai prinsip-prinsip yang membedakan antara baik, buruk, benar, dan salah. Tujuan dari etika adalah untuk memungkinkan individu membuat berbagai pilihan di antara perilaku-perilaku alternatif.4
Budaya perusahaan yang “baik” adalah budaya yang mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya. Inilah salah satu prinsip dalam pengelolaan budaya perusahaan; relativitas budaya. Setiap organisasi harus memiliki budaya yang berbeda. Salah satunya adalah lingkungan bisnisnya, dan lebih spesifik lagi adalah “pasar” yang digarapnya. Tiap lingkungan pasar menurut perilaku organisasi tertentu sebagai cerminan dari upaya dalam memenuhi permintaan pasar. Perilaku organisasi adalah “ produk” dari budaya perusahaan, dan budaya perusahaan bertumpu dari nilai-nilai yang dianut bersama.
Jika perusahaan menetapkan agar unggul dalam persaingan berdasarkan kekuatannya dalam layanan pelanggan, maka nilai-nilai yang harus dimiliki adalah loyalitas, layanan (service), kolaborasi, dan konsensus yang diharapkan menjadikan panduan bagi segenap anggota organisasi unruk berperilaku. Bagi perusahaan yang memilih keunikan produk (product uniqueness) sebagai pilar persaingan, maka nilai yang menjadi landasan perilaku organisasi adalah kreativitas, inovasi, diferensiasi, dan pemecahan masalah. Dalam strategi bersaing (competitive strategy) diferensiasi harus memiliki kemampuan pemasaran yang kuat, kemampuan untuk merekayasa produk, kreatif, dan riset yang kuat sehingga dibutuhkan koordinasi yang kuat di
4 Amirullah dan Haris Budiyono, 2004, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu, h. 80-81
5
antara riset, pengembangan produk dan pemasaran, serta insentif yang dikaitkan dengan kreativitas. Sementara bagi perusahaan yang menerapkan strategi cost leadership, maka nilai-nilai yang dianut adalah kontrol yang ketat, reriabilitas, analisis, ketepatan, predictability. Strategi keunggulan biaya menyeluruh (cost leadhership strategy) menurut pengawasan biaya yang ketat, laporan rinci dan sering, organisasi dengan struktur dan tanggung jawab yang jelas, serta insentif didasarkan kepada tercapainya sasaran kuantitatif yang sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dianut agar dapat memproduksi perilaku yang berorientasi pada penekanan biaya.inilah gambaran relativitas budaya perusahaan yang dikaitkan dengan strategi, karena diperlukan kompatibilitas (compability) di antara keduanya. Artinya, untuk strategi tertentu dibutuhkan budaya tertentu, dan perusahaan memiliki strategi yang berbeda-beda.5
D. Simpulan
Nilai budaya kerja adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik dan positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan, norma atau kaidah, etika, dan nilai kinerja produktif yang bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Nilai-nilai dan keyakinan organisasi merupakan dasar dari budaya organisasi. Keduanya memiliki peranan yang penting di dalam mempengaruhi etika berperilaku. Oleh karena itu, perilaku organisasi merupakan penjelasan yang menguntungkan bagi pemahaman yang lebih baik di dalam mengembangkan etika organisasi.
Budaya perusahaan yang “baik” adalah budaya yang mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya. Inilah salah satu prinsip dalam pengelolaan budaya perusahaan; relativitas budaya.
5 Ibid., h. 83-84
6
Daftar Pustaka
Bakker Anton. 1992. Ontologi Metafisika Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius.
Beni Ahmad Saebani. 2012. Filsafat Manajemen. Bandung: Pustaka Setia.
Koslowski Peter. 2009. Elements Of a Philosophy Of Management and Organization, Amsterdam: Springer.
Amirullah dan Haris Budiyono, 2004, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jumat, 21 Oktober 2016

HUBUNGAN AQIDAH, IBADAH DAN AKHLAK
Oleh
Yudi Imansyah
Ipah parihah fadilah
Yudiimansyah81@gmail.com
PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu sifatnya fitrah, kedamaian, akan hadir. Jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna. Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring fitnah, maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan menghasilkan kebiasaan hidup yang baik.  
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah), Islam (syariat/ibadah), dan ihsan (akhlak). sebagaimana firman Allah
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
            Ayat diatas mengilustrasikan kepada kita akan hubungan antara aqidah, ibadah dan akhlak. Yang kesemuanya memiliki keterikatan dan penguat satu sama lain. Maka di sini pemakalah  akan menjelaskan tentang hubungan antara ketiganya, sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang pemakalah  susun dalam makalah yang berjudulHubungan Aqidah, Ibadah Dan Akhlak. Dengan harapan semoga makalah ini dapat menjadi referansi, khazanah keilmuan dan berguna untuk semua kalangan umat Islam. Amin





PEMBAHASAN
Pengertian Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Pengertian Aqidah
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas manusia
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Rasulullah bersabda:
لايكن احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)
            Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan  manusia.
Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan berakal pendek.
Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia.
Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh kepada Allah SWT.
Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
Pengaruh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.
Kemantapan aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jadi ibadah merupakan hasil dari Aqidah yang kokoh. aqidah tersebut menciptakan kegiatan atau amal yang dinakan Ibadah. sebagaimana yang kita ketahui, jika manusia memiliki dua tugas didalam perjalanan penghambaan, yakni ibadah dan memimpin.
Pengertian akhlak
Akhlak (berasal dari kata al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut
Artinya :
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam, 68 :4)
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Selanjutnya, dikalangan Ulamah terdapat perbedaan pendapat tentang apakah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Adapun sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dan terhadap lingkungannya.
Akhlak terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia, sebagai contoh Akhlak terhadap Orang Tua diantaranya sebagai berikut :
Memelihara keridaan orang tua
Berbakti kepada orang tua
Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
Akhlah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa. 
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Jadi dari penjelasan diatas dapat kita simpulan, jika akhlak merupakan hasil aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar.melalui ibadah, ibadah yang merupakan  pelaksanaan dari perintah Allah Swt. dalam firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al-Ankabut [29]: 45).
Tujuan akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara pasti, akhlak sebagai salah satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan begitu saja. Suatu masyarakat tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun, masyarakat tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya aturan di tengah-tengah masyarakat itu.
Hubungan Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak / Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda:
الحياء والايمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع الاخر (رواه الكاريم)
”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim)





KESIMPULAN
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. aqidahlah Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya, merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. dan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Sedangkan Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu dan ruh stabilitas kehidupan ummat.
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.



DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
HUBUNGAN AQIDAH, IBADAH DAN AKHLAK
PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu sifatnya fitrah, kedamaian, akan hadir. Jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna. Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring fitnah, maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan menghasilkan kebiasaan hidup yang baik.  
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah), Islam (syariat/ibadah), dan ihsan (akhlak). sebagaimana firman Allah
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
            Ayat diatas mengilustrasikan kepada kita akan hubungan antara aqidah, ibadah dan akhlak. Yang kesemuanya memiliki keterikatan dan penguat satu sama lain. Maka di sini pemakalah  akan menjelaskan tentang hubungan antara ketiganya, sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang pemakalah  susun dalam makalah yang berjudulHubungan Aqidah, Ibadah Dan Akhlak. Dengan harapan semoga makalah ini dapat menjadi referansi, khazanah keilmuan dan berguna untuk semua kalangan umat Islam. Amin





PEMBAHASAN
Pengertian Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Pengertian Aqidah
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas manusia
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Rasulullah bersabda:
لايكن احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)
            Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan  manusia.
Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan berakal pendek.
Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia.
Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh kepada Allah SWT.
Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
Pengaruh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.
Kemantapan aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jadi ibadah merupakan hasil dari Aqidah yang kokoh. aqidah tersebut menciptakan kegiatan atau amal yang dinakan Ibadah. sebagaimana yang kita ketahui, jika manusia memiliki dua tugas didalam perjalanan penghambaan, yakni ibadah dan memimpin.
Pengertian akhlak
Akhlak (berasal dari kata al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut
Artinya :
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam, 68 :4)
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Selanjutnya, dikalangan Ulamah terdapat perbedaan pendapat tentang apakah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Adapun sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dan terhadap lingkungannya.
Akhlak terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia, sebagai contoh Akhlak terhadap Orang Tua diantaranya sebagai berikut :
Memelihara keridaan orang tua
Berbakti kepada orang tua
Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
Akhlah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa. 
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Jadi dari penjelasan diatas dapat kita simpulan, jika akhlak merupakan hasil aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar.melalui ibadah, ibadah yang merupakan  pelaksanaan dari perintah Allah Swt. dalam firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al-Ankabut [29]: 45).
Tujuan akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara pasti, akhlak sebagai salah satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan begitu saja. Suatu masyarakat tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun, masyarakat tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya aturan di tengah-tengah masyarakat itu.
Hubungan Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak / Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda:
الحياء والايمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع الاخر (رواه الكاريم)
”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim)





KESIMPULAN
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. aqidahlah Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya, merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. dan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Sedangkan Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu dan ruh stabilitas kehidupan ummat.
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.



DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zuhairi. Dkk. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Kaelany. 2009. Islam Agama Universal.  Jakarta: Midada Rahma Press



TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
II. PEMBAHASAN
1. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. al-Dzariyat [51] : 56)
Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.[1] Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan”(H.R Ibn Abdulbari)
من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi)[2]
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2): 30]. Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa.[3]
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama).
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang yang itiba’ sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa.[4]
2. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2] ayat 247
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 247)
Ayat ini menerangkan mengenai kisah pengangkatan Thalut sebagai raja Bani Israil. Allah menceritakan kisah ini dengan sangat indah, dimana orang yang berpendidikan dan mempunyai fisik kuatlah yang pantas menjadi pemimpin dan melaksanakan titah sebagai khalifah fil ardl.
Nabi Syamuil mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah SWT telah mengangkat Thalut sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut tradisi, yang boleh dijadikan raja itu hanyalah dari kabilah Yahudi, sedangkan Thalut sendiri adalah dari kabilah Bunyamin. Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut sendiri bukan seorang hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?”
Nabi Syamuil menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah SWT karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani Israil. Dari ayat ini diambil pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan raja ataupun pemimpin itu hendaklah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugasnya sebagai kepala negara.
2.      Ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui di mana letaknya kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat memimpinnya dengan penuh kebijaksanaan.
3.      Kesehatan jasmani dan kecerdasan pikiran.
4.      Bertakwa kepada Allah supaya mendapat taufik daripada-Nya untuk mengatasi segala kesulitan yang tidak mungkin diatasinya sendiri kecuali dengan taufik dan hidayah-Nya. [5]
Manusia sebagai khalifah di bumi bisa melaksanakan amanah memakmurkan bumi jika manusia tersebut mempunyai 4 karakter diatas. Karakter-karakter tersebut hanya bisa diperoleh dengan pendidikan yang baik dan usaha yang terus menerus. Pendidikan jasmani akan menghasilkan raga yang sehat, kuat dan tangguh. Pendidikan rohani akan menghasilkan pengetahuan yang luas, akhlak yang baik dan ketaqwaan kepada Sang Kholik. Kedua jenis pendidikan ini saling terkait dan sama pentingnya untuk menghasilkan manusia-manusia paripurna yang bisa mengemban amanat sebagai khalifah. Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat untuk menjadi raja (pemimpin) karena bila syarat-syarat yang empat tersebut telah dipenuhi, maka mudahlah baginya untuk mendapatkan harta yang diperlukan sebab Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Hujair A.H. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[6]
1.      Kandungan Al-Qur’an Surat al-Qashash [28] ayat 26
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Rupanya orang tua itu (Nabi Syuaib) tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu. Oleh sebab itu yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala kambing mereka, di samping mengurus rumah tangga. Terpikirlah salah seorang putri itu untuk memintanya supaya datang memenuhi undangan bapaknya alangkah baiknya kalau Musa yang nampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat tenaganya diangkat menjadi pembantu di rumah ini. Putri itu mengusulkan kepada bapaknya angkatlah Musa itu sebagai pembantu kita yang akan mengurus sebagian urusan kita sebagai penggembala kambing, mengambil air dan sebagainya. Saya lihat dia seorang yang jujur dapat dipercaya dan kuat juga tenaganya. Usul itu berkenan di hati bapaknya, bahkan bapaknya bukan saja ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia hendak mengawinkan putrinya itu dengan Musa dan sebagai maharnya Musa harus bekerja di sana selama delapan tahun dan bila Musa menyanggupi sepuluh tahun dengan suka rela itulah yang lebih baik.[7]
Ayat di atas mengisahkan mengenai pelarian Nabi Musa dari kejaran tentara Fir’aun untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu dengan dua putri dari Nabi Syuaib dan membantunya mengambilkan air minum untuk ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang pemuka agama dan masyarakat di negeri Madyan. Konon Nabi Musa adalah seorang yang gagah perkasa, kuat, pandai memimpin dan jujur lagi dapat dipercaya. Karena sifat-sifat terpuji itulah yang membuat anak gadis Nabi Syuaib terkesima dan Nabi Syuaib juga berencana menikahkan salah satu diantara anak gadisnya dengan Nabi Musa.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya as-Syiasah Asyriyyah merujuk pada ayat di atas, demikian juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat Nabi Yusuf A.S sebagai kepala badan logistik negara.[8] “Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari Ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami” (Q.S. Yusuf [12] : 54). Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kedua sifat tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh orang yang diberi amanat mengemban tugas berat.
Pengertian kuat disini adalah kekuatan dalam berbagai aspek dan bidang. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilihat bidang apa yang akan ditugaskan kepada yang dipilih. Sedangkan kepercayaan tersebut diatas yang dimaksud adalah integritas pribadi dari orang yang diberi amanat. Di zaman modern sekarang ini diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing dan mempunyai integritas pribadi yang unggul dan terpuji guna mengembangkan segala aspek kehidupan yang lebih bermakna. Diharapkan orang mukmin mempunyai spesialisasi tertentu di bidang iptek dan punya integritas pribadi tangguh untuk mengembangkan ummat Islam menuju kejayaan. Mukmin kuat dalam berbagai bidang lebih baik dibandingkan dengan mukmin lemah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :“Dari Abu Hurairah R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing mempunyai kebaikan. Gemarlah kepada hal-hal yang berguna bagimu. Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, jangan berkata: Seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentakdirkan dan terserah Allah dengan apa yang Dia perbuat.Sebab kata-kata seandainya membuat pekerjaan setan.” (H.R. Muslim).[9]
1.      Kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imron [3] ayat 19
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Ayat diatas menunjukkan sebagai berita dari Allah SWT yang menyatakan bahwa tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul yang diutus oleh Allah SWT di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW yang membawa agama yang menutup semua jalan lain kecuali jalan yang telah ditempuhnya. Karena itu, barangsiapa yang menghadap kepada Allah – sesudah Nabi Muhammad SAW diutus – dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas membaca firman Allah diatas denganinnahu yang di-kasrah-kan dan anna di-fathah-kan, artinya “Allah telah menyatakan, begitu pula para malaikat dan orang-orang berilmu, bahwa agama yang diridloi di sisi Allah adalah Islam”. Sedangkan menurut jumhur ulama’, mereka membacanya kasrah, yaitu‘innad diina’ sebagai kalimat berita. Bacaan tersebut kedua-duanya benar, tetapi menurut bacaan jumhur ulama lebih kuat.[10]
Kemudian Allah SWT memberitakan bahwa orang-orang yang telah diberikan Al-Kitab kepada mereka di masa-masa yang lalu, mereka berselisih pendapat hanya setelah hujjah ditegakkan atas mereka, yakni sesudah para Rasul diutus kepada mereka dan kitab-kitabsamawi diturunkan buat mereka. Sebagian dari mereka merasa dengki terhadap sebagian yang lainnya, lalu mereka berselisih pendapat dalam perkara kebenaran. Hal tersebut terjadi karena terdorong oleh rasa dengki, benci dan saling menjatuhkan, hingga sebagian dari mereka berusaha menjatuhkan sebagian yang lain dengan menentangnya dalam semua ucapan dan perbuatannya, sekalipun benar.[11] Terhadap orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat Allah yang telah diturunkan, maka sesungguhnya Allah akan membalas perbuatannya dan melakukan perhitungan terhadapnya atas kedustaannya itu, dan akan menghukumnya akibat ia menentang Kitab-Nya.
Keterangan di atas menunjukkan kedengkian dan kebencian umat Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam pada zaman sekarang setelah hujjah dan penjelasan datang pada mereka tentang kebenaran Islam. Walaupun mereka diberi akal dan pengetahuan oleh Allah SWT, tetapi karena hatinya tertutup oleh rasa sombong dan dengki terhadap Islam sehingga tidak mau menerima kebenaran Islam. Pengetahuan yang mereka peroleh digunakan untuk menuruti hawa nafsu mereka belaka, seperti dapat kita lihat di negara-negara yang mayoritas penduduknya Yahudi dan Nasrani. Pengetahuan yang telah diperoleh untuk memperkaya diri, menyombongkan diri bahkan saling berusaha menguasai dan menjajah diantara satu dengan lainnya dalam segala bidang kehidupan. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh kering dari makna serta membuat semakin kehilangan arah ke-ilahi-an dan miskin dimensi transendental.

Tujuan pendidikan ala Al-Qur’an jelas beda dengan konsep pendidikan di Barat yang mengedepankan materialistik. Dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang didapat dari proses belajar-mengajar secara Islami diharapkan akan terbentuk muslim yang lebih tangguh, berpengetahuan luas dan yakin akan kebenaran ajaran Islam. Pengetahuan yang didapatpun akan lebih didayagunakan untuk kemaslahatan umat Islam pada khususnya dan rahmatan lil alamin pada umumnya.
III. ANALISIS KRITIS AYAT-AYAT TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan adalah suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education). Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan yang notabenenya Islam, maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras dengan syari’at Islam. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan beberapa tokoh adalah :
1. Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
2. Dr. Ali Ashraf; “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya”.
3. Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
4. Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian dan penjelasan di atas, pemakalah menyimpulkan :
1. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain itu dalam setiap gerak langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang Maha Kuasa.
2. Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur, kuat jasmani dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang. Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas sebagai pembawa kemakmuran di bumi dan “Rahmatan Lil Alamin“.
3. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Wallahu ‘alam bisshowab
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasy M. Athiyah, 1968, At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) , Jakarta : Bulan Bintang.
Al-Abrasy M. Athiyah, 1969, At-Tarbiyah al-Islamiyah wal Falsafatuha, Isa al-Baby al-Halaby, Qahirah
Al-Attas An Naquib, 1988, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung : Mizan.
Ali Ashraf, 1989, Horison Baru Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, 1995, Bulughul Maram, (terj; H. Mahrus Ali), Mutiara Ilmu , Surabaya
Azra. Azyumardi, 2002, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Drs. H. Moh. Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra
M. Quraisy Shihab, 2002, Tafsir al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati
Marimba, Ahmad D, 1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif.
Sanaky, Hujair AH, 2003, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia.Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI.
Syahminan Zaini, 1986, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna.

[1] . M. Quraish Shihab, Terjemah Tafsir Al-Mishbah juz, (dikutip dari Syeh Muhammad Abduh) juz 13
[2] . Drs. H. Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra, hlm 13
[3] . Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33
[6] . Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, hal. 142
[8] . M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah Vol 10, Jakarta : Lentera Hati, 2002
[9] . Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, (terjemah Bulughul Maram, hadits no 1554, hlm 669)
[10] . Bahrun Abu Bakar, L.C, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir juz 3, hlm 315
[11] . ibid, hlm 315

          ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ ﻤﺤﻤﱠﺪ ﺒﻦ ﺒﺸﱠﺎﺭ ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ ﺍﻟﺭﱠﺤﻤﻦ ﺒﻦ ﻤﻬﺪﻯﱢ ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ ﺴﻔﻴﺎﻦ ﻋﻦ ﺤﺒﻴﺐ ﺒﻥ ﺃﺒﻰ ﺛﺎﺒﺖ ﻋﻦ ﻤﻴﻤﻮﻥ ﺒﻥ ﺃﺒﻰ ﺸﺒﻴﺐ ﻋﻦ ﺃﺒﻰ ﺬﺭﱠ ﻗﺎﻞ ﻗﺎﻞ ﻠﻰ ﺭﺴﻭﻞ ﷲ ﺼﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ﴿ﺍﺗﱠﻖ ﷲ ﺤﻴﺜﻤﺎ ﻜﻨﺚ ﻮ ﺃﺜﺑﻊ ﺍﻟﺴﱠﻴﱢﺌﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺗﻤﺤﻬﺎ ﺘﻤﺤﻤﺎﻮﺨﺎﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺲ ﺒﺨﻟﻖ ﺤﺴﻦ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮ ﻤﺬﺮ ﻮ ﺃﺒﻮ ﺪﺍﻮﺪ ﻮ ﺃﺤﻤﺪ﴾



Makna Mufradat                                                                              
 ﺍﺗﱠﻖ: Bertaqwalah                   
ﺃﺜﺑﻊ: Mengiringi
ﺍﻟﺴﱠﻴﱢﺌﺔ: Perbuatan yang jelek
ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ: Perbuatan yang baik
ﺗﻤﺤﻬﺎ: Menghapus
Terjemah
Diriwayatkan dari Abi Dzar ia berkata Rasulullah SAW. bersabda kepada ku, katanya; Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada dan ikutilah setiap perbuatan yang jelek itu dengan kabaikan niscaya itu akan dapat menghapusnya dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia. (HR. Abu Dawud)


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم


Terjemahannya:
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R Ibnu Majah)[3]

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”(Q.S. Thaha: 132)[14]


Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati-hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila kita kaji isi ayat di atas, maka kita akan menemukan beberapa point-point penting di antaranya adalah :
         1.      Pembinaan jiwa orang tua
Pembinaan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman ayat 12 : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
         2.      Pembinaan tauhid kepada anak
Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar”. Luqman Ayat 16 : (Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
         3.      Pembinaan akidah kepada anak
Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan ayat ke 19.
         4.      Pembinaan sosial pada anak
Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.”[17]


Hadits tentang tugas-tugas istri atau ibu
وَاْلاِمْرَأَةُ فِى اْليَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dan seorang istri adalah penanggung jawab (pemimpin) di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas dan kewajiban itu.”(HR. Bukhori dan Muslim)[3]
      4.      Hadits tentang pendidikan terhadap anak
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ[4]

Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)[5]

PENTINGNYA MENDIDIK
 Ayat dan Terjemah Surat An-Nisa Ayat 9

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
Artinya: Dan hendaklahtakut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranyamerekameninggalkanketurunan yang lemah di belakangmereka yang merekakhawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.(An-Nisa/4:9)

Bahwa orang tua wajib mendidik anak-anaknya karena sedianya setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
Hadits Muslim 4803
حَدَّثَنَا حَاجِبُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُا أَبُو هُرَيْرَةَ وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ { فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ } الْآيَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ كِلَاهُمَا عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً وَلَمْ يَذْكُرْ جَمْعَاءَ
Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?
'
Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yg telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, & telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami 'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dgn sanad ini & dia berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.-

Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis tentang Motivasi Belajar
            Adapun ayat dan hadits yang berkenaan dengan motivasi dalam Islam terutama motivasi untuk menuntut ilmu atau motivasi belajar adalah:

1)      Q.S. Al-Mujadilah : 11

….                  
Artinya: .... “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

2)      Q.S. Az-Zumar : 9

....                   
Artinya: ....Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”

3)      Hadits Nabi Saw.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya: “Menuntut ilmu wajib atas tiap-tiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”.
اُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى الَّحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.

صَاحِبُ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْحُوْتَ فِيْ الْبَحْرِ
Artinya: “Segala makhluk di bumi memohon ampun bagi orang yang mempunyai ilmu, hingga ikan yang ada di lautan”.

      Dalam hadits-hadits dan ayat Al-Qur’an diatas ini sangat jelas sekali memberikan motivasi kepada manusia bahkan mewajibkan kepada tiap-tiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk selalu belajar dan menuntut ilmu.

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

I.                   Ayat, arti, serta tafsir surat Luqman
1.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 12

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْلِله وَمَنْ يَشْكُرْفَإنَّمَايَشْكُرُلِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ(12)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Ayat 12 menguraikan tentang salah seorang yang bernama Luqman yang dianugerahi oleh Allah SWT hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Para ulama mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. Antara lain bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segaala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.”
Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari katahakamah, yang berarti kendali. Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamaihakim (bijaksana).
Kata syukur terambil dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahan itu. Syukur didefinisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
(أن اشكر لله) an usykur lillah adalah hikmah itu sendiri yang dianugerahkan kepadanya itu. Al-Biqa’I  menulis bahwa “walaupun dari segi redaksional ada kalimat Kami katakana kepadanya, tetapi makna khirnya adalah Kami anugerahkan kepadanya syukur.” Sayyid Quthub menulis bahwa: “Hikmah, kandungan dan konsekuensinya adalah syukur kepada Allah.”
Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari’/kata kerja masa kini dan dating untuk menunjukkan kesyukuran (يشكر)yasykur, sedang ketika berbicara tentang kekufuran, digunakan bentuk kata kerja masa lampau (كفر). Sebaliknya kata kerja masa lampau pada kekufuran/ketiadaan syukur  (كفر) adalah untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi,, walau sekali, maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya.
Kata  (غنيّ) Ghaniyyun/ Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (غ) ghain, (ن) nun, (ي) ya’ yang bermakna berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya. Dari sini lahir kataghaniyyah, yaitu wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupanhidup di rumah orang tuanya, atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami, dan yang kedua adalah suara. Dari sini lahir kata mughanniy dalam arti penarik suara atau penyanyi.
Kata (حميد) Hamid/ Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf  (ح) ha’ (م) mim dan  (د) dal, yang maknanya adalah antonim tercela. Kata hamd/pujian digunakan untuk memuji yang Anda peroleh maupun yang diperoleh selain Anda. Berbeda dengan kata syukur yang digunakan dalam konteks nikmat yang Anda peroleh saja.[3]
2.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(13)

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Di ayat 13 dilukiskan pengalaman hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya. Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Ayat ini berbunyi: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia dari saat ke saat memberi pelajaran kepadanya bahwa"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi. Sesungguhnya syirik yaknimempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.
Luqman yang disebut surat ini adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaannya. Agaknya dialah yang dimaksud oleh surah ini.
Kata (يعظه) ya’izhuhu terambil dari kata (وعظ) wa’zh yaitu nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk member gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan,yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih saying sebagaimana dipahami dalam panggilan mesranya kepada anak.
Sementara ulama yang memahami kata (وعظ) wa’zh dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman,berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman adalah orang musyrik, sehingga sang ayah yang menyandang hikmah it uterus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid.
Kata (بنيّ) bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (إبني) ibny, dari kata (إبن) ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayng. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas member isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih saying terhadap peserta didik.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/ mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan, jangan mepersekutukan Allah untuk menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik. Memang “At-takhliyah muqaddamun ‘ala at-tahliyah” (menyingkirkan keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan)[4]



3.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 14

وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ(14)

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Menurut Al-Biqa’I, ayat 14 bagaikan menyatakan: Luqman menyatakan hal itu kepada anaknya sebagai nasihat kepadanya, padahal Kami telah mewasiatkan anaknya dengan wasiat itu seperti apa yang dinasihatkannya menyangkut hak Kami. Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa jika kita menyatakan bahwa Luqman bukan seorang Nabi, maka ayat ini adalah sisipan yang sengaja diletakkan setelah wasiat Luqman yang lalu tentang keharusan mengesakan Allah dan mensyukuri-Nya. Allah menggambarkan betapa Dia sejak dini telah melimpahkan anugerah kepada hamba-hamba-Nya dengan mewasiatkan anak agar berbakti kepada orang tuanya. Di ayat 14 tidak menyebutkan jasa bapak, tetapi lebih menekankan jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu berbeda dengan bapak. Di sisi lain, “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu.Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu.
Kata (وهنًا) wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan.Yang dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan pemeiharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat inilah mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya.
Firman-Nya: (وفصاله في عامين) wa fishalahu fi amain/ dan penyapiannya di dalam dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi juga bahkan lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima. Kata fi/di dalam, mengisyaratkan bahwa masa itu tidak mutlak demikian. Dalam surat Al-Baqarah: 233 ditegaskan bahwa masa dua tahun adalah bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuan.
Pada penggalan ayat 14 ini, jika dihubungkan dengan firman-Nya pada QS. Al-Ahqaf: 15 yang menyatakan: “…mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,”diperoleh kesimpulan bahwa masa kehamilan minimal adalah tiga puluh bulan kurang dua tahun yakni enam bulan.
Di antara hal yang menarik dari pesan-pesan ayat ini adalah bahwa masing-masing disertai dengan argumennya:“Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya memperse-kutukan-Nya adalah penganiayaan yang besar”. Sedang ketika mewasiati anak menyangkut orang tuanya ditekankan bahwa,”Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun.”Demikianlah seharusnya materi petunjuk atau materi pendidikan yang disajikan. Ia dibuktikan dengan kebenaran argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat dibuktikan oleh manusia melalui penalaran akalnya. Metode ini bertujuan agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam menemukan kebenaran dan dengan demikian ia merasa memilikinya serta bertanggung jawab mempertahankannya.[5]
4.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 15

وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَن أَنَبَ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ(15)

Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan lah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembali kamu, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Ayat ini menjelaskan tentang pengecualian menaati perintah kedua orangtua, sekaligus menggaris bawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimana pun. Kewajiban menghormati dan menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya, karena meminum minuman keras buat orang kafir bukanlah sesuatu yang munkar.
Ayat ini mengandung pesan, yang pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu hanya dalam urusan keduniaan, bukan keagamaan. Yang kedua, bertujuan meringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk smentara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan yang ketiga, bertujuan menghadapkan kata dunia dengan hari kembali kepada Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada-Ku kembali kamu.[6]
5.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 16

يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ(16

Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batukarang atau dilangit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”

Ayat ini menguraikan tentang kedalaman ilmu Allah swt., yang diisyaratkan pula oleh penutup ayat lalu dengan pernyataan-Nya. Dalam ayat ini terdapat kata Lathif yang bermakna lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian kemashalatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan. Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah Lathif, kerena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.
Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah berbuat baik, apalagi kepada orangtua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari Luthf Allah swt. Karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. Dan dapat disimpulkan bahwa ayat ini menggambarkan Kuasa Allah melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akhirat nanti. Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang keesaan Allah dan keniscayaan hari kiamat. Dua prinsip dasar akidah Islam yang sering kali mewakili semua akidahnya.[7]

6.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 17
 يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ(17)

“ Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.”

Ayat di atas menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikanyang tercermin dalam amr ma’ruf dan nahi munkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. Kata ‘azm dari segi bahasa bararti keteguhan hati dan tekad untuk melakukan sesuaatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek, sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi munkar – serta kesabaran – merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dibulatkan atasnya tekad manusia. Thabathaba’i tidak memahami kesabaran sebagai salah satu yang ditunjuk oleh kata yang demikian itu, karena menurutnya kesabaran telah masuk dalam bagian azm. Maka atas dasar itu, bersabar yakni menahan diri termasuk dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan keteguhan akan terus bertahan selama masih ada sabar. Dengan demikian kesabaran diperlukan oleh tekad serta kesinambungannya.[8]

وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ(18)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ الحَمِيرِ(19

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”

Naasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran aqidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengansatu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlaq merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
            Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah jugaengkau berkeras memalingkan pipimu yakni mukamu dari manusia - siapapun dia – didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerahkasih sayang-Nya kepada orang orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikapsederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya sebukruk-buruk suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas yang buruk.
            Kata tusha’ir terambil dari kata  ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo, sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat di atas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. Memang sering kali penghinaan tercermin pada kenengganan melihat siapa yang dihina.
            Kata   fi’ al-ardh/di bumi disebut oleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga dia hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh di tempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i. sedangkan Ibn ‘Asyur memperoleh kesan bahwa bumi adalah tempat berjalan setiap orang, yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa melebihi orang lain.
            Kata  mukhtalan terambil dari akar kata yang sama dengan khayal/khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya.  Biasanya orang semacam ini berjalan dengan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian, keangkuhannya tampak secara nyata dalam kesehariannya. Kuda dinamai  khail karena cara jalannya mengesankan keangkuhan. Seorang yang mukhtal membanggakan apa yang dimilikinya, bahkan tidak jarang membanggakan apa yang pada hakikatnya tidak ia miliki. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata  fakhuran, yakni seringkali membanggakan diri. Memang kedua kata ini mukhtal danfakhur mengandung makna kesombongan, kata pertama bermakna kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah kesombongan yang terdengar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, perlu dicatat bahwa penggabungan kedua hal itu bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah baru lahir bila keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak! Jika salah satu dari kedua sifat itu disandang manusia maka hal itu telah mengundang murka-Nya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu dari keduanya sering kali berbanrengan dengan yang lain.
            Kata ughdhudh terambil dari kata  ghadhdh dalam artipenggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintahghadhdh jika ditujukan kepada mata maka kemampuan itu hendaknya dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal. Demikian juga dengan suara. Dengan perintah diatas, seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik.
            Demikian Luqman al-Hakim mengakhiri nasihat yang mencakup pokok-pokok tuntunan agama. Di sana ada akidah, syariat dan akhlak, tiga unsure ajaran al-Qur’an. Di sana ada akhlak terhadap Allah, terhadap pihak lain dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam kebajikan,  serta perintah bersabar, yang merupakan syarat mutlak meraih sukses, duniawi dan ukhrawi. Demikian Luqman al-Hakim mendidik anaknya bahkan member tuntunan kepada siapa pun yang ingin menelusuri jalan kebajikan.

حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي شَكَّ سَعِيدٌ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده قوي على شرط مسلم
Artinya:Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah SAW meletakkan tanggannya pada punggung Ibnu ‘Abbas atau pundaknya, – perawi Hadis ini, Said ragu- kemudian Rasulullah SAW berdo’a: Ya Allah berikanlah kepadanya pemahaman yang mendalam tentang agama dan ajarilah dia takwil (al-Qur’an). (Ahmad ibn Hanbal Abu Abdullah al-Syiyabaani, tt: 266).
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa Rasulullah SAW wafat, sedang usia Ibnu ‘Abbas memasuki 10 (sepuluh) tahun dan dia telah mempelajari ayat-ayat muhkam. Ibnu ‘Abbas telah mengatakan pula kepada Sa’id bin Jubair (muridnya): “aku telah menghimpun semua ayat-ayat muhkam pada masa Rasulullah SAW. Said bertanya kepadanya: “Apakah ayat-ayat muhkam itu? Ibnu ‘Abbas menjawab: “Surat-surat yang mufashal (yang pendek-pendek).
Ibnu Katsir ra telah mengatakan bahwa dengan interpretasi apapun makna hadis ini menunjukkan kebolehan mengajari anak-anak untuk membaca al-Qur’an meskipun dalam usia dini, bahkan adakalanya disunnahkan atau diwajibkan. (Jamaal ‘Abdur Rahman, 2005:392)
Selain itu al-Qur’an sendiri merupakan materi pertama yang harus diajarkan kepada siswa. Rasulullah SAW telah bersabda:
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قَالَ وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي إِمْرَةِ عُثْمَانَ حَتَّى كَانَ الْحَجَّاجُ قَالَ وَذَاكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي مَقْعَدِي هَذَا
Artinya:Telah menceritakan kepada kami hujjaj ibn Minhaal telah menceritakan syu’bah ia berkata ‘Alqamah ibn mursyid telah mengkhabarkan kepadaku saya mendengar Said ibn ‘Ubaidah dari ayah Abdurrahman al-silmy dari ‘Usman ra Nabi SAW telah bersabda: “Yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. (Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari,1987:1919)
2. Shalat
Rasulullah SAW telah bersabda:
حدثنا مؤمل بن هشام يعني اليشكري ثنا إسماعيل عن سوار أبي حمزة قال أبو داود وهو سوار بن داود أبو حمزة المزني الصيرفي عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر سنين وفرقوا بينهم في المضاجع
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muammal ibn Hisyam yaitu al-Yasykariy telah bercerita Isma’il dari Sawwar Abi Hamzah telah berkata Abu Dawud dan dia Sawwar ibn Daud Abu Hamzah al-Mazni as-Shirafi dari ‘Umar ibn Syu’aib dari ayahnya dari neneknya telah berkata: Bersabda rasulullah SAW” Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika berumur 7 (tujuh) tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan shalat, dan pisahkan tempat tidur mereka (putra dan putri)”. (H.R. Abu Dawud) (Sulaiman ibn al-Asy’as Abu Daud al-sajastani al-ajdi, tt:187)

KASIH SAYAG DALAM MENDIDIK

Anak adalah Amanah.
Surah Al-Anfal/8:27


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman,janganlah kalian mengkhianati (amanat) Allah dan Amanat Rasul,dan janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang diamanatkan kepada kalian,sedangkan kamu mengetahui”.(Q.S. al-Anfal/8:27)
                                                           

Surah An-Nisa/4:09

Artinya:”Dan hendaklah takut (kepada Allah daripada melakukan aniaya kepada anak-anak yatim) oleh orang-orang (yang menjadi penjaganya), yang jika ditakdirkan mereka pula meninggalkan anak-anak yang daif (yatim) di belakang mereka, (tentulah) mereka akan merasa bimbang terhadap (masa depan dan keselamatan) anak-anak mereka; oleh itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang betul (menepati kebenaran)”. (Q.S.an-Nisa/4:09)



2)      Anak adalah Batu Ujian Keimanan Orangtua.
Anak adalah sumber kebahagiaan keluarga.Tetapi disisi lain ia pula merupakan batu ujian keimanan.Sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Anfal/8:28:
عَظِيمٌ جْرٌأَ عِندَ اللَّهَ   فِتْنَةٌ وَاعْلَمُواأَنَّمَاأَمْوَالُكُمْأَوْلَادُكُمْوَأَنَّوَهُ   
Artinya:”Dan ketahuilah,bahwa harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah (batu ujian keimanan) dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.”(QS. al-Anfal/8:28)26
3)      Anak adalah Makhluk Independen.
Yang dimaksud dengan makhluk independen dalam hal ini adalah ciptan Allah yang berdiri sendiri,memiliki takdir tersendiri  dan merupakan individu tersendiri yang terlepas dari individu lain termasuk kedua orangtuanya sekalipun.
Orangtua memang berkewajiban merawat,mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Namun perlu disadari bahwa mereka adalah makhluk independen,dimana para orangtua tidak berhak memaksakan kehendak kepada anak-anak mereka.Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an Surah al-Mu’minun/23:12-14:
 * مّكِينٍ  قَرَارٍ فِي نُطْفَةً جَعَلْنَاهُ ثُمّ * طِينٍ مّن  سُلاَلَةٍ مِن  الإِنْسَانَ  خَلَقْنَا لَقَدْوَ
 فَكَسَوْنَا عِظَاماً الْمُضْغَةَ فَخَلَقْنَا مُضْغَةً لْعَلَقَةَ ا فَخَلَقْنَا عَلَقَةً لنّطْفَةَ ا خَلَقْنَا ثُمّ
الْخَالِقِينَ أَحْسَنُ اللّهُ فَتَبَارَكَ آخَرَ خَلْقاً  أَنشَأْنَاهُ  ثُمّ لَحْماً الْعِظَامَ
Artinya:”Dan sesungguhnya kami (Allah) telah menciptakan manusia (Adam) dari saripatih tanah.Kemudian kami jadikan manusia (berikutnya) dari air mani yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim ibu).Kemudian air mani itu kami ciptakan menjadi segumpal darah,dari segumpal darah kami ciptakan menjadi segumpal daging,dari segumpal daging kami ciptakan menjadi tulang-belulang,lalu kami jadikan tulang-belulang yang terbungkus daging itu sebagai makhluk tersendiri. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.
 (al-Mu’minun/23:12-14)27
26.ibid.....jilid 4....hal.509
27.ibid....jilid 3.....hal.410.
Kata Khalqun Akhar dalam ayat di atas maksudnya sekalipun anak dilahirkan orangtua,namun pada hakikatnya dia merupakan individu yang berbeda dengan siapapun, termasuk kedua orangtuanya.Bahkan dia juga memiliki takdir tersendiri yang belum tentu sama dengan kedua orangtuanya.
4)      Anak Sebagai Sumber Kasih Sayang.
Surah Al-Furqan/25:74
إِمَامًا لِلْمُتَّقِينَ  وَاجْعَلْنَا أَعْيُ قُرَّةَ  وَذُرِّيَّاتِنَا أَزْوَاجِنَا مِنْ لَنَا هَبْ رَبَّنَ يَقُولُونَ  وَالَّذِينَ
Artinya:”Dan orang-orang yang berkata,”ya Tuhan kami,anugerakanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-Furqan/25:74)28
5)      Anak Sebagai Pelestari Pahala
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya:“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh29 (HR. Muslim no. 1631)

Artinya:” Dari Abu Rafi’ dari ayahnya,ia berkata;aku pernah melihat Rasulullah SAW adzan sebagaimana adzan sholat,di telinga Hasan bin Ali pada saat Fatimah melahirkannya.” (HR.Abu Dawud)
               Hal itu dapat dikuatkan oleh adanya  hadist di bawah ini yang Artinya:”Setiap anak yang dilahirkan,adalah fitrah.Tinggal kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi,Nasrani,ataupun Majusi.”(HR.Bukhari).
               Tentang tanggung jawab ini disebutkan juga dalam hadist yang Artinya:”Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya,seorang laki-laki adalah pemimpin didalam keluarganya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya,seorang pelayan adalah pemimpin didalam harta majikannya,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam harta ayahnya,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya,maka tiap-tiap dari kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR.Al-Bukhari 2554 dan Muslim 1829).
               Begitu juga dalam hadist yang lain disebutkan:”Dari Samurah,bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda; Setiap anak yang lahir terpelihara dengan aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya.Rambutnya dicukur dan si bayi diberi nama.” (HR.Ibnu Majah)

Metode-Metode Pendidikan Islam Dalam Al Qur'an
1.             Metode Teladan
Dalam al-Qur’an kata teladan disamakan pada kata Uswahyang kemdian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanahyang berarti baik. Sehingga dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang berarti teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab :
لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة
Sesungguhnya dalam diri Rasullullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik” (Q.S.al-Ahzab:21)[31]
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung[32].metode ini dinggap sangat penting karena aspek agama yang trpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan aektif yang terwujud dalam tingkah laku(behavioral).
2.             Metode Kisah-Kisah
Di dalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasash yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali.[33] Menurut Quraish Shihab bahwa dalam mengemukakan kisah di al-Qur’an tidak segan-segan untuk menceritakan “kelemahan manusiawi”. Namun, hal tersebut digambarkanya sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengundang rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi akibat kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat kesadaran dan kemenangannya mengalahkan kelemahan tadi.
Kemudian Quraish Shihab memberikan contoh pada surat al-Qashash ayat 76-81.[34] Disini, setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa kekayaan yang diperolehnya adalah berkat kerja keras dan usahanya sendiri. Sehingga muncul kekaguman orang-orang sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilkinya, tiba-tiba gempa menelan Karun dan kekayaanya. Orang-orang yang tadinya kagum menyadari bahwa orang yang durhaka tidak akan pernah memperoleh keberuntungan yang langgeng. Pelajaran yang terkandung dalam kisah tersebut adalah mengingatkan menusia agar jangan lupa bersyukur kepada Allah, jangan lupa diri, takabbur, sombang dan seterusnya, karena itu semua hal yang tidak disukai oleh Allah.
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari akan adanya sifat alamiah manusia yang menyukai cerita dan menyadari pengaruh besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu tehnik pendidikan. Islam mengunakan berbagai jenis cerita sejarah factual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang ditampilkan contoh tersebut(jika kisah itu baik). Cerita drama yang melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat apapun.
3.         Metode Nasihat
Al-Qur’an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi.
Didalam al-Qur’an, kata-kata yang menerangkan tentang nasihat diulang sebnyak 13 kali yang tersebut dalam 13 ayat didalam tujuh surat. Diantara ayat-ayat tersebut berkaitan dengan para Nabi terhadap umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi Saleh kepada kaumnya, dalam firman Allah:
وتولي عنهم وقال يا قومي لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لا تحبون الناصحين
Maka berpaling dari mereka dan (Nabi Saleh) berkata:”hai kaumku aku telah menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku, dan aku telah memberimu nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S. al-‘Araf:79)[35]

4.      Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan katakhutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan katatablih,yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.
Pada masa lalu hingga sekarang metode ini masih sering digunakan, bahkan akan selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Karena kekurangan metode ini adalah jika sang penceramh tidak mampu mewakili atau menyampaikan ajaran yang semestinya haus disampaikan maka metode ini berarti kurang efektif. Apalagi tidak semua guru atau pendidik memiliki suara yang keras dan konsisten, sehingga jika menggunakan metode ceramah saja maka metode ini seperti hambar.
Didalam al-Qur’an kata tabligh lebih banyak digunakan daripada kata khutbah, al-Qur’an mengulang kata tabligh sebanyak 78 kali. Salah satunya adalah dalam surat Yaasin ayat 17, yang artinya berbunyi;
وما علينا الا البلا غ المبين
Dan kewajiban kami adalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.(Q.S. Yaasin:17)[36]
Dalam ayat ini jelas bahwa metode ini telah digunakan sejak zaman dahulu, untuk menjelaskan tetang suatu ajaran atau perintah.


6.      Metode Tanya Jawab
Tanya jawab merupakan salah satu metode yang menggunakan basis anak didik menjadi pusat pembelajaran. Metode ini bisa dimodif sesuai dengan pelajaran yang akan disampaikan. Bisa anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atau bisa anak didik yang menjawab pertanyaan dari gurunya.
Didalam al-Qur’an hal ini juga digunakan oleh Allah agar manusia berfikir. Pertanyaan-pertanyaan itu mampu memancing stimulus yang ada. Adapun contoh yang paling jelas dari metode pendidikan Qur’an terdapat didalam surat Ar-Rahman. Disini Allah SWT mengingatkan kepada kita akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya, dimulai dari manusia dan kemampuannya dalam mendidik, hingga sampai kepada matahari, bulan, bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi.
Pada setiap ayat atau beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia berhadapan dengan indera, naluri, suara hati dan perasaan. Dia tidak akan dapat mengingkari apa yang di inderanya dan diterima oleh akal serta hatinya. Ayat itu adalah Ar-Rahman ayat 13 :
فباي ألاء ربكما تكذ بان
Maka nikmat rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?”( Qs. Ar Rahman : 13 )[37]
Pertanyaan itu diulang sebanyak 31 kali didalam surat ini. Setiap diulang, pertanyaan itu merangsang kesan yang berlainan sesuai dengan konteksnya dengan ayat sebelumnya.

7.      Metode Diskusi
Metode diskusi diperhatikan dalam al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah. Sama dengan metode diatas metode diskusi merupakan salah satu metode yang secara tersirat ada dalam al-Qur’an.
Didalam al-Qur’an kata diskusi sama dengan al-mujadallah itu diulang sebanyak 29 kali. Diantaranya adalah pada surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
وجادلهم بالتي هي احسن
Dan bantahlah dengan cara yang baik..”(Q.S.al-Nahl:125)[38]
Dari ayat diatas Allah telah memberikan pengajaran bagi umat Islam agar membantah atau berargument dengan cara yang baik. Dan tidak lain itu bisa kita temui dalam rangkaian acara yang biasa disebut diskusi.
Diskusi juga merupakan metode yang langsung melibatkan anak didik untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Diskusi bisa berjalan dengan baik jika anak didik yang menduskisikan suatu materi itu benar-benar telah menguasai sebagian dari inti materi tersebut. Akan tetapi jika peserta diskusi yakni anak didik tidak paham akan hal tersebut maka bisa dipastikan diskusi tersebut tidak sesuai yang diharapkan dalam pembelajaran.

B.            METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL HADITS
1.      Metode Keteladanan.
حدثنا عبد الله ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن عمر ابن عبدالله ابن الزبير عن عمر ابن سليم الزرقي عن ابي قتادة الانصاري ان رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل امامة بنت زينب بنت رسول الله صلي الله عليه وسلم لابي العاص بن ربيعة بن عبد سمش فاذا سجد وضعها واذا قام حملها
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.[39]

Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun.[40]  Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik.[41]
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 33: 21)[42].

Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.

2.      Metode lemah lembut/kasih sayang.
عِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.[43]

Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
3.      Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya:
Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir”.[44]

 Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[45]

4.      Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .

Artinya;
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini”.[46]

Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.

5.      Metode kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya:
“Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu”.[47]

Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5)  Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)   Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.


6.             Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.

Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.”[48]

Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .

7.      Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.

Artinya:
“Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa”.[49]

Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.[50] Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat.
Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
8.      Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: “Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.[51]

Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting

SAPRAS
 Syaik Az Zamuji (1995) dalam kitabnya Ta’lim Muta’llim, mengungkapkan apa yang disinyalir oleh Ali bin Abi Thalib :

الا لاتنا ل العلم الابستة [1 ] ذكاء  [2 ] وحرص  [3 ]  وا صطبا ر 
[4] و بلغـة  [5] وإرشاذ أ ستاذ [6] وطول زمان

“Ketahuilah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan    enam syarat : (1) Cerdas   (2)  semangat  (3)  Sabar  (4)  Memiliki  bekal/modal, (5)  Petunjuk/bimbingan guru (6) Waktu yang lama”.
 

Inventarisasi.
        Inventarisasi merupakan kegiatan dan menyusun daftar barang-barang atau bahan  yang ada secara teratur menurut ketentuan yang berlaku, sehingga mempermudah pengurusan dan pengawasan. Bahkan inventarisasi dapat memberikan masukan yang sangat berguna bagi efektivitas pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan,  seperti perencanaan analisis kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, rehabilitasi, dan penghapusan atau penyingkiran.
 
        Dalam Al-Qur’an tersirat ayat-ayat yang memberikan dorongan untuk melakukan inventarisasi barang-barang kebutuhan kita, diantaranya terdapat surat Al-Baqarah :
يا أ يها الذ ين آ منوا إ ذا تدا ينتم بد ين اجل مسمى فا كتبو ه ....
 سـو رة البقرة : 282)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya “                 (Q.S. Al-Baqarah : 2 : 2820)
                                                     
 

        Dalam inventarisasi tersebut digunakan penggolongan /klasifikasi dan pemberian kode tertentu menurut ketentuan masing-masing departemen atau instansi terhadap barang-barang inventarisasi, sehingga pencatatan barang menjadi mudah, disamping mudah juga untuk mencari dan menemukan kembali barang-barang tertentu, baik secara fisik maupun melalui daftar catatan atau ingatan.
       3.  Distribusi.
    Distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan pemindahan barang  dan tanggung jawab dari  intansi/pemegang yang satu kepada intansi/pemegang yang lain. Sarana dan prasarana yang didistribusikan, diharapkan betul-betul bermanfaat, jangan ada image, mubazzir (tidak bermanfaat). Dalam Islam barang-barang yang tidak bermanfaat itu adalah mubazzzir (sia-sia atau pemborosan).
    Terdapat  dalam Al-Qur’an disebutkan :
إن المبذ رين كا نوا إ خوا نوا الشـيا طين ....…
سورة الإ سرإ يل : 27)
    "Sesungguhnya pemborosan itu saudara-saudara syetan”
 
                                                                (Q.S. Al-Baqarah (15) : 27)

    Untuk menghindari terjadinya pemborosan, dan untuk pemerataan pendistribusian barang sesuai dengan kebutuhan, maka pendistribusikan harus disadari oleh analisis kebutuhan, artinya adil dan bijaksana. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

إن الله يأمركم أن تؤدوا لأمانات إلى اهلها ....
(سورة النسـآء : 58
« Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyanpaikan amanat kepada yang berhak menerimanya... ». 
 
                                                        (Q.S. An-Nisa’ (4):58)                                          
 

      4.  Pemeliharaan dan Penyimpanan serta Rehabilitasi.
    Disamping inventarisasi, sarana dan prasarana pendidikan harus pula dipelihara dan disimpan secara baik dan kontinu, sehingga dapat berfungsi dan siap tanpa menimbulkan gangguan/hambatan.
    Dalam pemeliharaan, Al-Qur’an juga memberikan sinyelemen,    
 
ومن احياها فكأ نما احيا النا س جميعا....…
ألماء دة : 32  سـو رة )
        “….Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”
 
                                                                      (Q.S. Al-Maa’idah (5) : 32)

        Berdasarkan ayat di atas, secara tidak langsung memberikan pemahaman bahwa  yang membuat aktivitas sekolah itu hidup adalah sarana dan prasarana, atau dalam ayat di atas bisa pahami bahwa mafhumnya seolah-olah Allah berfirman, jika pendidikan itu ingin maju, hendaklah pandai-pandai menjaga dan memelihara barang-barang atau sarana dan prasarana tetap tahan lama, dan itu dapat menghimat biaya. Yang tadinya untuk biaya perbaikan, namu barang-barang masi layak, maka dana tersebut  bisa dialokasikan untuk kepentingan yang lain.
        Bagi sarana dan prasaran yang tidak layak pakai, dilakaukan perbaikan, sehingga sarana dan prasarana dapat dipergunakan kembali dan memiliki daya pakai yang lebih lama. Demi kelanacaran dan tertibnya pelaksanaan dan pemeliharaan serta rehabilitasi barang-barang inventaris tersebut ditunjuk petugas pelaksana khusus atau setidak-tidaknya petugas penanggung jawab.

Lingkungan dalam pendidikan islam
 Berbicara lingkungan dalam konteks pendidikan maka tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan kihajar dewantara dengan penamaan tripusat pendidikan. ki hajar dewantara mengatakan bahwa pendidikanberlangsung dalam tripusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. jika dikaitkan denganlingkungan pendidikan dalam perspektif Islam, maka ada beberapa konsep yang dilahirkan baik itu dari Al-Quran itu sendiri, Nabi Muhammad maupun dari para cendikiawan muslim. 

1)

Lingkungan Keluarga
 Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keluarga akan terjadi proses pendidikan, maka keluarga memilkitanggung jawab dan peran yang besar dalam pendidikan anak-anaknya. orang tua pada lingkungan ini menjadipendidik dan anak menjadi peserta didik.Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi manusia. Anakmerupakan amanah yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke dunia,seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu kedua orang tuanyalah yang memegangperanan penting pada perkembangan berikutnya, apakah keduanya akan mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya, ataukah malah merusak dan mengotorinya. Dari Riwayat Abu Hurairah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
……………………………………
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan „fitrah‟. Namun, kedua orang tuanya (mewakili lingkungan) mungkin dapat
menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhori dan Muslim)

Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertasputih bersih yang siap untuk dituliskan apapun di atasnya. Jika kedua orang tuanya membiasakannya padakebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika keduanya membiasakannya padakeburukan, maka dia pun akan tumbuh menjadi buruk pula.Dalam ajaran-ajaran Al-Quran, banyak sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan lingkungankhusunya lingkungan keluarga ini. Al- Quran telah mewanti-wanti agar keluarga memperhatikan pendidikan bagianaknya supaya anaknya terhindar dari kelemahan baik lemah jasmani maupun rohani baik fisik maupun psikissebagimana intisari dari Al-Quran surat ayat. demikian pula Al-Quran memerintahkan agar menjaga keluargadari api neraka sebagaimana yang di sebutkan dalam Al-Quran surat ayat At-Tahrim (66) ayat 6. 

 Artinya: “Hai orang
-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahanbakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakaiAllah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahrim [66]:6)

Dalam membentuk lingkungan keluarga yang kondusif, al-Quran menyebutkan agar keluarga membinasegala sesuatunya dengan penuh rasa kasih sayang dan ketenangan sebagaimana tertera dalam Al-quran suratrum (20) ayat 2 yang artinya 

 Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismusendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasihdan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yangberfikir.
(Q.S. ar-Rum/30: 21) 
2)

Lingkungan Sekolah
 Lingkungan sekolah merupakan lingkungan tempat peserta didik menyerap nilai-nilai akademik
termasuk bersosialisasi dengan guru dan teman sekolah. mengenai hal ini Zarnuzi penulis buku ta‟limulmuta‟allim memberikan arahan tentang guru dan teman. menurut Zarnuzi, Idealnya seorang guru memiliki sifat„alim wara‟ dan lebih
tua. Fungsi masjid menurut faham kaum muslimin di masa-masa permulaan Islam adalah amat luas. Mereka telahmenjadikan masjid untuk tempat beribadat, memberi pelajaran, tempat peradilan, tentara berkumpul, danmenerima duta-duta dari luar negeri. Di antara yang mendorong mereka untuk mendirikan masjid ialah

keyakinan bahwa rumah mereka tak cukup luas untuk beribadat bersama dan mengadakan suatumajelis. 
 Hal ini sejalan dengan ayat al-Quran :

Artinya:
“Janganlah kamu bersembahyang 
dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya mesjid yangdidirikan atas dasar taqwa , sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bers
ih.(QS at-Taubah 108)Dalam konteks sekarang, masjid adalah sekolah. Lingkungan sekolah dalam kaitannya denganpembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan lingkungankeluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuanpemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehinggamanusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankannaluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.Demikian pula anak di sekolah tidak akan lepas dari pergaulan dengan teman sebayanya. dalam hal iniZarnuzi menyarankan agar memilih teman tidak sembarangan. hendaknya teman itu memiliki sifat yang tekun
belajar, wara‟ dan berwatak istiqomah karena hal itu secara langsung maupun tidak langsung akan saling
mempengaruhi. teman yang satu akan terpengaruh dengan teman yang lainnya. sebagiman diungkapkanZarnuzi dalam syairnya: Janganlah bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. karena biasanya orangitu mengikuti temannya. kalau temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. dan bila berlaku baik makabertemanlah dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk. 
3)

lingkungan masyarakat
 Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka lingkungan masyarakat merupakan faktorketiga yang memengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada tahap yanglebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat konsep-konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuatmanusia berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah dan pandangan hidupkelompok masing-masing. Di antara ideologi-ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogiagama ini direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku keberagamaan seseorang akansemakin mantap dan kokohLingkungan masyarakat memilki peran penting dalam pendidikan, bagaimanapun peserta didik hidup dilingkungan masyarakat sehingga pola prilaku dan gayanya akan dipengaruhi oleh masyarakat. masyarakat yangbaik akan membentuk pola peserta didik yang baik pula. peran masyarakat sangat besar pengaruhnya karenaanak tinggal lama di masyarakat. oleh karena itu maka masyarakat harus mengambil bagian dari proses belajardi sekolah dan memindahkannya di masyarakat agar pendidikan tidak hanya di sekolah, dengan demikian makaprinsip long life education akan tercipta. Hendaknya masyarakat dijadikan tempat penimbaan ilmu. Masyarakatdapat menyediakan akses pendidikan non formal seperti pesantren, kursus-kursus dan lain sebagainya yangdapat memacu dan menumbuh kembangkan potensi warganya terutama anak-anak. 

Dalam pandangan Islam, masyarakat hendaknya didesain agar menjadi masyarakat yang madani yangterhindar dari kejahiliyahan. Madani dapat diartikan maju dalam peradaban, memilki tata nilai islami dan tidaktertinggal sedangkan jahiliyah identik dengan kebodohan, kegelapan dan penuh dengan hidup paganism dankemusyrikan. oleh karena itu masyarakat islam harus dapat menunjukan identitasnya yang dilandasi dengannilai
rahmatan lil ‘alamin