Senin, 21 November 2016

KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Oleh 
Yudi Imansyah
Email   yudiimansyah81@gmail.com

BAB I
PENDAHULUAN

a.       Latar Belakang
Dewasa ini pendidikan telah merebak hingga dipelosok negeri, namun memang tidak semua telah merasakan apa itu pendidikan. Pembangunan infrastruktur sekolah yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta semakin membantu perkembangan pendidikan, bahkan dikota-kota besar semakin banyak bermunculan sekolah-sekolah baik negeri maupun  swasta. Pembangunan infrastruktur yang pesat juga harus diimbangi oleh terpenuhinya kualitas sumber daya manusia yang ada. Sumber daya manusia yang dimaksud dapat meliputi komponen-komponen pendidikan yaitu guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, peserta didik, dan lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi.
             Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu peran serta seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia.  Berdasarkan data hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28 Oktober, 2005),[1] menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 113 dari 177 negara didunia. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia berdasarkan hasil survei UNDP  tersebut sebagai akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan karena itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional sesuai dengan amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu mengarah pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.
             Perbaikan mutu pendidikan harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikannya. Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan awal dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini berusaha membahas mengenai mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu terpadu.
b.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah definisi mutu dan perbedaanya menurut beberapa ahli?
2.      Bagaimanakah karakteristik mutu pendidikan
3.      Bagaimanakah pendekatan manajemen mutu terpadu?
4.      apakah kendala kendala  mutu?
5.      Bagaimanakah pemecahan masalah mutu?

c.       Tujuan Penulisan
1.        Menjelaskan definisi mutu dan perbedaaannya menurut beberapa ahli.
2.             Menjelaskan karakteristik mutu pendidikan
3.             Menjelaskan mengenai pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM)
4.             Menjelaskan mengenai kendala-kendala mutu.
5.             Menjelaskan beberapa pemecahan masalah mutu.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi kebijakan dan Manajemen Mutu
Menurut Poerwadarminta (1984)dalam Rusdiana, 2015., kebijakan berasal dari kata bijak, yang artinya pandai, mahir, selalu menggunakan akal budi. Dengan demikian, kebijakan adalah kepandaian atau kemahiran. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi, dan sebagainnya sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam pencapaian sasaran.
Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan, yaitu kebijaksanaan adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, sifatnya mengikat kepada siapapun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Adapun kebijakan atau wisdom adalah ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.
       Beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, dan Prof. Dr. Hj. Nurhayati B, M. Pd, dalam bukunya Manajemen Mutu Pendidikan (2010:84) menurut para ahli yaitu:[2]
1.    Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
2.    Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
3.    Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
4.    Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan.
5.    Garvi dan Davis (1994) menyatakan mutu ialah suatu kondisi yang berhubungan dengan produk , tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
Dari beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh para ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.

B.    Perbedaan Konsep Mutu
            
Konsep mutu yang paling populer dikeluarkan oleh Juran, Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu menurut ketiga ahli tersebut meliputi:[3]

Tabel 1. Perbedaan Mutu menurut Deming, Juran dan Crosby
No
               Aspek
Deming
Juran
Crosby
1
Definisi
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan  pada   biaya yang rendah sesuai pasar.
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
Sesuai persyaratan.
2
Tanggung jawab manajemen senior
94% atas masalah mutu.
Kurang dari 20% karena  masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja.
100%
3
Standar pres-tasi/motivasi
Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk me-ngukur mutu  di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting.
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna.
Kerusakan nol (Zero Defect)
4
Pendekatan umum
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal.
Manusiawi.
Pencegahan bukan pengawasan
5
Cara memperbaiki mutu
14 butir
10 butir
14 butir
6
Kontrol proses statistik (SPC)
Harus digunakan
Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan   Total Driven Approach.
Menolak
7
Basis perbaikan
Terus-menerus mengurangi penyimpangan.
Pendekatan   ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan.
Proses bukan  program, tujuan perbaikan.
8
Kerja sama tim
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan.
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
9
Biaya mutu
Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus.
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal.
Mutu gratis.
Pembelian dan  barang  yang diterima
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
10
Penilaian pemasok
Tidak, kritik atas banyaknya sistem.
Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
-
11
Hanya    satu sumber   penyedia
Ya
Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.
-

C.    Karakteristik Mutu
           
Menurut Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini[4]:
1.    Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasanmeyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaranlengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
2.    Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.
3.    Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolahfavorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentubertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
4.    Daya tahan (durability): tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
5.    .Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.
6.    Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
7.    Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
8.    Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
9.    Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
10. Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
11. Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12. Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
13. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu. 
Mutu meliputi: 1) mutu produk, 2) mutu biaya, 3) mutu penyerahan, 4) mutu keselamatan, dan 5) mutu semangat / moril. Secara sederhana mutu memiliki karakteristik: 1) spesifikasi, 2) jumlah, 3) harga, dan 4) ketepatan waktu penyerahan. 

D.   Definisi dan Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
1.  Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
           
Beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut para ahli yaitu:[5]
1.    Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
2.    Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
3.    Menurut West – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.

2.  Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
       Goetsch dan Davis (1994) mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:[6]
1.    Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2.    Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3.    Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4.    Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5.    Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6.    Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7.    Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
8.    Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9.    Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti1
E.      Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
              Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan
mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu:
                 Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
                  Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.  Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu[7]:
1.    Kendala mutu pendidikan secara umum
a.    Desain kurikulum yang lemah,
b.    Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
c.    Lingkungan kerja yang buruk,
d.    Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e.    Jadwal kerja yang serampangan,
f.     Sumber daya yang kurang, dan
g.    Pengembangan staf yang tidak memadai.

2.    Kendala mutu pendidikan secara khusus
a.    Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati
b. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c.  Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d.  Kurangnya motivasi,
e.    Kegagalan komunikasi, dan
f.     Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.
        
Selain hal-hal di atas beberapa faktor lainya  yang  menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
1.       kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yangberorientaspadkeluaraatahasipendidikaterlalmemusatkapad
masukan dan kurang memperhatikan prosespendidikan.
2.      penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik.Hal inmenyebabkatingginyketergantungakepadkeputusabirokrasdaseringkalkebijakapusaterlalumudakuranmenyentuatakuransesuadengasituasdakondissekolahsetempatDsampinitsegalsesuatyanterlaldiatumenyebabkapenyelenggarsekolakehilangakemandirianinsiatifdakreativitasHatersebumenyebabkausahdadayuntumengembangkaatameningkatkamutu layanan dankeluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3.      peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalampenyeleng- garaan pendidikan selama ini hanya terbatas padadukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
 Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk menangani hal-hal  tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas.
             Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuahorganisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitarmanajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah[8]:
1.      ki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuatsiswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
2.      Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
3.      Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidangpendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulanganumum ataupun ujian akhir, tetai dilakukan setiap saat selama prosesbelajar mengajar berlangsung.
Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teoriteori kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management danlainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukanpimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test bisa dilakukandalam pengambilan keputusan :
·       Melakukan “hearing didepan tim, yaitu menyampaikan program,visi dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.
·       Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesainsedemikian rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapatmenyangkut integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas,keahlian.
·       Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon KepalaSekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Kebohongan atakekayaaini dapamengakibatkan pemecatan (impeachmant).
·           Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisienterhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalamrekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasildan kinerja.
·           Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernahbercerai. Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadiperceraian. Kemudian menyangkut masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
  • Tim seleksi melakukan investigasi   dan melacak semuakebenaran informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis.Apabila calon-calon tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah melakukan investigasi ternyataterdapat kebohongan-kebohongan, tentu saja yang bersangkutantidak dapat terpilih sebagai pimpinan.
4.      Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya BerdasarkanBiaya
        Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biayapendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan muridpada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolahtersebut melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidakterjamin dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lainpada sistem tersebut.

5.    Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswamendapatkan nilai yang baik.
6.    Kembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
 Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagisemua anggota staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulahguru dan administratomengembangkakeahliasesuayandiperlukabagi peningkatan profesionalitas.

7.    KembaNgkan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinanadalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompokdengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkanpemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan,ketudan sebagainya.Secara umum, pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu:
1.      Menetapkan suatu dewan kualitas.
2.      Menetapkan kebijaksanaan kualitas.
3.       Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.
4.      Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.
5.      Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.
6.       Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab padamanajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.
7.      Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.
8.      Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalamperbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204).
          Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa.Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkansiswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar memiliDalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh Sementara itu, bagi kalangan follower/pengikut/bawahan seperti guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut : (1) Mendukungprogram-program pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran. (4) Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6) Kecukupan sumber daya (kuantitas). (7) Memiliki koordinasi eksternal.
          Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan,maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan mengontrol Variabel situasi,yaitu seperangkat keadaan atau kondisi yang harus dikelola dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1) kekuatan posisi, (2) keadaan bawahan, (3) tugas dan kemampuan menggunakan teknologi, (4) strukturorganisasi, (5) keadaan lingkungan lembaga (fisik dan non-fisik), (6)ketergantungan eksternal, (7) kekuatan sosial politik, (8) rasa aman dan demokratis. Keseluruhan proses interaksi kepemimpinan antara pemimpin, yang dipimpin dan situasi, ditujukan untuk mencapai variabel hasil akhiryaitu: (1) Kepuasan pelanggan. (2) Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. dan(4) kepuasan seluruh personil lembaga dan stakeholders.
 
8.    Hilangkan Rasa Takut.
       Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampumengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahalitu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Olehkarena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan   sistem imbalan dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnyamotivasi internal dari siswa masing-masing.

9.             Pecahkan Hambatan di antara Area Staf
Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas.Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok.Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
10. Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
         Perbaikan secarberkesinambungan sebagai sasaraumum harusmenggantikan simbol-simbol kerja.
11. Hilangkan Kuota Numerik
        Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah seringkali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalberpatokapadtargedapamenimbulkan salaarauntukpengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokuspada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.
12. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas  Keberhasilan Kerja
        Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswaAdanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswabertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
13. Lembagakan Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
        Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsungterhadap kualitas belajar siswa. Manajer harus menjadi”lead manager” bukan “boss manager”. Seorang “leadmanager” akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusahamengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untukmelakukan pekerjaan yang berkualitas.



14. Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata
          Proses manajemen pendidikan akan tercermin dalam sebuah organisasi pendidikan. Upaya lain dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya didalam lembaga pendidikan sesuai dengan Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmenengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolahdengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengansekolah secara langsungdalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapaitujuan pendidikan nasional.
          Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki karakteristik Apabilamanajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, makaMBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciriciri MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia(SDM), proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambar- kan dalam tabel berikut:[9]



Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS
Organisasi Sekolah
Proses Belajar mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya dan
Administrasi
Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan transformasional * dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan siswa
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dengan kebutuhan
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat
Memiliki staf dengan
wawasan MBS
Mengelola dana sekolah secara efektif dan efisien
Mengelola kegiatan
operasional sekolah
Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
Menyediakan dukungan administratif
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
Mengelola  dan memelihara gedung dan sarana
Menggerakkan partisipasi masyarakat
Berperanserta dalam memotivasi siswa
Menyelenggarakan forum /diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah
Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah


Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service for Student, Department of Education, Queensland, Australia*)

 Melalui Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui lembaga sekolah. Beberapa hal yang diharapkan melalui penerapan MBS ini ialah[10]:
1.      Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
2.       Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
3.      Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
4.       Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
           Peningkatan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up
             Dalam kaitan tersebut[11], maka pengawasan di sekolah perlu lebih menekankan pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan kesesuaian dengan standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada gambar 1)  yang kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan trigger utamanya adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan supervisi akademik, untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala sekolah melakukan hal tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan melalui implementasi MBS.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
             Walaupun perkembangan TQM berasal dari dunia bisnis, namun konsep ini juga dapat diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan atau biasa disebut TQE (Total Quality Education). Berbagai upaya perbaikan dalam manajemen sekolah menjadi titik awal dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. TQE di indonesia diterjemahkan dengan mengadopsi model manajemen berbasis sekolah.
             Mutu pendidikan memang hal yang sangat krusial dalam pembangunan sebuah negara disamping kesehatan dan ekonomi masyarakatnya. Karena dengan pendidikan dapat menciptakan sumber daya – sumber daya yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Untuk memajukan pendidikan peranan sekolah haruslah memenuhi standar mutu yang diharapkan bagi masyarakat. Maka tidak heran saat ini terdapat berbagai macam pilihan sekolah seperti sekolah standar nasional,reguler,standar internasional dan lainnya.  Masyarakat dapat memilih pendidikan mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
             Peningkatan mutu pendidikan secara khusus berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia   . Kualitas sumber daya akan dipengaruhi oleh input, proses dan output pendidikan. Sehingga perlu adanya kesinergian antara ketiga hal tersebut. Mutu Pendidikan akan dapat baik jika baik organisasi pendidikan maupun pemerintah telah mampu menerapkan manajemen yang tepat dalam pelaksanaannya. Sehingga tidak ada kelemahan baik itu dalam hal kurikulum, sarana prasarana, proses pembelajaran, dan kualitas sumber daya manusianya. Mutu Pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif dari para penyelenggara pendidikan.
                    




Daftar Pustaka

Depdiknas. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah. www.mgp-be.depdiknas.go.id. Diakses dari alamat www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/ publikasi/m01u02a.pdf.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses 8 September 2010
Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati, Prof. Dr. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta, hal 2
Kristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur, http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20 dengan%20Konsep%20Deming.pdf. diakses tanggal 28 September 2010
M Ihsan Dacholfany M.Ed & Evi Yuzana SKM. 2009. dikutip dari http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/05/15/ manajemen-berbasis-sekolah-mbs/. Diakses tanggal 20 September 2010.
Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod. Hal. 73
Usman, Husaini, Prof. Dr. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513


Tidak ada komentar:

Posting Komentar