Framework
for Education Policy Analysis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Analisis
kebijakan adalah aktifitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
menciptakan, secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan yang
relevan tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan publik
bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam
upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik
terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta
argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan
pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.
Dalam
analisis kebijakan, kata analisis digunakan dalam pengertian yang paling umum;
termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat dan mencakup tidak hanya
pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah
komponen-komponen tetapi juga perancangan dan sintesis alternatif-alternatif
baru. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk
menjelaskan atau memberikan pandangan-pandangan terhadap isu-isu atau
masalah-masalah yang terantisipasi sampai mengevaluasi suatu program yang
lengkap. Beberapa analisis kebijakan bersifat informal, meliputi tidak lebih
dari proses berfikir yang keras dan cermat, sementara lainnya memerlukan
pengumpulan data yang ekstensif dan penghitungan yang teliti dengan menggunakan
proses matematis yang canggih (E.S. Quade dalam Dunn, 2000).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul
karya ilmiah ini maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
yang dimaksud dengan analisis kebijakan pendidikan?
2. Apakah
yang dimaksud dengan karakteristik kebijakan pendidikan?
3. Bagaimanakah
proses menghasilkan kebijakan pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
Merujuk pada latar belakang dan rumusan
masalah maka penulis memiliki tujuan sebagai berikut
1. Untuk
memahami analisis kebijakan pendidikan?
2. Untuk
mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan?
3. Untuk
memahami bagaimanakah proses menghasilkan kebijakan pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Analisis Kebijakan
Seperti yang dikutip oleh (Syafaruddin, 2008: 75) kebijakan
(policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dalam bahasa Yunani, yaitu
“Polis” yang artinya kota (city). Dapat ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara
dari semua bagian pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka.
Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan
merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga
dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya. Berdasarkan penjelasan di
atas diketahui bahwa pengertian kebijakan merupakan petunjuk dan batasan secara
umum yang menjadi arah dari tindakan yang dilakukan dan aturan yang harus
diikuti oleh para pelaku dan pelaksana kebijakan karena sangat penting bagi
pengolahan dalam mengambil keputusan atas perencanaan yang telah dibuat dan
disepakati bersama. Dengan demikian kebijakan menjadi sarana pemecahan masalah
atas tindakan yang terjadi.
Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan
sering disebut dengan istilah perencanaan pendidikan (educational planning),
rencana induk tentang pendidikan (master plan of education), pengaturan
pendidikan (educational regulation), kebijakan tentang pendidikan (policy of
education) namun istilah-istilah tersebut itu sebenarnya memiliki perbedaan isi
dan cakupan makna dari masing-masing yang ditunjukan oleh istilah tersebut (Arif Rohman, 2009: 107-108).
Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut
(Riant Nugroho, 2008: 37) adalah
sebagai bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik yang berorientasi
di bidang pendidikan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan harus sebangun
dengan kebijakan publik dimana konteks kebijakan publik secara umum, yaitu
kebijakan pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik.
Kebijakan pendidikan di pahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk
mencapai tujuan pembangunan Negara Bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah
satu bagian dari tujuan pembangunan Negara Bangsa secara keseluruhan.
Berdasarkan beberapa pandapat mengenai
kebijakan pendidikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kebijakan
pendidikan merupakan suatu sikap dan tindakan yang di ambil seseorang atau
dengan kesepakatan kelompok pembuat kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi
masalah atau suatu persoalan dalam dunia pendidikan.
Analisis kebijakan merupakan suatu
prosedur berfikir yang sudah lama
dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia. Menurut Duncan MacRae (1976)
analisis kebijakan adalah sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan argumentasi rasional dengan menggunakan fakta-fakta untuk
menjelaskan, menilai, dan membuahkan pemikiran dalam rangka upaya
memecahkan masalah publik. Lebih lanjut,
Suryadi dan Tilaar menegaskan bahwa
analisis kebijakan adalah sebagai
suatu cara atau prosedur dalam
menggunakan pemahaman manusia terhadap dan untuk pemecahan masalah kebijakan.
Definisi kerja analisis kebijakan
menurut Dunn ialah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan metode
inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan
informasi kebijakan yang sesuai dalam suatu proses pengambilan keputusan yang
bersifat politis dalam rangka memecahkan masalah kebijakan. Berdasakan definisi di atas ada empat hal
yang terkandung dalam definisi tersebut:
1. Sebagai
ilmu sosial terapan, artinya suatu hasil nyata dari suatu misi ilmu
pengetahuan yang terlahir dari gerakan
profesionalisme ilmu-ilmu sosial.
2. Menghasilkan
dan mendayagunakan informasi, ialah suatu bagian dari kegiatan analisis
kebijakan yaitu pengumpulan, pengolahan, dan pendayagunaan data agar menjadi
masukan yang berguna bagi para pembuat keputusan.
3. Menggunakan
“metode inquiri” dan argumentasi berganda, ialah penggunaan jenis-jenis metode
dan teknik dalam analisis kebijakan seperti
metode yang sifatnya deskriftif, metode yang sifatnya preskriftif,
metode yang bersifat kuantitatif dan yang bersifat kualitatif. Penggunaan
metode tersebut sangat tergantung pada sifat isu kebijakan yang sedang
disoroti.
4. Pengambilan
keputusan yang bersifat politis, ialah suatu proses pendayagunaan informasi
didalam proses pembuatan kebijakan publik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
dikatakan bahwa analisis kebijakan pendidikan adalah prosedur untuk
menghasilkan informasi kependidikan, dengan menggunakan data sebagai salah
satu masukan bagi perumusan beberapa
alternatif kebijakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam
rangka memecahkan masalah kependidikan.
B.
Karakteristik
Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik
yang khusus, yakni:
1. Memiliki
Tujuan Pendidikan.
Kebijakan
pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki
tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada
pendidikan.
2. Memenuhi
Aspek Legal Formal.
Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi
agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah
wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai
dengan hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat
dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
3. Memiliki Konsep Operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah
panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar
dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas
pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan
pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat
Oleh Yang Berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat
oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak
sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar
pendidikan. Para administrator
pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan
langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat
Dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya
tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik,
maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka
harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
6. Memiliki
Sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan
sebuah sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun
dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu
sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya
kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara
eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya;
kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya
atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber
daya lokal.
C. Kerangka Kerja
Analisis Kebijakan Pendidikan
Pada dasarnya analisis
kebijakan merupakan penerapan ilmu sosial yang menggunakan pemikiran dan bukti
untuk menjelaskan, menilai dan memecahkan masalah-masalah yang menyangkut
masyarakat luas. Untuk menghasilkan argumen yang rasional seorang analis
memerlukan prosedur analisis, dimana logika dan pembuktian empirik merupakan
wahana yang sangat penting.
1. Informasi Kebijakan
Ada tiga macam
informasi yang harus dihasilkan, yaitu informasi tentang (a) nilai (bagaimana
nilai yang terkandung dalam kebijakan itu), (b) fakta (apakah hal itu ada) dan
(c) perbuatan (apa yang harus dilakukan).
2. Metode
Perolehan Informasi
Dalam analisis
kebijakan, prosedur analitik berhubungan dengan empat metode, yaitu (a)
pemonitoran, (b) peramalan, (c) penilaian, dan (d) pemberian rekomendasi.
Disamping itu ada dua metode yang tidak dapat digolongkan ke dalam empat metode
itu, yaitu (e) penstrukturan masalah (problem structuring), yaitu suatu fase dalam
proses analisis dimana analis mulai merasakan adanya sesuatu yang “mengganggu”
situasi atau suasana, dan (f) inferensi praktis, yaitu pengambilan keputusan
tentang sampai seberapa jauh masalah kebijakan itu telah dipecahkan.
3. Argumentasi Kebijakan
Karena kebijakan
menyangkut usaha untuk „meyakinkan‟ masyarakat umum tentang manfaat kebijakan,
maka informasi kebijakan sebagian diubah menjadi argumentasi tentang kebijakan.
Elemen argumentasi kebijakan antar lain; (a) informasi yang relevan dengan
kebijakan, (b) klaim kebijakaan, yaitu kesimpulan dari argumentasi kebijakan,
(c) pembenaran, dapat berupa otoritatif, intuitif, analisentrik, sebab akibat,
programatik atau penilaian, (d) pendukung, yaitu untuk membela pembenaran,
dapat berbentuk formula ilmiah, usulan kepada ahli bidang, prinsip moral dan
etis, (e) bukti, merupakan kesimpulan, asumsi atau argumen kedua apabila klaim
kebijakan tidak diterima atau diterima dengan prasyarat, (f) kriteria, yaitu
menyatukan pada tingkat mana analisis yakin tentang klaim kebijakan.
4. Bentuk Analisis Kebijakan
Tiga bentuk analisis
kebijakan, yaitu (a) prospektif, melibatkan produksi dan transformasi informasi
sebelum pelaksanaan kebijakan dimulai dan dilaksanakan, (b) retrospektif,
merupakan usaha memproduksi dan mentransformasikan informasi sesudah kebijakan
dilakukan, (c) integratif, adalah analisis yang lebih komprehensif yang
mengkombinasikan analisis prospektif dan restrospektif.
D.
Proses Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis kebijakan dapat dilakukan pada
setiap fase proses kebijakan. Ada enam fase dalam proses kebijakan , yaitu
inisiasi, estimasi, seleksi, implementasi, evaluasi dan terminasi.
1.
Inisiasi
Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan
timbul. Pada saat itu berbagai cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi
beban atau meringankan akibat masalah itu dapat dipikirkan secara tepat dan
tentatif. Sudah barang tentu dalam fase ini mungkin sekali perumusan masalah
tidak tepat, namun demikian dalam fase ini yang penting adalah mendapatkan “rasa‟
apakah memang diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk merumuskan permasalahan,
karena pemikiran lebih lanjut ini akan memerlukan sumber (tenaga, waktu,
pikiran). Fase inisiasi juga menunjuk kepada kegiatan inovatif untuk
mengkonseptualisasi dan membuat kerangka tentang masalah secara kasar,
mengumpulkan informasi untuk melihat secara kasar kebijakan yag perlu diambil
dan kemudian mulai mengancar-ancar pilihan kebijakan yang mungkin paling tepat.
2.
Estimasi
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan
dari alternatif yang dipikirkan. Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara
ilmiah, empirik dan proyektif untuk melihat konsekuensi apa yang akan timbul
sebagai akibat pilihan kebijakan itu. Penekanan juga diberikan terhadap
penilaian tentang keluaran yang diharapkan dengan bantuan berbagai pendekatan
teknis. Kebenaran yang bersifat normatif seringkali tidak dinilai secara tuntas
karena terbatasnya alat atau metode untuk hal tersebut.
3.
Seleksi
Seleksi menunjuk kepada kenyataan bahwa pada akhirnya seseorang
harus membuat keputusan. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk merumuskan
masalah dan menilai alternatif di atas, maka pilihan kebijakan harus dibuat.
Keputusan jarang dibuat hanya berdasarkan kalkulasi dan perkiraan teknis,
tetapi banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, misalnya dari pihak-pihak
yang terlibat dan mempunyai tujuan yang berbeda mengenai informasi ideologis,
moral serta kerangka acuan penentu kebijakan. Seringkali keputusan yang dibuat
adalah untuk tidak membuat keputusan.
4.
Implementasi
Dalam implementasi, yaitu pelaksanaaan dari “option‟ yang
dipilih. Implementasi merupakan kesempatan pertama yang memvalidasikan
alternatif yang dipilih dengan realitas. Sebelum implementasi tahap- tahap yang
diambil masih dalam bentuk harapan, imajinasi, dan penalaran, sedang dalam
implementasi hal tersebut secara nyata dilakukan, sambil memberikan balikan
kepada penentu kebijakan.
5.
Evaluasi
Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam
fase inisiasi dan estimasi sifat kegiatan adalah antisipatif dan dalam fase
seleksi bersifat kekinian. Implementasi merupakan kesempatan untuk
mentransformasikan sesuatu hal yang potensial ke dalam realitas dan evaluasi
melihat perbedaan antara keduanya. Evaluasi berusaha menjawab pertanyaan
seperti kebijakan mana yang sukses dan manayang gagal, bagaimana unjuk kerja
dapat diukur serta kriteria apa yangdigunakan untuk mengukurnya.
6.
Terminasi
Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak
fungsional, tidak perlu, berlebihan atau tidak lagi cocok dengan keadaan. Ini
merupakan fase yang belum banyak dibahas secara ilmiah.
Proses kebijakan mulai dari inisiasi sampai terminasi merupakan
proses yang tidak sederhana. Proses ini melibatkan perilaku individual,
perilaku kelompok dan masyarakat dalam suatu konteks iklim psikologis dan
lingkungan yang variabelnya sangat banyak. Analisis tentang perilaku kebijakan
merupakan usaha untuk memahami perilaku itu, dan sekaligus mengkaji wahana yang
memungkinkan prilaku itu dapat lebih menunjang pencapaian keluaran kebijakan
dengan lebih baik. Keluaran yang dimakusd demikian luasnya karena menyangkut
aspek interaksi proses sosial yang hasilnya mempunyai spektrum yang luas pula
E. Proses
Menghasilkan Pilihan Kebijakan
1. Mode
Sistem
Pembentukan
pilihan di bawah mode ini adalah proses yang cukup rumit induksi. Jika
berdasarkan data saja, sejumlah besar pilihan dapat dihasilkan agar sesuai
dengan yang berbeda 'kodrat' dari sektor dan konteksnya. Pada ekstrim, induksi
intelektual berusaha untuk mengantisipasi semua hasil kebijakan mungkin dengan
memikirkan semua kontinjensi mungkin. Ini kemudian mulai mengidentifikasi
pilihan yang optimal atau setidaknya efisien. Namun, berbagai kendala
intelektual, politik, sosial dan profesional membatasi berbagai pilihan kebijakan.
Selain itu, pilihan dapat diberikan bobot dan prioritas yang berbeda tergantung
pada yang dirasakan pentingnya isu sektoral, kekuatan relatif dari kelompok
kepentingan, dan kemungkinan kombinasi pilihan yang berbeda.
Beberapa
pilihan kebijakan dapat dikenai siklus mikro identifikasi masalah: perumusan
kebijakan modifikasi verifikasi atau retensi. Ini adalah campuran induksi dan
interaksi berurutan. Eksperimen atau pilot studi pendekatan menambahkan masukan
ke dalam data base dan ke 'bobot' dari pilihan kebijakan.
2. Mode
Inkremental
Setelah
masalah dalam sistem pendidikan diakui, maka solusi sering dipaksakan sistem.
Hal ini terutama mungkin terjadi ketika ada debat publik tentang masalah.
Mengingat minat luas dan diskusi, sistem pendidikan dipaksa untuk melakukan
sesuatu untuk mempertahankan legitimasinya. Rasa mendesak memerlukan respon
yang cepat. Karena masalah kemungkinan akan berada dalam satu segmen tertentu
dari sistem, maka masalah adalah bagaimana merumuskan kebijakan untuk
menyesuaikan sistem dengan respon. Hal ini kadang-kadang disebut 'bertindak'
pendekatan dimana pembuat kebijakan berusaha untuk menyesuaikan kesulitan hadir
bukan untuk mengantisipasi yang akan datang, sehingga meningkatkan perbaikan
inkremental.
3. Mode
Ad hoc
Kadang-kadang
masalahnya adalah di luar sistem pendidikan. Ini mungkin tidak menjadi masalah
tetapi munculnya elit baru atau peristiwa politik besar yang mengharuskan bahwa
sistem pendidikan membuat beberapa penyesuaian atau perubahan. Berikut
kebijakan mungkin tidak memiliki dasar rasional dalam sektor pendidikan.
4. Mode
Impor
Ada banyak inovasi dan mode dalam sistem pendidikan di
seluruh dunia. Ini dapat menjadi sumber pilihan kebijakan dipertimbangkan.
spesialis asing, beroperasi sebagai konsultan bagi badan-badan internasional,
dapat memberikan stimulus untuk mode ini. Namun, kebijakan tertentu yang diterapkan di tempat lain
dapat diimpor berhasil hanya jika memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok tertentu
dalam masyarakat, yaitu jika ada importir.
F. Evaluasi
Pilihan Kebijakan
Pilihan
kebijakan dapat dievaluasi hanya jika skenario alternatif dikembangkan untuk
memungkinkan estimasi dari implikasi kemungkinan opsi dipertimbangkan. Situasi
imajiner yang akan dibuat jika pilihan kebijakan yang diterapkan dibandingkan
dengan situasi sekarang, dan skenario transisi dari yang ada untuk kasus
imajiner dievaluasi dalam hal keinginan, keterjangkauan, dan kelayakan.
1. Keinginan
Ini melibatkan
tiga dimensi:
a. Dampak pilihan
pada berbagai kelompok kepentingan atau stakeholder: siapa yang akan
mendapatkan keuntungan? yang mungkin merasa terancam? bagaimana mungkin
pecundang potensi dikompensasikan? apa yang akan membuat pilihan yang
diinginkan untuk semua pemangku kepentingan?
b. Kompatibilitas
dengan ideologi dominan dan target pertumbuhan ekonomi diartikulasikan dalam
rencana pembangunan nasional;
c. Dalam beberapa
kasus, dampak dari pilihan kebijakan pembangunan politik dan stabilitas.
2. Keterjangkauan
Biaya fiskal
perubahan serta biaya sosial dan politik perlu dievaluasi. Sulitnya membuat
estimasi ini terletak pada kemampuan untuk memprediksi tren masa depan,
termasuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat penting karena pengeluaran
pendidikan lebih rentan terhadap perubahan situasi ekonomi dan tujuan politik
daripada beberapa jenis lain dari belanja publik. Oleh karena itu, skenario
ekonomi alternatif perlu dipertimbangkan. Selanjutnya, biaya pribadi (akan
reformasi membutuhkan konsumen untuk berbagi biaya, dan jika demikian apa yang
terjadi pada kelompok miskin?), Biaya kesempatan (ada langkah-langkah lain yang
mungkin bermanfaat bagi sistem pendidik-tion, tetapi akan harus foregone untuk
membayar proposal saat ini?) dan biaya politik (jika opsi nikmat satu kelompok
atas yang lain, adalah pemerintah bersedia membayar biaya politik?) juga harus
ditimbang.
3. Kemungkinan
Lain dan
sangat berbeda dari implikasi adalah ketersediaan sumber daya manusia untuk
melaksanakan perubahan. sumber daya fiskal yang mudah untuk menghitung. Lebih
sulit adalah estimasi apa tingkat pelatihan diperlukan guru (yang lebih canggih
program saya dan / atau teknologi yang terlibat, semakin terlatih orang-nel
perlu) dan apakah ada cukup tenaga untuk mengimplementasikan-ment pilihan kebijakan.
Di banyak negara berkembang, sangat personel trai-ned mungkin dalam pasokan
pendek. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah mereka dapat diimpor
atau dilatih dan berapa biaya. Sama pentingnya adalah adanya budaya kelembagaan
(norma, prosedur, lingkungan) yang diperlukan untuk menarik, mempertahankan,
dan efektif memanfaatkan tenaga terlatih dalam mengubah kebijakan menjadi
rencana dan program yang dilaksanakan. unsur lain dalam kalkulus kelayakan
adalah waktu. Kebanyakan penelitian proyek pendidikan menunjukkan bahwa ada
sering overruns waktu dalam pelaksanaannya. perkiraan yang lebih realistis
waktu perlu dibuat dan hanya dapat dilakukan oleh penilaian hati-hati dari
kemampuan pelaksanaan dan pengalaman.
Isu
keberlanjutan harus tarif mencolok apabila memenuhi kriteria di atas
diterapkan. inisiatif pendidikan harus dipertahankan secara politik dan
finansial selama periode waktu yang panjang untuk mencapai hasil. Untuk
memastikan bahwa, implikasi jangka panjang dari pilihan kebijakan harus ditimbang
dalam kebijakan sektoral secara keseluruhan, dirinya tertanam dalam kerangka
makro yang hati-hati, dan konsisten dengan aspirasi nasional jangka panjang.
G. Membuat
Keputusan Kebijakan
Jarang akan
keputusan kebijakan menjadi konsekuensi dianggap evaluasi dan tahap sebelumnya
dari proses pengambilan keputusan puncak dari suatu proses di mana semua
informasi yang relevan dengan keputusan itu dikumpulkan dan dianalisis secara
cermat sehingga kebijakan yang benar-benar optimal mungkin dirancang dan
dipilih. Berbagai konflik kepentingan dan rasionalitas mengharuskan kebijakan
yang dipilih insinyur pengorbanan di antara kepentingan-kepentingan ini.
Kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak optimal untuk setiap kelompok
kepentingan tunggal, tetapi seperti hasil tawar-menawar diperlukan untuk
memiliki dasar yang luas dari dukungan politik yang akan diperlukan untuk
mengambil kebijakan dari papan gambar untuk implementasi.
H. Implementasi
Kebijakan Perencanaan
Setelah
kebijakan telah dipilih, perencanaan untuk implementasi kebijakan harus dimulai
segera. Meskipun banyak pekerjaan yang harus dilakukan selama tahap ini dapat
didasarkan pada evaluasi dilakukan untuk membuat keputusan kebijakan,
perencanaan untuk pelaksanaan melibatkan konkret absen dalam tahap-tahap awal
dari proses kebijakan.
Apa abstrak
selama tahap evaluasi mulai menjadi beton selama perencanaan. Jadwal untuk
memindahkan orang, benda-benda fisik dan dana harus disusun dengan jelas dan
perhatian terhadap detail yang meninggalkan keraguan mengenai siapa yang akan
melakukan apa, kapan dan bagaimana; sumber daya fisik, sekali isi daftar
hipotetis, harus terletak dan ketersediaan mereka meyakinkan; sumber daya
keuangan, sekali diperuntukkan untuk kemungkinan penggunaan, harus disesuaikan
agar pelaksanaan penundaan minimal; personil yang diperlukan untuk menempatkan
rencana ke dalam tindakan harus dibebaskan dari komitmen lain dan siap untuk
pergi bekerja; pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memandu pelaksanaan
kebijakan harus maste-red oleh mereka yang akan menggunakannya; dan sistem
administrasi di mana kebijakan tersebut akan diarahkan harus jelas terstruktur
dan tegas di tempat.
Ambisius
sebagai tugas ini, ada satu perencanaan tugas yang lebih sulit (dan ini adalah
yang paling sering diabaikan). Ini adalah tugas memobilisasi dukungan politik.
Mobilisasi dukungan politik paling bergema jelas ketika orang berpikir tentang
kebutuhan untuk memastikan bahwa penyedia dan konsumen dari inisiatif
pendidikan baru menerimanya dengan antusias. Rencana harus dikembangkan
sehingga siswa dan keluarga mereka sadar akan tujuan dari sebuah inisiatif
baru, bahwa masyarakat belajar dari manfaat bagi kolektivitas; program untuk
guru, administrator pendidikan dan perwakilan mereka harus sama dikembangkan.
Sejak inisiatif baru biasanya berarti beberapa bentuk pekerjaan re-definisi,
adalah penting bahwa pendidik melihat ini sebagai bermanfaat dan bahwa mereka
yang keberatan dengan perubahan diisolasi. mobilisasi politik juga mungkin
diperlukan untuk memastikan bahwa bahan-bahan untuk pembangunan sekolah yang
tersedia saat dibutuhkan, yang dibutuhkan penyesuaian administrasi kelembagaan
dilakukan, dan, terutama, yang proposal pendanaan disetujui. Salah satu
strategi penting untuk memobilisasi dukungan politik adalah bahwa melibatkan kelompok
dipengaruhi oleh inisiatif baru dalam proses perencanaan. Ini akan membayar
dividen bukan hanya dalam bentuk dukungan ditingkatkan, tetapi, lebih mungkin,
dalam hal desain kebijakan peningkatan.
Sebuah jumlah
yang signifikan dari perencanaan dan bahkan perumusan kebijakan facto de
berlangsung selama pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena, selama pelaksanaan,
berikut ini adalah aturan daripada pengecualian:
1. Situasi yang berkaitan dengan kendala-kendala pelaksanaan
menyebabkan modifikasi kebijakan untuk mengambil tempat;
2. Umpan balik yang diperoleh selama pelaksanaan menyebabkan
penilaian ulang dari aspek keputusan kebijakan dan modifikasi berikutnya oleh
pembuat kebijakan; dan
3. Terjemahan hanya niat kebijakan abstrak ke dalam penyebab
implementasi konkret ulang penilaian dan mendesain ulang. Perubahan ini terjadi
dengan frekuensi besar karena, sayangnya, masalah pelaksanaan sering sangat
diremehkan selama tahap perencanaan kebijakan.
Salah menilai
kemudahan pelaksanaan, mungkin, yang paling sering kesalahan dalam perencanaan
kebijakan. Tidak peduli seberapa dalam berbagai kelompok dipengaruhi oleh
inisiatif baru telah terlibat dalam mengkaji dan membentuk rencana, kekonkritan
hari pertama program baru, sering melemparkan dalam cahaya yang baru. Implementasi
adalah waktu ketika seseorang menemukan bahwa jadwal yang realistis dan bahwa
program yang terlalu ambisius; itu adalah waktu ketika kerusakan akibat inflasi
menyebabkan serikat guru untuk menuntut kenaikan gaji sebelum menggunakan
teks-teks baru; itu adalah waktu ketika orang tua menyimpulkan bahwa
sertifikasi yang ditawarkan oleh program baru mungkin tidak menjamin anak-anak
mereka pekerjaan yang mereka harapkan; dan itu adalah waktu ketika politisi
lokal memutuskan bahwa mereka harus memblokir inisiatif karena akan begitu
sukses bahwa itu akan membuktikan bahwa para politisi di ibukota penyedia lebih
baik dari mereka. masalah seperti sering replay dari isu yang diangkat pada
tahap mengevaluasi pilihan kebijakan atau perencanaan, dan perlu diselesaikan
dengan mengambil pendekatan fleksibel untuk tahap implementasi kebijakan.
Tidak peduli
seberapa baik diantisipasi, implementasi kebijakan selalu membawa beberapa
kejutan. Ini membentuk output kebijakan, kadang-kadang dengan cara yang
penting. Salah satu cara untuk menggunakan kejutan tersebut untuk meningkatkan
hasil kebijakan adalah untuk merancang pelaksanaan secara bertahap. Jika
masalah tak terduga muncul pada tahap tertentu, maka evaluasi ulang dari
rencana implementasi, dan mungkin dari keputusan kebijakan itu sendiri, adalah
dalam rangka. Cara lain adalah dengan melakukan studi percontohan yang
dirancang dengan baik, sebelum implementasi penuh dari setiap proyek. Masalah
akan skala dan bahaya dari proyek 'rumah kaca' yang tidak dapat bertahan implantasi
di dunia nyata baik dirawat di Kemmerer (1990).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebijakan
pendidikan merupakan suatu sikap dan tindakan yang di ambil seseorang atau
dengan kesepakatan kelompok pembuat kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi
masalah atau suatu persoalan dalam dunia pendidikan.
Sedangkan
analisis kebijakan pendidikan adalah prosedur untuk menghasilkan informasi
kependidikan, dengan menggunakan data sebagai salah satu masukan bagi perumusan beberapa alternatif
kebijakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam rangka
memecahkan masalah kependidikan.
Kebajikan
pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki
Tujuan Pendidikan.
2. Memenuhi
Aspek Legal Formal.
3. Memiliki
Konsep Operasional
4. Dibuat
Oleh Yang Berwenang
5. Dapat
Dievaluasi
6. Memiliki
Sistematika
B. Saran
Seyogyanya analisis dalam bidang
pendidikan harus selalu dilakukan karena pendidikan di Indonesia masih jauh
dari tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD alinea IV.
C. Penutup
Alhamdulillah makalah ini dapat kami
selesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Manajemen
Pendidikan. semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pemakalah pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Haddad Wadi (1995) Education Policy Planning Process : An
Applied Framework. UNESCO (International
Institute for Educational Planning).
http://immstitwates.blogspot.co.id/2014/04/analisis-kebijakan-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar