Jumat, 24 Februari 2017

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Oleh Yudi Imansyah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana untuk meningkatkan dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara bersama sama. Lembaga pendidikan adalah lembaga yang bertanggung jawab terhadap peningkatan dan pengembangan potensi peserta didik. oleh karena itu, untuk menglola sebuah lembaga pendidikan diperlukan pemimpin yang propesional yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain dari itu, seorang pemimpin pendidikan harus mampu memahami kebutuhan dan karakteristik setiap daerah dam setiap golongan masyarakat agar lembaga mampu memennui Kebutuhan masyarakat secara kerja sama tim di dalam lembaga yang juga bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat. Kepala sekolah adalah pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan formal seperti kepala sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas. sebagai kepala sekolah, ia memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola lembaga pendidikan karena kepala sekolah harus mampu mengembangkan potensi peserta didik dengan memberdayakan seluruh staf yang ada pada lembaga melalui pembinaan, dan pengawasan kinerja. Untuk menjadi kepala sekolah yang berkualitas serta mampu membawa lembaga pada arah yang positif maka kepala sekolah harus memenuhi kualifikasi kompetensi dan persyaratan sebagai kepala sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi di atas sebagai latar belakang masalah di atas, maka penulis menyajikan judul Konsep, tipe dan faktor yang mempengaruhi perubahan pemimpin serta kualifikan kompetensi dan persyaratan menjasi kepala sekolah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut 1. Bagaimanakah konsep dan tipe kepemimpinan ? 2. Apakah faktor faktor yang mempengaruhi perubahan pemimpin? 3. Apakah persyaratan dan kompetensi kepala sekolah dalam UU? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui konsep dan tipe kepemimpinan ? 2. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi perubahan pemimpin? 3. Untuk mengetahui persyaratan dan kompetensi kepala sekolah dalam UU? BAB II PEMBAHASAN A. Teori dan Konsep Kepemimpinan 1. Pengertian Pemimpin Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999). Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan. Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. C.N. Cooley (1902). Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat. Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994: 33). Pemimpin dalam pengertian ialah seseorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan ekseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Sam Walton. Pemimpin besar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri pada para pendukung. Jika orang memiliki percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada hasil luar biasa yang akan mereka raih. Rosalynn Carter. “Seorang pemimpin biasa membawa orang lain ke tempat yang ingin mereka tuju”. Seorang pemimpin yang luar biasa membawa para pendukung ke tempat yang mungkin tidak ingin mereka tuju, tetapi yang harus mereka tuju. John Gage Alle. Leader…a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun; komandan). Jim Collin. Mendefinisikan pemimpin memiliki beberapa tingkatan, terendah adalah pemimpin yang andal, kemudian pemimpin yang menjadi bagian dalam tim, lalu pemimpin yang memiliki visi, tingkat yang paling tinggi adalah pemimpin yang bekerja bukan berdasarkan ego pribadi, tetapi untuk kebaikan organisasi dan bawahannya. Modern Dictionary Of Sociology (1996). Pemimpin (leader) adalah seseorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam kelompok (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group). C.N. Cooley dalam “ The Man Nature and the Social Order’. Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan sebaliknya, semua gerakan sosial, kalau diamat-amati secara cermat, akan ditemukan di dalamnya kecenderungan-kecenderungan yang mempunyai titik pusat. I. Redl dalam “Group Emotion and Leadership”. Pemimpin adalah seorang yang menjadi titik pusat yang mengintegrasikan kelompok. J.L. Borwn dalam “Psychology and the Social Order”. Pemimpin tidak dapat dipisahkan dengan kelompok, tetapi dapat dipandang sebagai suatu posisi yang memiliki potensi yang tinggi dibidangnya. Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”. Pemimpin dapat dibedakan dalam 2 arti; Pertama, pemimpin arti luas, sesorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan. Kedua, pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang meyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela. 1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar. 2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar. Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan. 3. Tipe Kepemimpinan Militeristik Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah. 4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator) Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh. 5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau. 6. Tipe Kepemimpinan Populistis Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme. 7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat. 8. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. B. Faktor Faktor yang mempengaruhi Perubahan pemimpin 1. Faktor Internal Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan. Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill. Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik. Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. Skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge. Dengan mengutip pendapat Spencer (1993) dan Kazanas (1993), Asropi menjelaskan bahwa kompetensi kepemimpinan secara umum dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manajerial. Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty. Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result (achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others, developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation, interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dan technical expertise. Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise, developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation, building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty,relatiuonship building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity. Asropi meyakinkan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan. Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial. Dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer, kunci dan kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan "status quo" dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin din yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya. Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi. Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik organisasi dll. Bertalian dengan waktu, perkembangan ilmu dan pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan. Hasbi Umari (2006:1-4) memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat Islam. Menurut Umari, Ada tiga fase dalam periodesasi kepemimpinan umat di Indonesia. Setiap fase menunjukan genesis kepemimpinan yang khas. Pertama, fase ulama. Pada fase ini, seseorang menjadi pemimpin umat karena is memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan menjadi rujukan umat. Ia melewati masa awal hidupnya di pesantren sebagai santri dan menghabiskan sisa hidupnya jugs di pesantren sebagai kiyai. Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap kebijakan politis kolonial, mungkin antara lain politik etis, masyarakat khususnya umat Islam membentuk organisasi (sosial, ekonomis, atau politis) seperti Syarikat Islam, Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan lain-lain. Pada fase ini, pemimpin Islam adalah pemimpin organisasi Islam. Tentu raja, karir kepemimpinan kini tidak dimulai di pesantren, tetapi dari organisasi. Orang menapak, secara berangsur-angsur atau melompat, hierarki organisasi. Variabel kepemimpinan yang utama tidak lagi pengetahuan agama yang mendalam, tetapi keterampilan organisasi (organization skill), termasuk lob­bying dan kasak kusuk. Yang sampai ke tingkat nasional, melalui jenjang organisasi, pada umumnya, walaupun tidak selalu, adalah orang yang mempunyai pijakan loka1. Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader). Pada fase pertama, pemimpin ulama lahir dan dibesarkan di pesantren. Pada fase kedua, pemimpin organisator lahir dan dibesarkan di organisasi. Dan bagaiinana pula dengan pemimpin umat di besarkan melalui media massa.. Ini adalah dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak pada kepemimpinan umat. Pada fase ini yang dianggap sebagai pemimpin umat adalah para empu yang (dianggap) pandai melontarkan isu-isu penting untuk dijadikan agenda media massa. Mereka menulis di media, atau menghadiri berbagai seminar dan diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa yang banyak dalam acara-acara mereka. Apabila media massa yang mengagendakan isu-isu mereka itu lokal, mereka menjadi pemimpin umat berskala lokal. Apabila medianya nasional, merekamenjadi pemimpin umat berskala nasional. Pengikut fase pertama, santri; fase kedua, anggota organisasi; fase ketiga, "fans" (penggemar). Pada fase ketiga, pemimpin umat (Islam) menjadi "idola". Ada dua jenis pemimpin umat pada fase ketiga ini' yaitu: Pertama, mubalig. Ia mungkin memulai kariemya pada tingkat lokal. la berbicara pada majelis-majelis taklim atau stadiun radio. Ceramahnya direkam, dan rekamannya direproduksi dan dijual secara nasional. Media massa menyiarkan ceramahnya dan menokohkannya. Tidak perlumubaligituberasal dan pesantren; tidak perlu ia menguasai pengetahuan agama yang mendalam; juga tidakperlu ia memiliki keterampilan komunikasi, termasulc ketnampuan menyiarkan agama sebagai pop culture. Karena digemari oleh orang banyak, para mubaligh menjadi celebrities. Dunia celebrities sudah lama dihuni oleh para entertainers, misalnya artis, pelawak, dan perancang mode. Maka, terjadilah tumpang tindih; mubaligh menjadi artis, artis menjadi mubaligh. Kedua, cendekiawan. Apabila mubaligh lebih banyak menyentuh ranah afektif, cendekiawan bergerak di ranah kognitif. Ia dibesarkan lewat kerja sama kampus dengan media massa. Melalui tulisan di media, seminar, dan diskusi, paracendekiawan membentukjanngan pengikulnya Bukanmenuduh, umumnya pengetahuan agama mereka sangat dangkal. Akan tetapi, analisis mereka tentangpersoalan-persoalan umat sangat tajam. Mereka membentuk opini, sikap, dan akhimya tindakan umat. Perkembangan Zaman pun memperlihatkan bahwa ada tiga liran teori kepemimpinan yang mengalami perubahan pandangan seiring dengan waktu . Studi kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam literatur manajemen dan perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir. Secara umum kajian perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga tahap penting. Pertama, tahap awal studi tentang kepemimpinan menghasilkan teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa dia memiliki sifat atau atribusi personal yang membedakannya dari mereka yang bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini penekanan yang semula diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang dianut oleh para pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar organisasi dapat berjalan secara efektif, terdapat penekanan terhadap suatu gaya kepemimpinan terbaik (one best way of leading). Ketiga, berdasarkan anggapan, bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama yaitu mengabaikan peranan penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan, kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situational theories). Dan pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan orientasi dari `one best way leading' menjadi 'context-sensitive leadership' (Dewi, Piramida Vol.V no.1, 2009). Dilihat dari faktor tempat pun, konsep kepemimpinan pun akan berubah. Dilihat dari cakupannya, kita bisa mengkategorikan kepemimpinan lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Semakin luas cakupan kepemimpinan akan berdampak pada tuntutan nilai-nilai universal yang lebih luas. Semakin sempit cakupan (lokal bahkan pada level organisasi) akan muncul tuntutan warna loka sesuai dengan kultur masayarakat setempat. Tulisan La Ode Turi (Budaya Kepemimpinan Lokal dalam Pelaksanaan MBS, Universitas Kendari) dan Tulisan Dewi Kurniasih (Kepemimpinan Politik Orang Sunda, Unikom Bandung) merupakan contoh pendapat bahwa kepemimpinan di wilayah lokal, harus memperhatikan aspek budaya lokal jika kepemimpinan itu ingin efektif. Agama dan ideologi pun tentu berpengaruh terhadap kepemimpinan. Komunitas masyarakat Islam, tentu akan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penyusunan konsep dan aplikasi kepemimpinannya. Demikian pula masyarakat Kristen, Budha, dll. Ideologi komunis akan menjalankan kepemimpinan dengan ideologi komunis, demikian pula ideologi liberal. C. Syarat dan Kompetensi Kepala Sekolah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan   DAFTAR FUSTAKA   __________.(2010).Pengertian kepemimpinan menurut para ahli. (Online). (Http://Izmanyzz.wordpress.com/2010/09/04/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli, diakses 30 November 2013). ___________.(2011). Hakekat dan Teori Kepemimpinan. (Online). (Http://duniabaca.com/hakekat-dan-teori-kepemimpinan.html, diakses 30 November 2013). Aynul. (2009). Leadership: Definisi Pemimpin. (Online). (Http://referensi-kepemimpinan.blogspot.com/2009/03/definisi-pemimpin.html, diakses 30 November 2013). Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard. ( 1988 ). Management of Organization Behaviour: Utilizing Human Resources. New Jersey : Englewood Clifs Prentice Hall https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/12/31/teori-teori-kepemimpinan-pendidikan/ Sofyandi, Herman; Garniwa, Iwa. ( 2007 ). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Sondang P. Siagian. ( 2003 ). Teori dan Praktik Kepemimpinan ( cetakan kelima ). Jakarta : Rineka Cipta f

Tidak ada komentar:

Posting Komentar