PENDIDIKAN ISLAM DI TINJAU
DARI BERBAGAI PERPEKTIF
Oleh
Yudi Imansyah
Tim Penyusun Ipah Parihah Padilah DKK
yudiimansyah@gmail.com
Tujuan
Pendidikan
Ditinjau dari Aspek
Filsafat Pendidikan Islam
“Tujuan Pendidikan pada
dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang
mendesian pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini
ada beberapa tujuan pendidiikan itu sendiri:
1.
Manusia Terbaik
“ Dalam hal ini
tujuan pendidikan sama halnya dengan tujuan manusia”
2.
Lulusan yang terbaik
“ Maksud disini dalam tujuan pendidikan akan
mengeluarkan manusia terbaik yang cirinya Mampu Hidup Tenang dan Produktif
dalam kehidupan bersama
3.
Pendidikan berorientasi Kompetensi
“ Maksudnya
pendidikan itu diharuskan adanya keahlian yang harus dimiliki”
4.
Masyarakat
Madani
“ yang dimana
masyarakat madani bukan hanya ssekedar individul yang baik tettapi lingkunganpun
mendukung dan pari purna dalam
masyarakatt madani ada tiga ciri memangun masyarakat madani 1) Adanya hukum
yang manusiawi. 2) adanya masyarakat yang taat hukum. 3) adanya penegak hukum
Manurut Abdul Fattah Jalal (1988:119),
tujuan umum pendidikan Islami adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah,.
Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan
mengutip surat At-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah
untuk semua manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang
dimaksud dengan menghambakan diri adalah beribadah kepada Allah.
Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut
Allah adalh beribadah kepada Allah.
Aspek
ibadah yang pertama adalah apa yang oleh fuqaha disebut ibadah, yaitu rukun
Islam seperti yang disebut di dalam hadis yang diriwayatkan, baik oleh Bukhari
mupun oleh Muslim, yang berisi rukun Islam yang lima itu. Aspek ibadah yang ini
merupakan kewajiban muslimuntuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya
dengan cara yang benar. Dan beberapa orang di antara Muslim harus ada yang
tidak mempelajari sekadarnya saja, tetapi harus mempelajarinya secara luas dan
dalam.
Aspek
ibadah yang kedua adalah aspek amal untuk mencari rezeki. Perintah mencari
rezeki itu mengandung perintah agar mempelajari cara mencari rezeki tersebut.
Oleh karena itu, perlu diajarkan teori-teori filsafat, sain, dan
teknik-tekniknya.
Program
Kurikulum dan Kebijakan
Pada
tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam pendidikan dengan arti sejumlah mata
pelajaran di suatu perguruan. Adanya pandangan bahwa kurikulum hanya berisi
rencana pelajaran di sekolah disebabkan oleh adanya pandangan tradisional yang
mengatakan bahwa kurikulum memang hanya rencana pelajaran. Pandangan tradisional
ini sebenarnya tidak terlalu salah mereka membedakan kegiatan belajar kurikuler
dari kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Menurut
pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang
studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Atas dasar ini maka kurikulum adalah
pengalaman belajar. Ternyata pengalaman belajar, yang banyak pengaruhnya dalam
pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata-mata pelajaran; interaksi sosial
di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dengan lingkungan
fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar.
Hilda
Taba mencoba merinci isi kurikulum menjadi empat kelompok, yaitu tujuan, isi,
pola belajar-mengajar, dan evaluasi. Jika demikian, kurikulum penting sekali
dalam pendidikan anak-anak kita, karena tujuan-tujuan hidup yang kita yakini
keberadaannya dapat dicapai melalui suatu perencanaan kurikulum dalam
pengertian itu. Demikian juga dalam mengukur pencapaian tujuan-tujuan kita;
bila tujuan hidup kita ternyata banyak melenceng dalam pencapaiannya, maka kita
harus segera merevisi kurikulum yang ditempuh anak-anak kita.
Dalam
pengertian ini, kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan hidup
anak-anak kita, yang juga merupakan tujuan hidup kita. Berdasarkan uraian
tersebut, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas
kopmponen-komponen: tujuan, isi atau program, metode atau proses belajar-mengajar,
dan evaluasi.
Jika
dilihat dari perjalanan Islam, maka kurikulum yang digunakan Nabi Muhammad saw
semenjak turunnya ayat pertama dapat dibagi dua yaitu, periode Mekah adalah
Al-Qur’an, rinciannya adalah iman, shalat, dan akhlak. Pada periode Madinah, kurikulum
pendidikan terdiri atas: membaca Al-Qur’an, keimanan, ibadah, akhlak, dasar
ekonomi, dasar politik, olahraga dan kesehatan, serta membaca dan menulis.
Maka
dapatlah disimpulkan bahwa kurikulum Nabi saw secara keseluruhan telah mencakup
pembinaan aspek jasmani, akal dan ruhani (hati). Berdasarkan utraian tentang
kurikulum pendidikan sejak zaman Nabi, zaman Khulafaurrasyidin, zaman bani
Umayah, dan bani Abbas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
1. Kurikulum
Nabi dan Khulafaurrasyidin telah cukup komperhensif; aspek jasmani, akal, dan
ruhani (hati) masing-masing mendapat perhatian. Akan tetapi, mereka belum maju
sebab pengetahuan pada masa ini memang belum berkembang.
2. Kurikulum
pendidikan pada masa bani Umayah kurang-lebih sama dengan masa Nabi dan Khulafaurrasyidin:
memperhatikan seluruh aspek kepribadian manusia.
3. Kurikulum
pendidikan pada masa Abbasiyah lebih memperhatikan aspek akal ketimbang pada
zaman sebelumnya, tetapi aspek jasmani malah tidak atau kurang diperhatikan,
sementara aspek ruhani mendapat tambahan pelajaran musik; musik belum
diperhatikan pada masa Nabi, Khulafaurrasyidin, dan Bani Umayah.
Kerangka
kurikulum yang telah dijelaskan pada bagian permulaan dapat diambil menjadi
kurikulum Pendidikan Islami. Kurikulum Pendidikan Islami harus dimulai dengan
penyusunan atau perumusan tujuan pendidikan menurut Islam yaitu terwujudnya
muslim yang kaffah, yaitu muslim yang:
1) Jasmaninya
sehat serta kuat
2) Akalnya
cerdas serta pandai
3) Hatinya
dipenui iman kepada Allah
Perkembangan
aspek-aspek itu harus berjalan seimbang, untuk mewujudakan muslim seperti itu
kita dapat mendesai kurikluum yang kerangkanay adalah sebagai berikut:
a) Untuk
jasmani yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaraan dan kegiatan olahraga
dan kesehatan.
b) Untuk
otak yang cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang dapat
mencerdaskan otak dan menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sain.
c) Untuk
hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Setiap
mata pelajaran itu masing-masing didesain sesuai dengan:
1) Perkembangan
kemampuan siswa yang bersangkutan.
2) Kebutuhan
individu dan massyarakatnya menurut tempat dan waktu.
Kurikulum
itu harus pula didesain dengan mempertimbangkan:
1. Prinsip
berkesinambungan,
2. Prinsip
berurutan,
3. Prinsip
integrasi pengalaman.
Metode
1. Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ilalah percakapan silih berganti antara dua
pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu
tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan
pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sain, filsafat,
seni wahyu, dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sanpai pada satu
kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas
terhadap pendapat pihak lain.
Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi
pendengar pembicaraan itu. Itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut. Pertama,
dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat dalam pembicaraan;
tidak membosankan. Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus
pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ketiga, metode ini
dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu
mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya. Keempat, bila hiwar
dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog,
sikap orang yang terlibat itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan
pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat
orang lain, dan sebagainya.
Menurut Al-Nahlawi (1989:285), dalam Al-Qur’an dan sunah
Nabi saw, terdapat berbagai jenis hiwar, seperti: hiwar khitabi (dialog
antara pembicara dengan pikiran dan perasaannya) atau ta’abudi (dialog
yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya), hiwar washfi (dialog
antara Tuhan dengan malaikat atau makhluk gaib lainnya), hiwar qishashi (percakapan
tentang sesuatu melalui kisah), hiwar jadali (bertujuan untuk menetapkan
hujjah), dan hiwar nabawi (hiwar yang digunakan
Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya). (selanjutnya lihat dalam buku itu pada
halaman 285:331).
Dari uraian itu kita mengetahui bahwa metode hiwar adalah metode
pendidikan Islami, terutama afektif (teoretis) untuk menanamkan iman, yaitu
pendidikan rasa (afektif).
2. Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islami, terutama pendidikan agama Islam
(sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting.
Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
a.
Kisah
selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti
peristiwanya, merenungkan maknanya.
b.
Kisah
Qur’ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan
tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh.
c.
Kisah
Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara membandingkan berbagai perasaan,
mengarahkan seluruh perasaan, dan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam
kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
3. Metode amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi
Kebaikan metode ini antara lain adlah sebagai berikut:
a.
Mempermudah
siswa memahami konsep yang abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu
mengambil benda kongkret seperti kelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan
sarang laba-laba.
b.
Perumpamaan
dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
c.
Merupakan
pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami.
d.
Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi
kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
4. Metode keteladanan
Kita mungkin saja dapat menyususn pendidikan yang
lengkap, teatpi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasai itu dilaksanakan
oleh pendidik. Pelaksanaan realisasai itu memerlukan seperangkat metode; metode
itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendoidikan.
Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik tidak dapat bertindak secara
alamiah saja agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan lebih
efisien. Di sinilah teladan merupakan salah satu pedoman bertindak.
Ada beberapa konsep yang dapat dipetik dari metode
peneladanan yaitu: metode pendidikan Islami berpusat pada keteladanan dan teladan
untuk guru-guru adalah Rasulullah.
Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan
tokoh teladan dalam hidupnya; ini adalah sifat pembawaan. Taqlid (meniru)
adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada dua macam, yaitu
disengaja dan tidak disengaja.
5. Metode pembiasaan
Inti pembiasaan adalah pengulangan. Jika guru setiap
masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha
membiasakan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif.
Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode
pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan, Rasulullah berulang-ulang
berdo’a dengan do’a yang sama. Akibatnya, dia hafal benar do’a itu dan
sahabatnya yang mendengarkan do’a yang berulang-ulang itu juga hafal do’a itu.
6. Metode ’ibrah dan mau’izah
Al-Nahlawi sudah meneliti pengertian kedua kata itu.
Menurut pendapatnya, kedua kata itu mempunyai perbedaan dari segi makna. ‘ibrah
dan i’tibar adalah kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada
intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang
menyebabkan hati mengakuinya (1989:390). Adapun mau’izxah adalah nasihat
yang lemah lembut yang diterima oleh hatui dengan cara menjelaskan pahala atau
ancamannya (h.403).
7. Metode targhib dan tarhib
yTarghib adalah
janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib
ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang
mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian
juga. Akan tetapi, tekannannya adalah targhib agar melakukan kebaikan,
sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Targhib dan tarhib
dalam pendidikanIslami berbeda dari metode ganjaran dan hukuman dalam
pendidikan Barat. Perbedaan tersebut utanganya adalah targhib dan
tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman
bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi.
8. Metode pepujian
Di kompleks pesantren tradisional, jika menjelang subuh,
akan terdengar dari pengeras suara anak-anak atau orang dewasa mengucapkan
pepujian. Pepujian itu di pesantren sering disebut tahriman. Termasuk
metode pepujian adalah membaca ayat-ayat aAl-Qur’an. Adalagi bila aat yang di
baca itu dipilih yang menggetarkan hati, dibacakan dengan suara dan lagu yang
indah.
9. Metode wirid
Wirid adalah pengucapan do’a-do’a, berulang-ulang. Lafal
do’a itubermacam-macam. Biasanya dibaca tatkala selesai shalat. Ada juga wirid
berupa zikir, yang juga dibaca berulang-ulang dalam jumlah tertentu. Munkin ada
orang yang kurang menyadari bahwa wirid itu mempunyai implikasi pedagogis. Memang,
ini sulit dijelaskan. Akan tetapi, mereka yang sering mengalaminya dapat
memahami dan merasakan adanya pengaruh wirid itu pada pelakunya, suatu pengaruh
yang memperkuat rasa iman, memantapkan rasa beragama.
(Sarana
dan prasaranna) Peralatan dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Dalam
pengertian yang luas, peralatan pendidikan adalah semua yang digunakan guru dan
murid dalam proses pendidikan. Ini mencakup perangkat keras dan perangklat
lunak. Perangkat keras misalnya gedung sekolah dan alat labolatorium; perangkat
lunak umpamanya kurikulum, metode, dan administrasi pendidikan.
Peralatan
yang berupa gedung, perpustakaan, alat-alat yang digunakan tatkala belajar
dikelas, amat erat hubungannya dengan mutu sekolah, apalagi bila alat-alat
peraga, alat bantu seperti dalam pengajaran fisika, biologi, anatomi, atau
geografi. Banyak sekali konsep pengetahuan yang harus dipelajari murid yang
amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran.
Sebenarnya,
persoalan pentingnya peralatan ini telah diketahui secaar umum oleh pengurus
sekolah Islami sejak dahulu. Kenyataan yang sering diosakdikan adalah
kekurangtelitian dalam perencanaan pengadaan peralatan. Kadang-kadang
perencanaan itu tidak dibuat secara menyeluruh. Mula-mula dibangun gedung sekolah.
Ini pun sering kali tidak direncanakan dengan matang mengenai letak, bentuk,
ukuran, dan kemungkinan pengembangan. Akibatnya, sering kita saksikan ruang
praktek tidak pada tempatnya; ini merupakan akibat perluasan yang dilakukan
seadanya, tanpa perencanaan yang menyeluruh sejak awal. Masjid kadang-kadang
dibangun di tempat yang kurang tepat.setelah gedung-gedung banyak dibangun,
biasanya secara berangsur-angsur, kita menyaksikan seolah-olah gedung-gedung
itu ditumpuk secara tidak teratur. Dalam hal seperti ini, sebenarnya bukan
kekurangan dana yang menjadi penyebab, atau kekurangan tempat, atau kekurangan
bahan bangunan, melainkan kekurangtelitian dalam perencanaan. Yang terakhir ini
mungkin karena menang kurang ahli, mungkin juga karena kurang teliti. Kedua-duanya
menghasilkan akibat yang sama, yaitu peralatan tidak membantu peningkatan mutu
secara maksimal.
Dalam
menghadapi masalah ini, satu saran perlu diberikan, yaitu rencanakanlah
pembangunan gedung dengan hati-hati, dan buatlah rencana menyeluruh. Dengan
perencanaan yang menyeluruh dan teliti, penghematan dana dapat dilakukan.
Dengan kata lain, penghamburan dana secara mubazir dapat saja terjadi karena
keliru dalam membuat rencana pembangunan peralatan.
Evaluasi
Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar