hAksiologi manajemen pendidikan
A. Definisi Aksiologi
Manajemen
Menurut
Noor (2013:83), secara etimologi aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi, aksiologi
adalah teori tentang nilai. Menurut Jujun, aksiologi diartikan sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Menurut
Muhammad Noor Syam (1986) dalam Jalaludin (2007: 84) bahwa aksiologi adalah
bidang yang menyelidiki nilai – nilai (value). Nilai dan implikasi aksiologi di
dalam ilmu manajemen ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua
nilai (nilai tindakan moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio
– politik) di dalam kehidupan manusia.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan aksiologi adalah apakah yang baik?
Menurut Kattsoff (1987) dalam Torang (2014:105) bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat nilai. Aksiologi juga sebagai penuntun dalam menerapkan atau memanfaatkan ilmu. Adapun Bramel dalam Noor (2013:83), membagi aksiologi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Menurut Kattsoff (1987) dalam Torang (2014:105) bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat nilai. Aksiologi juga sebagai penuntun dalam menerapkan atau memanfaatkan ilmu. Adapun Bramel dalam Noor (2013:83), membagi aksiologi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Permasalahan
aksiologi dalam ilmu manajemen (Noor , 2013:83), adalah:
1.
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang
pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni,
serta persepsi mental yang erat sebagai pertalian antara sesuatu sebagai sarana
untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada tercapainya hasil yang
sebenarnya. Di dalam mengkaji manajemen berkecimpung tentunya dilandasi dengan
hasrat untuk mendapatkan kepuasan.
2.
Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai
intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai intrinsik ialah nilai konsumatoris
atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for
their own sake). Yang tergolong ke dalam nilai intrinsik adalah kebaikan dari
segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Sedangkan nilai instrumental
adalah nilai adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai
intrinsik.
3.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan sebagai profesi.
Kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai
profesi adalah sebagai berikut:
a)
Para
profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum.
b) Para profesional mendapatkan status mereka
karena mencapai standar prestasi kerja tertentu, bukan karena favoritism atau
karena suku bangsa atau agama.
c) Para profesional harus ditentukan oleh suatu
kode etik yang kuat.
Dapat
disimpulkan bahwa aksiologi itu permasalahaannya mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Oleh karena itu, nilai ilmu
manajemen tidak hanya bersifat intrinsik sebagai seni, melainkan juga nilai
ekstrinsik sebagai ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam
praktik melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan
pengaruh yang positif dalam manajemen.
B. Aksiologi dalam Moral Conduct
Moral
conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni
etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia
menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan
tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam
maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Selanjutnya,
Suriasumantri mengatakan bahwa kekuasaan ilmu yang besar ini mengharuskan
seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Untuk merumuskan aksiologi
dari ilmu, Jujun S Sumantri merumuskannya kedalam 4 tahapan yaitu:
1.
Untuk apa
ilmu tersebut digunakan?
2.
bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
3.
bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
4.
Bagaimana
kaitan antara teknik procedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral / professional.
Dari apa
yang dirumuskan diatas dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu yang ada,
kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang
dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau
belum.
C. Aksiologi dalam Esthetic Expresion Manajemen
Terkait
dengan nilai etika atau moral, sebenarnya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral, namun dalam perspektif yang berbeda. Nilai menyangkut
sikap manusia untuk menyatakan baik atau jelek, benar atau salah, diterima atau
ditolak. Dengan demikian manusia memberikan konfirmasi mengenai sejauh mana
manfaat dari obyek yang dinilainya. Demikian juga terhadap ilmu.
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang kuat. Ilmu bisa jadi malapetaka Estetika berasal dari dari kata Yunani Aesthesis yang berarti pengamatan. Semiawan (2005:159), menjelaskan estetika sebagai the study of nature of beauty in the fine art, yang mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengalaman ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode – mode yang estetis dari suatu pengalaman ilmiah (Susanto 2011:119).
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang kuat. Ilmu bisa jadi malapetaka Estetika berasal dari dari kata Yunani Aesthesis yang berarti pengamatan. Semiawan (2005:159), menjelaskan estetika sebagai the study of nature of beauty in the fine art, yang mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengalaman ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode – mode yang estetis dari suatu pengalaman ilmiah (Susanto 2011:119).
Kalau
estetika dirumuskan cabang filsafat yang berhubungan dengan teori keindahan,
maka definisi keindahan memberitahu orang untuk mengenali apa keindahaan itu,
sedangkan teori keindahan menjelaskan bagaimana keindahan itu. Persoalan pokok
dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar keindahan dari apakah
keindahan merupakan sesuatu yang ada pada benda yang indah atau hanya terdapat
dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut?
Apa sesungguhnya keindahan itu? Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), perlawanan (contrast)( The Liang Gie dalam Surajiyo 2014:103).
Apa sesungguhnya keindahan itu? Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), perlawanan (contrast)( The Liang Gie dalam Surajiyo 2014:103).
D.
Penerapan Konsep
Estetika dalam Manajemen
Dalam
filsafat manajemen, terkandung dasar pandangan hidup yang mencerminkan
keberadaan, identitas dan implikasinya guna mewujudkan efisiensi dan
efektivitas dalam pekerjaan manajemen. Untuk merealisasikan tujuan diperlukan
beberapa faktor penunjang sehingga merupakan kombinasi yang terpadu, baik
menyangkut individu maupun kepentingan umum. Hal ini dimaksudkan adanya
keseimbangan diantara faktor – faktor yang diperlukan dalam mencapai suatu
kekuatan untuk mengejar suatu hasil yang maksimum.
Penerapan
fungsi – fungsi manajemen tersebut antara lain:
a) Diawali dengan tahap
Planning (perencanaan), ketika para arsitek merencanakan membuat bangunan
perkantoran bertingkat pasti dikaitkan dengan aspek – aspek peruntukannya apa,
bagaimana situasi lingkungan, apakah mengganggu keindahan atau malah merusak
lingkungan. Yang pasti estetika suatu rancang bangun seharusnya didasarkan pada
strategi bisnis perusahaan dan pertimbangan lingkungan.
b) Organizing
(mengorganisasi), pada tahap ini ada komunikasi antara pemimpin dan manajer
dengan para sub-ordinasinya. Ketika terjadi interaksi maka selayaknya kalau
manajer memperlakukan sub-ordinasinya dengan cara –cara yang manusiawi.
Misalnya pemimpin menyapa karyawan dengan akrab, sehingga akan tercipta suasana
kerja yang harmonis dan indah. Pemimpin juga mau mendengar dan merespon positif
pendapat sub-ordinasinya.
c)
Tahap Actuating (pelaksanaan), ketika perusahaan ingin
menggapai keunggulan kompetitif maka salah satu unsur yang ingin dicapai adalah
pengembangan loyalitas konsumen. Untuk itu perusahaan harus bisa memberikan
produk yang bermutu dan layanan yang terbaik kepada konsumen. Secara
pengembangan nilai lalu dibangun suatu jembatan emosional antara perusahaan
dengan konsumen. Bentuknya adalah tanggung jawab mutu dengan dengan estetika
tinggi, pelayanan ramah dan tepat waktu dan konsumen diperlakukan dengan cara
aman dan nyaman secara berkelanjutan. Pada gilirannya konsumen akan loyal untuk
kembali membeli produk perusahaan tersebut.
d) Tahap Controlling
(pengawasan), dimana pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk
menilai dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan demi tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, tujuan pengawasan adalah memperbaiki
kesalahan, penyimpangan, penyelewengan dan kegiatan lainnya yang tidak sesuai
dengan rencana. Misalnya apabila ada bawahan yang melakukan kesalahan, pimpinan
menegur dengan cara yang baik, tidak emosional dan manusiawi. Sehingga bawahan
tidak merasa ketakutan atau tertekan dan selanjutnya dapat memperbaiki
kesalahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar