HUBUNGAN AQIDAH, IBADAH DAN AKHLAK
Oleh
Yudi Imansyah
Ipah parihah fadilah
Yudiimansyah81@gmail.com
PENDAHULUAN
Islam
merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau
hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak
ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat
semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat
diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu
sifatnya fitrah, kedamaian, akan hadir. Jika manusia itu sendiri menggunakan
dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan
dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna.
Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring
fitnah, maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas
keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan
bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan
menghasilkan kebiasaan hidup yang baik.
Dalam
agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan
Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah),
Islam (syariat/ibadah), dan ihsan (akhlak). sebagaimana firman Allah
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً
كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ. تُؤْتِي
أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ
اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ.
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang
lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
Ayat
diatas mengilustrasikan kepada kita akan hubungan antara aqidah, ibadah dan
akhlak. Yang kesemuanya memiliki keterikatan dan penguat satu sama lain. Maka
di sini pemakalah akan menjelaskan tentang hubungan antara
ketiganya, sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang
pemakalah susun dalam makalah yang berjudulHubungan Aqidah,
Ibadah Dan Akhlak. Dengan harapan semoga makalah ini dapat menjadi
referansi, khazanah keilmuan dan berguna untuk semua kalangan umat Islam. Amin
PEMBAHASAN
Pengertian
Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Pengertian
Aqidah
Aqidah
merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini
diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari
seluruh bangunan aktifitas manusia
Pondasi
aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan
adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk
pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
terhadap allah.
Apabila
aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal
tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan
adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah.
Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama
manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial
yang baik.
Untuk
dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga
muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang
disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang
dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa
dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Rasulullah
bersabda:
لايكن احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان احسن الناس احسنث
وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا
اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang
tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau
orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya
juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat
baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat,
hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)
Al-Maududi
mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam
kehidupan manusia.
Manusia
yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit
dan berakal pendek.
Keimanan
mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai
manusia.
Bersamaan
dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri
manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
Keimanan
membuat manusia menjadi suci dan benar.
Orang
yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
Orang
yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh
kepada Allah SWT.
Keimanan
membuat keberanian dalam diri manusia.
Keimanan
terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
Pengaruh
yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada
hukum-hukum Allah.
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang
menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak
ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan
berjalan.
Kemantapan
aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa
al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong,
memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana,
musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari
Allah.
Pengertian
Ibadah
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna
dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah
adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
Ibadah
adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Ibadah
adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah
terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan
hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan
dan badan.
Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat:
56-58]
Allah
Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa
yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah
kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Ibadah
adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Agar
dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa
dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
Ikhlas
karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
Ittiba’,
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jadi
ibadah merupakan hasil dari Aqidah yang kokoh. aqidah tersebut menciptakan
kegiatan atau amal yang dinakan Ibadah. sebagaimana yang kita ketahui, jika
manusia memiliki dua tugas didalam perjalanan penghambaan, yakni ibadah dan
memimpin.
Pengertian
akhlak
Akhlak
(berasal dari kata al-akhlak, jamak dari al-khulq =
kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia
dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak
dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq,
pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai
Rasul Allah. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut
Artinya
:
“Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS
Al-Qalam, 68 :4)
Beberapa
istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab
kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak
yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu
tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar
mereka.
Selanjutnya,
dikalangan Ulamah terdapat perbedaan pendapat tentang apakah akhlak yang lahir
dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir.
Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang
bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya,
akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini
dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian
lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak
bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW
“diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh
kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama,
mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah
bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan
kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat
dan pendidikan.
Menurut
Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada
issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan.
Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada
Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan
sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian
bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Adapun
sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga
sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dan terhadap
lingkungannya.
Akhlak
terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap
Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
Mensucikan
Allah SWT dan memuji-nya.
Bertaqwa
(berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
Berbaik
sangka kepada Allah SWT
Akhlak
Terhadap Sesama Manusia, sebagai contoh Akhlak terhadap Orang Tua
diantaranya sebagai berikut :
Memelihara
keridaan orang tua
Berbakti
kepada orang tua
Memelihara
etika pergaulan kepada orang tua
Akhlah
terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu
yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan
benda-benda yang tak bernyawa.
Akhlak
yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia
sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam.
Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap
mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga.
Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi
dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga)
seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Jadi
dari penjelasan diatas dapat kita simpulan, jika akhlak merupakan hasil aqidah
yang kokoh dan ibadah yang benar.melalui ibadah, ibadah yang
merupakan pelaksanaan dari perintah Allah Swt. dalam
firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar” (QS al-Ankabut [29]: 45).
Tujuan
akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi
manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak adalah salah satu dasar bagi
pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara pasti, akhlak sebagai salah
satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan begitu saja. Suatu
masyarakat tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun, masyarakat
tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan dibentuknya
pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya aturan di
tengah-tengah masyarakat itu.
Hubungan
Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Aqidah
sebagai dasar pendidikan akhlak / Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari
aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang
kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan
akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang
siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan
akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang
harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka,
karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau
membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan
kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
“Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”.
(HR. Muslim)
Dengan
demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari
imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai
iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai
Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat
dan buruk.
Nabi
Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang
yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan
iman. Beliau bersabda:
الحياء والايمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع الاخر (رواه
الكاريم)
”Malu
dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula
yang lain”. (HR. Hakim)
KESIMPULAN
Aqidah
merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini
diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. aqidahlah Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya
bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara
pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba
kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.Ibadah adalah taat kepada
Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya,
merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling
tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. dan yang
mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.
Sedangkan Akhlak
adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu dan ruh
stabilitas kehidupan ummat.
Aqidah
sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari
aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang
kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan
akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang
siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka.
1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Asmaran.
2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
HUBUNGAN AQIDAH, IBADAH DAN AKHLAK
PENDAHULUAN
Islam
merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau
hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak
ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat
semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat
diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu
sifatnya fitrah, kedamaian, akan hadir. Jika manusia itu sendiri menggunakan
dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan
dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna. Namun
jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring fitnah,
maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas keislaman
dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang
itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan menghasilkan
kebiasaan hidup yang baik.
Dalam
agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan
Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah),
Islam (syariat/ibadah), dan ihsan (akhlak). sebagaimana firman Allah
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً
كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ. تُؤْتِي
أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ
اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ.
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang
lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
Ayat
diatas mengilustrasikan kepada kita akan hubungan antara aqidah, ibadah dan
akhlak. Yang kesemuanya memiliki keterikatan dan penguat satu sama lain. Maka
di sini pemakalah akan menjelaskan tentang hubungan antara
ketiganya, sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang
pemakalah susun dalam makalah yang berjudulHubungan Aqidah,
Ibadah Dan Akhlak. Dengan harapan semoga makalah ini dapat menjadi
referansi, khazanah keilmuan dan berguna untuk semua kalangan umat Islam. Amin
PEMBAHASAN
Pengertian
Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Pengertian
Aqidah
Aqidah
merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini
diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari
seluruh bangunan aktifitas manusia
Pondasi
aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan
adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk
pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Apabila
aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal
tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan
adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah.
Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama
manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial
yang baik.
Untuk
dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga
muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang
disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang
dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa
dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Rasulullah
bersabda:
لايكن احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان احسن الناس احسنث
وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا
اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah
ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata:
Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat
baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi
teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat
baik dan kalau mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.”
(HR. Turmuzi)
Al-Maududi
mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam
kehidupan manusia.
Manusia
yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit
dan berakal pendek.
Keimanan
mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai
manusia.
Bersamaan
dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri
manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
Keimanan
membuat manusia menjadi suci dan benar.
Orang
yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
Orang
yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh
kepada Allah SWT.
Keimanan
membuat keberanian dalam diri manusia.
Keimanan
terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
Pengaruh
yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum
Allah.
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang
menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak
ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan
berjalan.
Kemantapan
aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa
al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong,
memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana,
musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari
Allah.
Pengertian
Ibadah
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna
dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah
adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
Ibadah
adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Ibadah
adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah
terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan
hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat,
haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan
badan.
Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat:
56-58]
Allah
Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa
yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah
kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Ibadah
adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Agar
dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa
dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
Ikhlas
karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
Ittiba’,
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jadi
ibadah merupakan hasil dari Aqidah yang kokoh. aqidah tersebut menciptakan
kegiatan atau amal yang dinakan Ibadah. sebagaimana yang kita ketahui, jika
manusia memiliki dua tugas didalam perjalanan penghambaan, yakni ibadah dan
memimpin.
Pengertian
akhlak
Akhlak
(berasal dari kata al-akhlak, jamak dari al-khulq =
kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia
dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak
dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq,
pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai
Rasul Allah. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut
Artinya
:
“Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam,
68 :4)
Beberapa
istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab
kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak
yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu
tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar
mereka.
Selanjutnya,
dikalangan Ulamah terdapat perbedaan pendapat tentang apakah akhlak yang lahir
dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir.
Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang
bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya,
akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini
dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian
lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak
bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW
“diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh
kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama,
mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah
bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan
kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat
dan pendidikan.
Menurut
Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada
issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan.
Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada
Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan
sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian
bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Adapun
sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga
sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dan terhadap
lingkungannya.
Akhlak
terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap
Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
Mensucikan
Allah SWT dan memuji-nya.
Bertaqwa
(berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
Berbaik
sangka kepada Allah SWT
Akhlak
Terhadap Sesama Manusia, sebagai contoh Akhlak terhadap Orang Tua
diantaranya sebagai berikut :
Memelihara
keridaan orang tua
Berbakti
kepada orang tua
Memelihara
etika pergaulan kepada orang tua
Akhlah
terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu
yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan
benda-benda yang tak bernyawa.
Akhlak
yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia
sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam.
Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap
mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga.
Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi
dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga)
seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Jadi
dari penjelasan diatas dapat kita simpulan, jika akhlak merupakan hasil aqidah
yang kokoh dan ibadah yang benar.melalui ibadah, ibadah yang
merupakan pelaksanaan dari perintah Allah Swt. dalam
firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar” (QS al-Ankabut [29]: 45).
Tujuan
akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu menghadirkan kemanfaatan
bagi manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak adalah salah satu dasar bagi
pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara pasti, akhlak sebagai salah
satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan begitu saja. Suatu
masyarakat tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun, masyarakat
tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan dibentuknya
pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya aturan di
tengah-tengah masyarakat itu.
Hubungan
Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Aqidah
sebagai dasar pendidikan akhlak / Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari
aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang
kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan
akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang
siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan
akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang
harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka,
karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau
membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan
kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
“Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”.
(HR. Muslim)
Dengan
demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari
imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai
iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai
Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat
dan buruk.
Nabi
Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang
yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan
iman. Beliau bersabda:
الحياء والايمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع الاخر (رواه
الكاريم)
”Malu
dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula
yang lain”. (HR. Hakim)
KESIMPULAN
Aqidah
merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini
diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. aqidahlah Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya
bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara
pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba
kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.Ibadah adalah taat kepada
Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya,
merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling
tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. dan yang
mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.
Sedangkan Akhlak
adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu dan ruh
stabilitas kehidupan ummat.
Aqidah
sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari
aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang
kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan
akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang
siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka.
1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Asmaran.
2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zuhairi.
Dkk. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Kaelany.
2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG
TUJUAN PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN
Islam sangat
mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi
tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi
dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab,
terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada
pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan
moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini,
banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang
memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan
individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan
profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan
dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap
sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang
selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini
sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang
tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai
individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan
ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang
sekular.
Dalam budaya Barat
sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan
dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan
Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki
pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi
Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya
gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan
Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis.
Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif
dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para
anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini
penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam
secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an
maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat
secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam
dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
II. PEMBAHASAN
1. Kandungan
Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. al-Dzariyat [51] : 56)
Ayat
ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia
haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan
yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang
sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya,
yaitu sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari
sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi
dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan
yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang
terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan
bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak
terjangkau dan tidak terbatas.[1] Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah
ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah
bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji.
Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala
bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala
aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam
kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد
البر)
“Menuntut
ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan”(H.R
Ibn Abdulbari)
من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
“Barangsiapa
yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R.
Turmudzi)[2]
Pendidikan sebagai upaya
perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan
rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi
yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan
suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan
kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi
dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang
ada.
Dalam penciptaaannya,
manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi
sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang
memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan
oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2): 30].
Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya
Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka
manusia merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan
pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan
pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang
tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa.[3]
Dalam khazanah
pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan
akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”.
Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka
dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti,
pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang
beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi
imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina
imaama).
Untuk memahami profil
imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa
itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah
(mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus
itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini),
Orang yang itiba’ sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu
dan kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi
orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki
profil sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi
pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang
bertaqwa.[4]
2. Kandungan
Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2] ayat 247
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya
Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana
Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” nabi
(mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 247)
Ayat
ini menerangkan mengenai kisah pengangkatan Thalut sebagai raja Bani Israil.
Allah menceritakan kisah ini dengan sangat indah, dimana orang yang
berpendidikan dan mempunyai fisik kuatlah yang pantas menjadi pemimpin dan
melaksanakan titah sebagai khalifah fil ardl.
Nabi
Syamuil mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah SWT telah mengangkat Thalut
sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja
dengan alasan, bahwa menurut tradisi, yang boleh dijadikan raja itu hanyalah
dari kabilah Yahudi, sedangkan Thalut sendiri adalah dari kabilah Bunyamin.
Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan,
sedang Thalut sendiri bukan seorang hartawan. Oleh karena itu secara spontan
mereka membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih
berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak
diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?”
Nabi
Syamuil menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah SWT
karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani Israil. Dari ayat ini diambil
pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan raja ataupun pemimpin itu
hendaklah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugasnya
sebagai kepala negara.
2. Ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui di mana letaknya
kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat memimpinnya dengan penuh
kebijaksanaan.
3. Kesehatan jasmani dan kecerdasan pikiran.
4. Bertakwa kepada Allah supaya mendapat taufik daripada-Nya
untuk mengatasi segala kesulitan yang tidak mungkin diatasinya sendiri kecuali
dengan taufik dan hidayah-Nya. [5]
Manusia
sebagai khalifah di bumi bisa melaksanakan amanah memakmurkan bumi jika manusia
tersebut mempunyai 4 karakter diatas. Karakter-karakter tersebut hanya bisa diperoleh
dengan pendidikan yang baik dan usaha yang terus menerus. Pendidikan jasmani
akan menghasilkan raga yang sehat, kuat dan tangguh. Pendidikan rohani akan
menghasilkan pengetahuan yang luas, akhlak yang baik dan ketaqwaan kepada Sang
Kholik. Kedua jenis pendidikan ini saling terkait dan sama pentingnya untuk
menghasilkan manusia-manusia paripurna yang bisa mengemban amanat sebagai
khalifah. Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat untuk menjadi
raja (pemimpin) karena bila syarat-syarat yang empat tersebut telah dipenuhi,
maka mudahlah baginya untuk mendapatkan harta yang diperlukan sebab Allah Maha
Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Hujair
A.H. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi
pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan
misi yang ideal, yaitu “Rohmatan
Lil ‘Alamin”. Selain itu,
sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan
menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak
terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai
penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang
makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam
al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan
misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia
yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.[6]
1. Kandungan
Al-Qur’an Surat al-Qashash [28] ayat 26
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Rupanya
orang tua itu (Nabi Syuaib) tidak mempunyai anak laki-laki dan
tidak pula mempunyai pembantu. Oleh sebab itu yang mengurus semua urusan
keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala
kambing mereka, di samping mengurus rumah tangga. Terpikirlah salah seorang
putri itu untuk memintanya supaya datang memenuhi undangan bapaknya alangkah
baiknya kalau Musa yang nampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat
tenaganya diangkat menjadi pembantu di rumah ini. Putri itu mengusulkan kepada
bapaknya angkatlah Musa itu sebagai pembantu kita yang akan mengurus sebagian
urusan kita sebagai penggembala kambing, mengambil air dan sebagainya. Saya
lihat dia seorang yang jujur dapat dipercaya dan kuat juga tenaganya. Usul itu
berkenan di hati bapaknya, bahkan bapaknya bukan saja ingin mengangkatnya
sebagai pembantu, malah ia hendak mengawinkan putrinya itu dengan Musa dan sebagai
maharnya Musa harus bekerja di sana selama delapan tahun dan bila Musa
menyanggupi sepuluh tahun dengan suka rela itulah yang lebih baik.[7]
Ayat
di atas mengisahkan mengenai pelarian Nabi Musa dari kejaran tentara Fir’aun
untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu dengan dua putri dari Nabi Syuaib dan
membantunya mengambilkan air minum untuk ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang
pemuka agama dan masyarakat di negeri Madyan. Konon Nabi Musa adalah seorang
yang gagah perkasa, kuat, pandai memimpin dan jujur lagi dapat dipercaya.
Karena sifat-sifat terpuji itulah yang membuat anak gadis Nabi Syuaib terkesima
dan Nabi Syuaib juga berencana menikahkan salah satu diantara anak gadisnya
dengan Nabi Musa.
Ibnu
Taimiyah dalam bukunya as-Syiasah Asyriyyah merujuk pada ayat di atas, demikian
juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat Nabi Yusuf A.S sebagai
kepala badan logistik negara.[8] “Maka tatkala
raja telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya kamu
(mulai) hari Ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada
sisi kami” (Q.S. Yusuf [12] : 54). Hal ini menegaskan bahwa
pentingnya kedua sifat tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh
orang yang diberi amanat mengemban tugas berat.
Pengertian
kuat disini adalah kekuatan dalam berbagai aspek dan bidang. Oleh karena itu
terlebih dahulu harus dilihat bidang apa yang akan ditugaskan kepada yang
dipilih. Sedangkan kepercayaan tersebut diatas yang dimaksud adalah integritas
pribadi dari orang yang diberi amanat. Di zaman modern sekarang ini diperlukan
orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing dan mempunyai integritas
pribadi yang unggul dan terpuji guna mengembangkan segala aspek kehidupan yang
lebih bermakna. Diharapkan orang mukmin mempunyai spesialisasi tertentu di
bidang iptek dan punya integritas pribadi tangguh untuk mengembangkan ummat
Islam menuju kejayaan. Mukmin kuat dalam berbagai bidang lebih baik
dibandingkan dengan mukmin lemah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :“Dari Abu
Hurairah R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang mukmin yang kuat lebih baik
dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing
mempunyai kebaikan. Gemarlah kepada hal-hal yang berguna bagimu. Mintalah
pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika engkau ditimpa
sesuatu, jangan berkata: Seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan
begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentakdirkan dan terserah Allah dengan
apa yang Dia perbuat.Sebab kata-kata seandainya membuat
pekerjaan setan.” (H.R. Muslim).[9]
1. Kandungan
Al-Qur’an Surat Ali Imron [3] ayat 19
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Ayat
diatas menunjukkan sebagai berita dari Allah SWT yang menyatakan bahwa tidak
ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu
mengikuti para Rasul yang diutus oleh Allah SWT di setiap masa, hingga diakhiri
dengan Nabi Muhammad SAW yang membawa agama yang menutup semua jalan lain
kecuali jalan yang telah ditempuhnya. Karena itu, barangsiapa yang menghadap
kepada Allah – sesudah Nabi Muhammad SAW diutus – dengan membawa agama yang
bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah.
Ibnu
Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas membaca firman Allah diatas denganinnahu yang di-kasrah-kan dan anna di-fathah-kan, artinya “Allah telah menyatakan, begitu pula para
malaikat dan orang-orang berilmu, bahwa agama yang diridloi di sisi Allah
adalah Islam”. Sedangkan menurut jumhur ulama’, mereka membacanya kasrah, yaitu‘innad diina’ sebagai kalimat berita. Bacaan tersebut kedua-duanya benar, tetapi menurut
bacaan jumhur ulama lebih kuat.[10]
Kemudian
Allah SWT memberitakan bahwa orang-orang yang telah diberikan Al-Kitab kepada
mereka di masa-masa yang lalu, mereka berselisih pendapat hanya setelah hujjah
ditegakkan atas mereka, yakni sesudah para Rasul diutus kepada mereka dan
kitab-kitabsamawi diturunkan buat mereka. Sebagian dari mereka merasa
dengki terhadap sebagian yang lainnya, lalu mereka berselisih pendapat dalam
perkara kebenaran. Hal tersebut terjadi karena terdorong oleh rasa dengki,
benci dan saling menjatuhkan, hingga sebagian dari mereka berusaha menjatuhkan
sebagian yang lain dengan menentangnya dalam semua ucapan dan perbuatannya,
sekalipun benar.[11] Terhadap orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat Allah
yang telah diturunkan, maka sesungguhnya Allah akan membalas perbuatannya dan
melakukan perhitungan terhadapnya atas kedustaannya itu, dan akan menghukumnya
akibat ia menentang Kitab-Nya.
Keterangan
di atas menunjukkan kedengkian dan kebencian umat Yahudi dan Nasrani terhadap
umat Islam pada zaman sekarang setelah hujjah dan penjelasan datang pada mereka
tentang kebenaran Islam. Walaupun mereka diberi akal dan pengetahuan oleh Allah
SWT, tetapi karena hatinya tertutup oleh rasa sombong dan dengki terhadap Islam
sehingga tidak mau menerima kebenaran Islam. Pengetahuan yang mereka peroleh
digunakan untuk menuruti hawa nafsu mereka belaka, seperti dapat kita lihat di
negara-negara yang mayoritas penduduknya Yahudi dan Nasrani. Pengetahuan yang
telah diperoleh untuk memperkaya diri, menyombongkan diri bahkan saling
berusaha menguasai dan menjajah diantara satu dengan lainnya dalam segala
bidang kehidupan. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh kering dari makna
serta membuat semakin kehilangan arah ke-ilahi-an dan miskin dimensi
transendental.
Tujuan
pendidikan ala Al-Qur’an jelas beda dengan konsep pendidikan di Barat yang
mengedepankan materialistik. Dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang
didapat dari proses belajar-mengajar secara Islami diharapkan akan terbentuk
muslim yang lebih tangguh, berpengetahuan luas dan yakin akan kebenaran ajaran
Islam. Pengetahuan yang didapatpun akan lebih didayagunakan untuk kemaslahatan
umat Islam pada khususnya dan rahmatan
lil alamin pada umumnya.
III. ANALISIS KRITIS
AYAT-AYAT TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan adalah suatu
yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai atau tujuan adalah
cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan
pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of
education). Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada
subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku
individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam
sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam
pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi
keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan
yang notabenenya Islam, maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras
dengan syari’at Islam. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan
beberapa tokoh adalah :
1. Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan
hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi
hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri
kepada-Nya .
2. Dr. Ali Ashraf; “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang
menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat
dan kemanusiaan pada umumnya”.
3. Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral
refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari
pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
4. Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang
berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak,
berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin
yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai
pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta
moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian dan
penjelasan di atas, pemakalah menyimpulkan :
1. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang
sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari
sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain itu dalam setiap gerak
langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang Maha Kuasa.
2. Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil
ardl yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur,
kuat jasmani dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang.
Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas sebagai pembawa
kemakmuran di bumi dan “Rahmatan
Lil Alamin“.
3. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang
sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Wallahu
‘alam bisshowab
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasy
M. Athiyah, 1968, At-Tarbiyah
al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) , Jakarta :
Bulan Bintang.
Al-Abrasy
M. Athiyah, 1969, At-Tarbiyah
al-Islamiyah wal Falsafatuha, Isa al-Baby al-Halaby, Qahirah
Al-Attas
An Naquib, 1988, Konsep
Pendidikan Dalam Islam,
Bandung : Mizan.
Ali
Ashraf, 1989, Horison
Baru Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Hafidh
Ibnu Hajar al-Asqalani, 1995, Bulughul
Maram, (terj; H. Mahrus Ali), Mutiara Ilmu , Surabaya
Azra.
Azyumardi, 2002, Pendidikan
Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Drs.
H. Moh. Rifa’i, 1978, Ilmu
Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra
M.
Quraisy Shihab, 2002, Tafsir
al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati
Marimba,
Ahmad D, 1989, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam,
Bandung : Al-Ma’arif.
Sanaky,
Hujair AH, 2003, Paradigma
Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia.Yogyakarta:
Safiria Insania Press dan MSI.
Syahminan
Zaini, 1986, Prinsip-Prinsip
Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna.
[3] .
Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2002, hal.33
[6] .
Hujair AH. Sanaky, Paradigma
Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria
Insania Press dan MSI, hal. 142
[9] .
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul
Maram, (terjemah Bulughul Maram, hadits no 1554, hlm 669)
ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ
ﻤﺤﻤﱠﺪ ﺒﻦ ﺒﺸﱠﺎﺭ ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ ﺍﻟﺭﱠﺤﻤﻦ ﺒﻦ ﻤﻬﺪﻯﱢ ﺤﺪﱠﺛﻨﺎ ﺴﻔﻴﺎﻦ ﻋﻦ ﺤﺒﻴﺐ ﺒﻥ ﺃﺒﻰ ﺛﺎﺒﺖ ﻋﻦ
ﻤﻴﻤﻮﻥ ﺒﻥ ﺃﺒﻰ ﺸﺒﻴﺐ ﻋﻦ ﺃﺒﻰ ﺬﺭﱠ ﻗﺎﻞ ﻗﺎﻞ ﻠﻰ ﺭﺴﻭﻞ ﷲ ﺼﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ﴿ﺍﺗﱠﻖ ﷲ ﺤﻴﺜﻤﺎ ﻜﻨﺚ
ﻮ ﺃﺜﺑﻊ ﺍﻟﺴﱠﻴﱢﺌﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺗﻤﺤﻬﺎ ﺘﻤﺤﻤﺎﻮﺨﺎﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺲ ﺒﺨﻟﻖ ﺤﺴﻦ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮ ﻤﺬﺮ ﻮ ﺃﺒﻮ ﺪﺍﻮﺪ
ﻮ ﺃﺤﻤﺪ﴾
Makna
Mufradat
ﺍﺗﱠﻖ: Bertaqwalah
ﺃﺜﺑﻊ: Mengiringi
ﺍﻟﺴﱠﻴﱢﺌﺔ: Perbuatan yang jelek
ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ: Perbuatan yang baik
ﺗﻤﺤﻬﺎ: Menghapus
Terjemah
Diriwayatkan dari Abi Dzar ia berkata
Rasulullah SAW. bersabda kepada ku, katanya; Bertaqwalah kepada Allah di
manapun kamu berada dan ikutilah setiap perbuatan yang jelek itu dengan
kabaikan niscaya itu akan dapat menghapusnya dan bergaullah dengan manusia
dengan akhlak yang mulia. (HR. Abu Dawud)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Terjemahannya:
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah
Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R
Ibnu Majah)[3]
PENDIDIKAN
DALAM KELUARGA
Sejak dini, seorang anak
sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang
haram serta yang halal.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”(Q.S. Thaha: 132)[14]
Agama Islam secara jelas
mengingatkan para orang tua untuk berhati-hati dalam memberikan pola asuh dan
memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman
ayat 12 sampai 19. Dan apabila kita kaji isi ayat di atas, maka kita akan
menemukan beberapa point-point penting di antaranya adalah :
1. Pembinaan jiwa orang tua
Pembinaan jiwa orang tua
di jelaskan dalam Surah Luqman ayat 12 : Dan sesungguhnya telah Kami berikan
hikmat kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji”.
2. Pembinaan tauhid kepada anak
Makna tentang pembinaan
tauhid, Luqman Ayat 13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah kezhaliman yang besar”. Luqman Ayat 16 : (Lukman berkata)
: Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.”
3. Pembinaan akidah kepada anak
Mengenai pembinaan
akidah ini, Surah Luqman memberikan gambaran yang begitu jelas. Dalam surat
tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat
14, 15, 18 dan ayat ke 19.
4. Pembinaan sosial pada anak
Pembinaan sosial pada
anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan
ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat
ke 17 dari surat Luqman berbunyi : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.”[17]
Hadits tentang tugas-tugas istri atau ibu
وَاْلاِمْرَأَةُ
فِى اْليَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه
البخاري ومسلم)
Artinya: “Dan seorang istri adalah
penanggung jawab (pemimpin) di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai
pertanggungjawabannya atas tugas dan kewajiban itu.”(HR. Bukhori dan
Muslim)[3]
4. Hadits tentang pendidikan terhadap anak
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي
الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو
دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ[4]
Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam
Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia
adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn
Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah
anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena
mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka
(anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)[5]
PENTINGNYA
MENDIDIK
Ayat dan Terjemah
Surat An-Nisa Ayat 9
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ
لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
Artinya: Dan hendaklahtakut
(kepada Allah) orang-orang yang sekiranyamerekameninggalkanketurunan yang lemah
di belakangmereka yang merekakhawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh
sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar.(An-Nisa/4:9)
Bahwa orang tua wajib mendidik anak-anaknya karena
sedianya setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
Hadits Muslim 4803
حَدَّثَنَا
حَاجِبُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ الزُّبَيْدِيِّ
عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُا أَبُو هُرَيْرَةَ
وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ { فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ } الْآيَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ كِلَاهُمَا عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ
بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً وَلَمْ
يَذْكُرْ جَمْعَاءَ
Seorang
bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah).
Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani,
ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa
cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?
' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yg telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, & telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami 'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dgn sanad ini & dia berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.-
' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yg telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, & telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami 'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dgn sanad ini & dia berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.-
Ayat-ayat Al-Qur’an
dan Hadis tentang Motivasi Belajar
Adapun
ayat dan hadits yang berkenaan dengan motivasi dalam Islam terutama motivasi
untuk menuntut ilmu atau motivasi belajar adalah:
1) Q.S.
Al-Mujadilah : 11
….
Artinya: .... “Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
2) Q.S.
Az-Zumar : 9
....
Artinya: ....Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
3) Hadits
Nabi Saw.
طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya: “Menuntut ilmu wajib atas tiap-tiap
muslim laki-laki dan muslim perempuan”.
اُطْلُبُ الْعِلْمَ
مِنَ الْمَهْدِ اِلَى الَّحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga
liang lahat”.
صَاحِبُ الْعِلْمِ
يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْحُوْتَ فِيْ الْبَحْرِ
Artinya: “Segala makhluk di bumi memohon ampun
bagi orang yang mempunyai ilmu, hingga ikan yang ada di lautan”.
Dalam hadits-hadits
dan ayat Al-Qur’an diatas ini sangat jelas sekali memberikan motivasi kepada
manusia bahkan mewajibkan kepada tiap-tiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan untuk selalu belajar dan menuntut ilmu.
KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
I. Ayat,
arti, serta tafsir surat Luqman
1. Arti dan
isi kandungan surat Luqman ayat 12
وَلَقَدْ آتَيْنَا
لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْلِله وَمَنْ
يَشْكُرْفَإنَّمَايَشْكُرُلِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ
حَمِيْدٌ(12)
Dan sesungguhnya telah
Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur
untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Ayat 12 menguraikan
tentang salah seorang yang bernama Luqman yang dianugerahi oleh Allah SWT
hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan
kepada anaknya. Para ulama mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah.
Antara lain bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segaala
sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal
ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan
didukung oleh ilmu.”
Hikmah juga diartikan
sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya
mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan
kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari katahakamah, yang
berarti kendali. Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah
yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan
sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua
hal yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamaihakim (bijaksana).
Kata syukur terambil
dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain
pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu.
Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang
terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan
kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya
dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahan
itu. Syukur didefinisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah
yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
(أن اشكر لله) an usykur
lillah adalah hikmah itu sendiri yang dianugerahkan kepadanya itu.
Al-Biqa’I menulis bahwa “walaupun dari segi redaksional ada
kalimat Kami katakana kepadanya, tetapi makna khirnya adalah Kami
anugerahkan kepadanya syukur.” Sayyid Quthub menulis bahwa: “Hikmah,
kandungan dan konsekuensinya adalah syukur kepada Allah.”
Ayat di atas menggunakan
bentuk mudhari’/kata kerja masa kini dan dating untuk
menunjukkan kesyukuran (يشكر)yasykur, sedang
ketika berbicara tentang kekufuran, digunakan bentuk kata kerja
masa lampau (كفر). Sebaliknya kata
kerja masa lampau pada kekufuran/ketiadaan syukur (كفر) adalah
untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi,, walau sekali, maka Allah akan
berpaling dan tidak menghiraukannya.
Kata (غنيّ) Ghaniyyun/ Maha Kaya terambil
dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (غ) ghain, (ن) nun, (ي) ya’ yang
bermakna berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun
selainnya. Dari sini lahir kataghaniyyah, yaitu wanita yang tidak kawin
dan merasa berkecukupanhidup di rumah orang tuanya, atau merasa cukup hidup
sendirian tanpa suami, dan yang kedua adalah suara. Dari sini
lahir kata mughanniy dalam arti penarik suara atau penyanyi.
Kata (حميد) Hamid/
Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari
huruf-huruf (ح) ha’ (م) mim dan (د) dal, yang maknanya adalah
antonim tercela. Kata hamd/pujian digunakan
untuk memuji yang Anda peroleh maupun yang diperoleh selain Anda. Berbeda
dengan kata syukur yang digunakan dalam konteks nikmat yang
Anda peroleh saja.[3]
2. Arti
dan isi kandungan surat Luqman ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(13)
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kelaliman yang besar".
Di ayat 13 dilukiskan
pengalaman hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya. Ini pun
mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Ayat ini berbunyi: Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia dari saat ke saat memberi pelajaran kepadanya bahwa"Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) dengan sesuatu apapun,
dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun
batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi. Sesungguhnya syirik
yaknimempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang
besar". Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada
tempat yang sangat buruk.
Luqman yang disebut surat ini
adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua
tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘ad. Tokoh ini
mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya.
Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan
kata-kata bijak dan perumpamaannya. Agaknya dialah yang dimaksud oleh surah
ini.
Kata (يعظه) ya’izhuhu terambil
dari kata (وعظ) wa’zh yaitu
nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga
yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk member
gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan,yakni tidak
membentak, tetapi penuh kasih saying sebagaimana dipahami dalam panggilan
mesranya kepada anak.
Sementara ulama yang
memahami kata (وعظ) wa’zh dalam
arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman,berpendapat
bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman adalah orang musyrik,
sehingga sang ayah yang menyandang hikmah it uterus menerus menasihatinya
sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid.
Kata (بنيّ) bunayya adalah
patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (إبني) ibny,
dari kata (إبن) ibn yakni
anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayng. Dari sini kita
dapat berkata bahwa ayat di atas member isyarat bahwa mendidik hendaknya
didasari oleh rasa kasih saying terhadap peserta didik.
Luqman memulai
nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/ mempersekutukan
Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud keesaan Tuhan.
Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan, jangan mepersekutukan Allah untuk
menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang
baik. Memang “At-takhliyah muqaddamun ‘ala at-tahliyah” (menyingkirkan
keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan)[4]
3. Arti dan
isi kandungan surat Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي
وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ(14)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Menurut Al-Biqa’I, ayat
14 bagaikan menyatakan: Luqman menyatakan hal itu kepada anaknya sebagai
nasihat kepadanya, padahal Kami telah mewasiatkan anaknya dengan wasiat itu
seperti apa yang dinasihatkannya menyangkut hak Kami. Thahir Ibn ‘Asyur
berpendapat bahwa jika kita menyatakan bahwa Luqman bukan seorang Nabi, maka
ayat ini adalah sisipan yang sengaja diletakkan setelah wasiat Luqman yang lalu
tentang keharusan mengesakan Allah dan mensyukuri-Nya. Allah menggambarkan
betapa Dia sejak dini telah melimpahkan anugerah kepada hamba-hamba-Nya dengan
mewasiatkan anak agar berbakti kepada orang tuanya. Di ayat 14 tidak
menyebutkan jasa bapak, tetapi lebih menekankan jasa ibu. Ini disebabkan karena
ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu berbeda
dengan bapak. Di sisi lain, “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak lebih
ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran
anak dipikul sendirian oleh ibu.Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi
berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayah pun bertanggung
jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu
berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu.
Kata (وهنًا) wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan.Yang
dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan
pemeiharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat inilah mengisyaratkan betapa
lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri,
yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya
dan dipikulnya.
Firman-Nya: (وفصاله في عامين) wa fishalahu fi amain/ dan penyapiannya
di dalam dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat
penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk
memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi juga bahkan lebih-lebih untuk
menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima. Kata fi/di
dalam, mengisyaratkan bahwa masa itu tidak mutlak demikian. Dalam surat
Al-Baqarah: 233 ditegaskan bahwa masa dua tahun adalah bagi siapa yang hendak
menyempurnakan penyusuan.
Pada penggalan ayat 14
ini, jika dihubungkan dengan firman-Nya pada QS. Al-Ahqaf: 15 yang
menyatakan: “…mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan,”diperoleh kesimpulan bahwa masa kehamilan minimal adalah tiga puluh
bulan kurang dua tahun yakni enam bulan.
Di antara hal yang menarik
dari pesan-pesan ayat ini adalah bahwa masing-masing disertai dengan
argumennya:“Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya memperse-kutukan-Nya
adalah penganiayaan yang besar”. Sedang ketika mewasiati anak
menyangkut orang tuanya ditekankan bahwa,”Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan kelemahan di atas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun.”Demikianlah
seharusnya materi petunjuk atau materi pendidikan yang disajikan. Ia dibuktikan
dengan kebenaran argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat dibuktikan oleh
manusia melalui penalaran akalnya. Metode ini bertujuan agar manusia merasa
bahwa ia ikut berperan dalam menemukan kebenaran dan dengan demikian ia merasa
memilikinya serta bertanggung jawab mempertahankannya.[5]
4. Arti dan
isi kandungan surat Luqman ayat 15
وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى
أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي
الدُّنيَامَعرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَن أَنَبَ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم
فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ(15)
“Dan jika keduanya memaksa kamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka jangan lah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembali kamu, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan.”
Ayat ini menjelaskan
tentang pengecualian menaati perintah kedua orangtua, sekaligus menggaris
bawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan
dalam bentuk serta kapan dan dimana pun. Kewajiban menghormati dan menjalin
hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa
seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir
minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya, karena meminum
minuman keras buat orang kafir bukanlah sesuatu yang munkar.
Ayat ini mengandung
pesan, yang pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu hanya dalam urusan
keduniaan, bukan keagamaan. Yang kedua, bertujuan meringankan beban tugas itu,
karena ia hanya untuk smentara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya
terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan
yang ketiga, bertujuan menghadapkan kata dunia dengan hari
kembali kepada Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya
kepada-Ku kembali kamu.[6]
5. Arti dan
isi kandungan surat Luqman ayat 16
يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ
تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ
أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ(16
“Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat
biji sawi, dan berada dalam batukarang atau dilangit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.”
Ayat ini menguraikan
tentang kedalaman ilmu Allah swt., yang diisyaratkan pula oleh penutup ayat
lalu dengan pernyataan-Nya. Dalam ayat ini terdapat kata Lathif yang
bermakna lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir
makna ketersembunyian dan ketelitian. Imam al-Ghazali menjelaskan
bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian
kemashalatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian
menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut
bukan kekerasan. Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah Lathif,
kerena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi
menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.
Dalam konteks ayat ini,
agaknya perintah berbuat baik, apalagi kepada orangtua yang berbeda agama,
merupakan salah satu bentuk dari Luthf Allah swt. Karena
betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan
darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. Dan
dapat disimpulkan bahwa ayat ini menggambarkan Kuasa Allah melakukan
perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akhirat nanti. Demikian,
melalui keduanya tergabung uraian tentang keesaan Allah dan keniscayaan hari
kiamat. Dua prinsip dasar akidah Islam yang sering kali mewakili semua
akidahnya.[7]
6. Arti dan
isi kandungan surat Luqman ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ
الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا
أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ(17)
“ Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan
perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal diutamakan.”
Ayat di atas menjelaskan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikanyang tercermin dalam amr ma’ruf dan
nahi munkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari
kegagalan yaitu sabar dan tabah. Kata ‘azm dari segi bahasa
bararti keteguhan hati dan tekad untuk melakukan sesuaatu. Kata ini
berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek, sehingga makna
penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi
munkar – serta kesabaran – merupakan hal-hal yang telah diwajibkan
oleh Allah untuk dibulatkan atasnya tekad manusia. Thabathaba’i tidak
memahami kesabaran sebagai salah satu yang ditunjuk oleh kata yang demikian
itu, karena menurutnya kesabaran telah masuk dalam bagian azm. Maka
atas dasar itu, bersabar yakni menahan diri termasuk dalam ‘azm dari
sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan keteguhan akan terus bertahan
selama masih ada sabar. Dengan demikian kesabaran diperlukan oleh tekad serta
kesinambungannya.[8]
وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ
لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ
فَخُورٍ(18)
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ الحَمِيرِ(19
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Naasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun
berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran aqidah, beliau selingi
dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh
dengansatu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan
akhlaq merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
Beliau
menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di
samping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah jugaengkau berkeras memalingkan
pipimu yakni mukamu dari manusia - siapapun dia –
didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi tampillah kepada setiap orang
dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau
melangkah, janganlah berjalan dimuka bumi dengan
angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerahkasih sayang-Nya
kepada orang orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
bersikapsederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan
dada dan jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa
dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah
suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan
keledai. Sesungguhnya sebukruk-buruk suara ialah suara keledai karena
awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas yang buruk.
Kata tusha’ir terambil
dari kata ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa unta
dan menjadikan lehernya keseleo, sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras
agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yang
mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat di atas menggambarkan upaya
keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. Memang
sering kali penghinaan tercermin pada kenengganan melihat siapa yang dihina.
Kata fi’
al-ardh/di bumi disebut oleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa
asal kejadian manusia dari tanah, sehingga dia hendaknya jangan menyombongkan
diri dan melangkah angkuh di tempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i. sedangkan
Ibn ‘Asyur memperoleh kesan bahwa bumi adalah tempat berjalan setiap orang,
yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat
jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama,
menyombongkan diri dan merasa melebihi orang lain.
Kata mukhtalan terambil
dari akar kata yang sama dengan khayal/khayal. Karenanya kata
ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya,
bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam
ini berjalan dengan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan
dengan orang lain. Dengan demikian, keangkuhannya tampak secara nyata dalam
kesehariannya. Kuda dinamai khail karena cara jalannya
mengesankan keangkuhan. Seorang yang mukhtal membanggakan apa
yang dimilikinya, bahkan tidak jarang membanggakan apa yang pada hakikatnya
tidak ia miliki. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata fakhuran, yakni
seringkali membanggakan diri. Memang kedua kata ini mukhtal danfakhur mengandung
makna kesombongan, kata pertama bermakna kesombongan yang terlihat dalam
tingkah laku, sedang yang kedua adalah kesombongan yang terdengar dari
ucapan-ucapan. Di sisi lain, perlu dicatat bahwa penggabungan kedua hal itu
bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah baru lahir bila keduanya tergabung
bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak! Jika salah satu dari kedua sifat itu
disandang manusia maka hal itu telah mengundang murka-Nya. Penggabungan
keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang lain hanya bermaksud menggambarkan
bahwa salah satu dari keduanya sering kali berbanrengan dengan yang lain.
Kata ughdhudh terambil
dari kata ghadhdh dalam artipenggunaan sesuatu tidak
dalam potensinya yang sempurna. Mata dapat memandang ke kiri dan ke
kanan secara bebas. Perintahghadhdh jika ditujukan kepada mata maka
kemampuan itu hendaknya dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal. Demikian
juga dengan suara. Dengan perintah diatas, seseorang diminta untuk tidak
berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus
berbisik.
Demikian
Luqman al-Hakim mengakhiri nasihat yang mencakup pokok-pokok tuntunan agama. Di
sana ada akidah, syariat dan akhlak, tiga unsure ajaran al-Qur’an. Di sana ada
akhlak terhadap Allah, terhadap pihak lain dan terhadap diri sendiri. Ada juga
perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam
kebajikan, serta perintah bersabar, yang merupakan syarat mutlak
meraih sukses, duniawi dan ukhrawi. Demikian Luqman al-Hakim mendidik anaknya
bahkan member tuntunan kepada siapa pun yang ingin menelusuri jalan kebajikan.
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ
خُثَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى
مَنْكِبِي شَكَّ سَعِيدٌ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده قوي على شرط مسلم
Artinya:Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah SAW meletakkan tanggannya pada punggung Ibnu ‘Abbas atau pundaknya, – perawi Hadis ini, Said ragu- kemudian Rasulullah SAW berdo’a: Ya Allah berikanlah kepadanya pemahaman yang mendalam tentang agama dan ajarilah dia takwil (al-Qur’an). (Ahmad ibn Hanbal Abu Abdullah al-Syiyabaani, tt: 266).
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده قوي على شرط مسلم
Artinya:Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah SAW meletakkan tanggannya pada punggung Ibnu ‘Abbas atau pundaknya, – perawi Hadis ini, Said ragu- kemudian Rasulullah SAW berdo’a: Ya Allah berikanlah kepadanya pemahaman yang mendalam tentang agama dan ajarilah dia takwil (al-Qur’an). (Ahmad ibn Hanbal Abu Abdullah al-Syiyabaani, tt: 266).
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa Rasulullah SAW wafat, sedang
usia Ibnu ‘Abbas memasuki 10 (sepuluh) tahun dan dia telah mempelajari
ayat-ayat muhkam. Ibnu ‘Abbas telah mengatakan pula kepada Sa’id bin Jubair
(muridnya): “aku telah menghimpun semua ayat-ayat muhkam pada masa Rasulullah SAW.
Said bertanya kepadanya: “Apakah ayat-ayat muhkam itu? Ibnu ‘Abbas menjawab:
“Surat-surat yang mufashal (yang pendek-pendek).
Ibnu Katsir ra telah mengatakan bahwa dengan interpretasi apapun makna hadis ini menunjukkan kebolehan mengajari anak-anak untuk membaca al-Qur’an meskipun dalam usia dini, bahkan adakalanya disunnahkan atau diwajibkan. (Jamaal ‘Abdur Rahman, 2005:392)
Ibnu Katsir ra telah mengatakan bahwa dengan interpretasi apapun makna hadis ini menunjukkan kebolehan mengajari anak-anak untuk membaca al-Qur’an meskipun dalam usia dini, bahkan adakalanya disunnahkan atau diwajibkan. (Jamaal ‘Abdur Rahman, 2005:392)
Selain itu al-Qur’an sendiri merupakan materi pertama
yang harus diajarkan kepada siswa. Rasulullah SAW telah bersabda:
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ
بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ
مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قَالَ وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ
فِي إِمْرَةِ عُثْمَانَ حَتَّى كَانَ الْحَجَّاجُ قَالَ وَذَاكَ الَّذِي
أَقْعَدَنِي مَقْعَدِي هَذَا
Artinya:Telah menceritakan kepada kami hujjaj ibn Minhaal telah menceritakan syu’bah ia berkata ‘Alqamah ibn mursyid telah mengkhabarkan kepadaku saya mendengar Said ibn ‘Ubaidah dari ayah Abdurrahman al-silmy dari ‘Usman ra Nabi SAW telah bersabda: “Yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. (Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari,1987:1919)
Artinya:Telah menceritakan kepada kami hujjaj ibn Minhaal telah menceritakan syu’bah ia berkata ‘Alqamah ibn mursyid telah mengkhabarkan kepadaku saya mendengar Said ibn ‘Ubaidah dari ayah Abdurrahman al-silmy dari ‘Usman ra Nabi SAW telah bersabda: “Yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. (Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari,1987:1919)
2. Shalat
Rasulullah SAW telah bersabda:
حدثنا مؤمل بن هشام يعني اليشكري ثنا
إسماعيل عن سوار أبي حمزة قال أبو داود وهو سوار بن داود أبو حمزة المزني الصيرفي
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “مروا
أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر سنين وفرقوا
بينهم في المضاجع
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muammal ibn
Hisyam yaitu al-Yasykariy telah bercerita Isma’il dari Sawwar Abi Hamzah telah
berkata Abu Dawud dan dia Sawwar ibn Daud Abu Hamzah al-Mazni as-Shirafi dari
‘Umar ibn Syu’aib dari ayahnya dari neneknya telah berkata: Bersabda rasulullah
SAW” Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika berumur 7 (tujuh) tahun, dan
pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan shalat, dan pisahkan tempat tidur
mereka (putra dan putri)”. (H.R. Abu Dawud) (Sulaiman ibn al-Asy’as Abu Daud
al-sajastani al-ajdi, tt:187)
KASIH
SAYAG DALAM MENDIDIK
Anak adalah Amanah.
Surah
Al-Anfal/8:27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ
وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
|
Artinya:”Wahai orang-orang yang
beriman,janganlah kalian mengkhianati (amanat) Allah dan Amanat Rasul,dan
janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang diamanatkan kepada
kalian,sedangkan kamu mengetahui”.(Q.S. al-Anfal/8:27)
Surah An-Nisa/4:09
Artinya:”Dan hendaklah takut (kepada Allah
daripada melakukan aniaya kepada anak-anak yatim) oleh orang-orang (yang
menjadi penjaganya), yang jika ditakdirkan mereka pula meninggalkan anak-anak
yang daif (yatim) di belakang mereka, (tentulah) mereka akan merasa bimbang
terhadap (masa depan dan keselamatan) anak-anak mereka; oleh itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang
betul (menepati kebenaran)”. (Q.S.an-Nisa/4:09)
2) Anak
adalah Batu Ujian Keimanan Orangtua.
Anak adalah sumber kebahagiaan keluarga.Tetapi
disisi lain ia pula merupakan batu ujian keimanan.Sebagaimana dijelaskan dalam
Surah al-Anfal/8:28:
عَظِيمٌ جْرٌأَ عِندَ
اللَّهَ فِتْنَةٌ وَاعْلَمُواأَنَّمَاأَمْوَالُكُمْأَوْلَادُكُمْوَأَنَّوَهُ
Artinya:”Dan ketahuilah,bahwa harta kalian
dan anak-anak kalian adalah fitnah (batu ujian keimanan) dan sesungguhnya
disisi Allahlah pahala yang besar.”(QS. al-Anfal/8:28)26
3) Anak adalah Makhluk
Independen.
Yang dimaksud dengan
makhluk independen dalam hal ini adalah ciptan Allah yang berdiri
sendiri,memiliki takdir tersendiri dan merupakan individu tersendiri
yang terlepas dari individu lain termasuk kedua orangtuanya sekalipun.
Orangtua memang
berkewajiban merawat,mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Namun perlu disadari
bahwa mereka adalah makhluk independen,dimana para orangtua tidak berhak
memaksakan kehendak kepada anak-anak mereka.Sebagaimana yang dijelaskan dalam
al-Qur’an Surah al-Mu’minun/23:12-14:
* مّكِينٍ قَرَارٍ
فِي نُطْفَةً جَعَلْنَاهُ ثُمّ * طِينٍ مّن سُلاَلَةٍ مِن الإِنْسَانَ خَلَقْنَا لَقَدْوَ
فَكَسَوْنَا عِظَاماً الْمُضْغَةَ
فَخَلَقْنَا مُضْغَةً لْعَلَقَةَ ا فَخَلَقْنَا عَلَقَةً لنّطْفَةَ ا خَلَقْنَا
ثُمّ
الْخَالِقِينَ أَحْسَنُ
اللّهُ فَتَبَارَكَ آخَرَ خَلْقاً أَنشَأْنَاهُ ثُمّ
لَحْماً الْعِظَامَ
Artinya:”Dan sesungguhnya kami (Allah) telah
menciptakan manusia (Adam) dari saripatih tanah.Kemudian kami jadikan manusia
(berikutnya) dari air mani yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim
ibu).Kemudian air mani itu kami ciptakan menjadi segumpal darah,dari segumpal
darah kami ciptakan menjadi segumpal daging,dari segumpal daging kami ciptakan
menjadi tulang-belulang,lalu kami jadikan tulang-belulang yang terbungkus daging
itu sebagai makhluk tersendiri. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. (al-Mu’minun/23:12-14)27
Baik. (al-Mu’minun/23:12-14)27
26.ibid.....jilid 4....hal.509
27.ibid....jilid 3.....hal.410.
Kata Khalqun
Akhar dalam ayat di atas maksudnya sekalipun anak dilahirkan orangtua,namun
pada hakikatnya dia merupakan individu yang berbeda dengan siapapun, termasuk
kedua orangtuanya.Bahkan dia juga memiliki takdir tersendiri yang belum tentu
sama dengan kedua orangtuanya.
4) Anak
Sebagai Sumber Kasih Sayang.
Surah Al-Furqan/25:74
إِمَامًا
لِلْمُتَّقِينَ وَاجْعَلْنَا أَعْيُ قُرَّةَ وَذُرِّيَّاتِنَا أَزْوَاجِنَا مِنْ لَنَا هَبْ رَبَّنَ
يَقُولُونَ وَالَّذِينَ
Artinya:”Dan orang-orang yang berkata,”ya
Tuhan kami,anugerakanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.”(QS. Al-Furqan/25:74)28
5) Anak
Sebagai Pelestari Pahala
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya:“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah
amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan,
atau do’a anak yang sholeh”29 (HR. Muslim no. 1631)
Artinya:” Dari Abu Rafi’ dari ayahnya,ia
berkata;aku pernah melihat Rasulullah SAW adzan sebagaimana adzan sholat,di
telinga Hasan bin Ali pada saat Fatimah melahirkannya.” (HR.Abu Dawud)
Hal
itu dapat dikuatkan oleh adanya hadist di bawah ini yang Artinya:”Setiap
anak yang dilahirkan,adalah fitrah.Tinggal kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikannya sebagai seorang Yahudi,Nasrani,ataupun Majusi.”(HR.Bukhari).
Tentang
tanggung jawab ini disebutkan juga dalam hadist yang Artinya:”Tiap-tiap kamu
adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya,seorang
laki-laki adalah pemimpin didalam keluarganya dia akan ditanya tentang
kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin,dia akan ditanya tentang
kepemimpinannya,seorang pelayan adalah pemimpin didalam harta majikannya,dia
akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam
harta ayahnya,dia akan ditanya tentang kepemimpinannya,maka tiap-tiap dari kamu
adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR.Al-Bukhari
2554 dan Muslim 1829).
Begitu
juga dalam hadist yang lain disebutkan:”Dari Samurah,bahwasannya Nabi
Muhammad SAW bersabda; Setiap anak yang lahir terpelihara dengan aqiqahnya yang
disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya.Rambutnya dicukur dan si
bayi diberi nama.” (HR.Ibnu Majah)
Metode-Metode Pendidikan Islam Dalam Al Qur'an
1. Metode
Teladan
Dalam al-Qur’an kata
teladan disamakan pada kata Uswahyang kemdian diberikan sifat
dibelakangnya seperti sifat hasanahyang berarti baik. Sehingga
dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang berarti
teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak
enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim dan kaum yang
beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab :
لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة
“Sesungguhnya dalam
diri Rasullullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik”
(Q.S.al-Ahzab:21)[31]
Muhammad Quthb, misalnya
mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk
sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah
masih berlangsung[32].metode
ini dinggap sangat penting karena aspek agama yang trpenting adalah akhlak yang
termasuk dalam kawasan aektif yang terwujud dalam tingkah laku(behavioral).
2. Metode
Kisah-Kisah
Di dalam al-Qur’an selain
terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasash yang berarti cerita-cerita
atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali.[33] Menurut
Quraish Shihab bahwa dalam mengemukakan kisah di al-Qur’an tidak segan-segan
untuk menceritakan “kelemahan manusiawi”. Namun, hal tersebut digambarkanya sebagaimana
adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengundang rangsangan. Kisah
tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi akibat kelemahan itu, atau
dengan melukiskan saat kesadaran dan kemenangannya mengalahkan kelemahan tadi.
Kemudian Quraish Shihab
memberikan contoh pada surat al-Qashash ayat 76-81.[34] Disini,
setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa kekayaan yang diperolehnya adalah
berkat kerja keras dan usahanya sendiri. Sehingga muncul kekaguman orang-orang
sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilkinya, tiba-tiba gempa menelan Karun dan
kekayaanya. Orang-orang yang tadinya kagum menyadari bahwa orang yang durhaka
tidak akan pernah memperoleh keberuntungan yang langgeng. Pelajaran yang
terkandung dalam kisah tersebut adalah mengingatkan menusia agar jangan lupa
bersyukur kepada Allah, jangan lupa diri, takabbur, sombang dan seterusnya,
karena itu semua hal yang tidak disukai oleh Allah.
Kisah atau cerita sebagai
metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam
menyadari akan adanya sifat alamiah manusia yang menyukai cerita dan menyadari
pengaruh besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita
itu untuk dijadikan salah satu tehnik pendidikan. Islam mengunakan berbagai
jenis cerita sejarah factual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia
yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang ditampilkan
contoh tersebut(jika kisah itu baik). Cerita drama yang melukiskan fakta yang
sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat apapun.
3. Metode
Nasihat
Al-Qur’an juga
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia
kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi
pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I
pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode
yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat
melengkapi.
Didalam al-Qur’an,
kata-kata yang menerangkan tentang nasihat diulang sebnyak 13 kali yang
tersebut dalam 13 ayat didalam tujuh surat. Diantara ayat-ayat tersebut
berkaitan dengan para Nabi terhadap umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi
Saleh kepada kaumnya, dalam firman Allah:
وتولي عنهم وقال يا قومي لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لا
تحبون الناصحين
“Maka
berpaling dari mereka dan (Nabi Saleh) berkata:”hai kaumku aku telah
menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku, dan aku telah memberimu nasihat
kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S.
al-‘Araf:79)[35]
4. Metode
Ceramah
Metode ini merupakan
metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang mengikuti
ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan katakhutbah. Dalam
al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat
metode ceramah ini dekat dengan katatablih,yaitu menyampaikan sesuatu
ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni
menyampaikan suatu ajaran.
Pada masa lalu hingga
sekarang metode ini masih sering digunakan, bahkan akan selalu kita jumpai
dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur
dengan metode lain. Karena kekurangan metode ini adalah jika sang penceramh
tidak mampu mewakili atau menyampaikan ajaran yang semestinya haus disampaikan
maka metode ini berarti kurang efektif. Apalagi tidak semua guru atau pendidik
memiliki suara yang keras dan konsisten, sehingga jika menggunakan metode
ceramah saja maka metode ini seperti hambar.
Didalam al-Qur’an
kata tabligh lebih banyak digunakan daripada kata khutbah,
al-Qur’an mengulang kata tabligh sebanyak 78 kali. Salah
satunya adalah dalam surat Yaasin ayat 17, yang artinya berbunyi;
وما علينا الا البلا غ المبين
“Dan kewajiban kami
adalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.(Q.S. Yaasin:17)[36]
Dalam ayat ini jelas
bahwa metode ini telah digunakan sejak zaman dahulu, untuk menjelaskan tetang
suatu ajaran atau perintah.
6. Metode Tanya
Jawab
Tanya jawab merupakan
salah satu metode yang menggunakan basis anak didik menjadi pusat pembelajaran.
Metode ini bisa dimodif sesuai dengan pelajaran yang akan disampaikan. Bisa
anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atau bisa anak didik yang menjawab
pertanyaan dari gurunya.
Didalam al-Qur’an hal ini
juga digunakan oleh Allah agar manusia berfikir. Pertanyaan-pertanyaan itu
mampu memancing stimulus yang ada. Adapun contoh yang paling jelas dari metode
pendidikan Qur’an terdapat didalam surat Ar-Rahman. Disini Allah SWT
mengingatkan kepada kita akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya, dimulai dari
manusia dan kemampuannya dalam mendidik, hingga sampai kepada matahari, bulan,
bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi.
Pada setiap ayat atau
beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia berhadapan dengan indera,
naluri, suara hati dan perasaan. Dia tidak akan dapat mengingkari apa yang di
inderanya dan diterima oleh akal serta hatinya. Ayat itu adalah Ar-Rahman ayat
13 :
فباي ألاء ربكما تكذ بان
“Maka nikmat rabb
kalian yang manakah yang kalian dustakan?”( Qs. Ar Rahman : 13 )[37]
Pertanyaan itu diulang
sebanyak 31 kali didalam surat ini. Setiap diulang, pertanyaan itu merangsang
kesan yang berlainan sesuai dengan konteksnya dengan ayat sebelumnya.
7. Metode
Diskusi
Metode diskusi
diperhatikan dalam al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan
lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu
masalah. Sama dengan metode diatas metode diskusi merupakan salah satu metode
yang secara tersirat ada dalam al-Qur’an.
Didalam al-Qur’an kata
diskusi sama dengan al-mujadallah itu diulang sebanyak 29
kali. Diantaranya adalah pada surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
وجادلهم بالتي هي احسن
“Dan bantahlah dengan
cara yang baik..”(Q.S.al-Nahl:125)[38]
Dari ayat diatas Allah
telah memberikan pengajaran bagi umat Islam agar membantah atau berargument
dengan cara yang baik. Dan tidak lain itu bisa kita temui dalam rangkaian acara
yang biasa disebut diskusi.
Diskusi juga merupakan
metode yang langsung melibatkan anak didik untuk aktif dan kreatif dalam
pembelajaran. Diskusi bisa berjalan dengan baik jika anak didik yang
menduskisikan suatu materi itu benar-benar telah menguasai sebagian dari inti
materi tersebut. Akan tetapi jika peserta diskusi yakni anak didik tidak paham
akan hal tersebut maka bisa dipastikan diskusi tersebut tidak sesuai yang
diharapkan dalam pembelajaran.
B. METODE-METODE
PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL HADITS
1. Metode
Keteladanan.
حدثنا عبد الله ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن عمر ابن عبدالله ابن
الزبير عن عمر ابن سليم الزرقي عن ابي قتادة الانصاري ان رسول الله صلي الله عليه
وسلم كان يصلي وهو حامل امامة بنت زينب بنت رسول الله صلي الله عليه وسلم لابي
العاص بن ربيعة بن عبد سمش فاذا سجد وضعها واذا قام حملها
Artinya: Hadis
dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn
Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri,
bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah
saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila
sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.[39]
Menurut al-Asqalâni,
ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw.
memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan.
Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong
Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat
dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang
kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi
kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun.[40]
Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang
dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan
meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan
yang baik.[41]
Rasulullah saw.
merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui
tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya,
menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang
tidak langsung.
Mendidik dengan contoh
(keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya.
Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan
cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 33: 21)[42].
Al-Baidhawi (Juz 5: 9),
memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang
dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan,
keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak
didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat
menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak
didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian,
keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode
yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah
keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai
teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang
dapat dijadikan panutan.
2. Metode
lemah lembut/kasih sayang.
عِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ
الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ
فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا
يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي
لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ
كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis
dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail
ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi
Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku
katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang
lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak,
memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat
ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh,
takbîr dan membaca Alquran.[43]
Pentingnya metode lemah
lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik
dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang
ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik
dalam upaya pembentukan kepribadian.
3. Metode
deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا
يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا
ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ
رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي
اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ
ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ
اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya
dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim
dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi
oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin
yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang
hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah
(mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita
terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang
menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian
hingga air matanya mengalir”.[44]
Menurut Abi Jamrah,
metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan
memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih
mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[45]
4. Metode
perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ
تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya;
“Hadis dari Muhammad ibn
Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis
Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang
munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah
kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini”.[46]
Perumpamaan dilakukan
oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman
kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini
dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan
sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh
Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna,
sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau
menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.
5. Metode
kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ
بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا
كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ
كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ
الدَّمِ….
Artinya:
“Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari
Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada
Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw.
mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan
memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku
bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau
menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain
itu”.[47]
Muhammad bin Ibrahim
al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan
anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan
mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa
lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
6. Metode
memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف
والتسري على الناس.
Artinya:
“Hadis Muhammad ibn
Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu
Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah
dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada
manusia.”[48]
Sebagai pendidik,
Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki
motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
7. Metode
tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ
الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ
أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ
دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya:
“Hadis Qutaibah ibn
Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari
Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a.
Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di
depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari.
Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka
menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah
perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa”.[49]
Metode tanya jawab,
apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut
mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan
pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan
pendengarnya.[50] Uraian
tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain,
baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog
akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog
disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca
tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan
emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan
manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara
bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif,
naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering
dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat.
Dialog akan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak
mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari
penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini,
Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap
suatu masalah.
8. Metode
Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ
بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ
لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: “Hadis
Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari
ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang
berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan
baginya.[51]
Satu proses yang penting
dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang.
Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan
tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata
merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting
SAPRAS
Syaik Az Zamuji (1995) dalam kitabnya Ta’lim Muta’llim,
mengungkapkan apa yang disinyalir oleh Ali bin Abi Thalib :
الا لاتنا ل العلم الابستة [1 ] ذكاء [2 ] وحرص [3 ] وا صطبا ر
[4] و بلغـة [5] وإرشاذ أ ستاذ [6] وطول زمان
“Ketahuilah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat : (1) Cerdas (2) semangat (3) Sabar (4) Memiliki bekal/modal, (5) Petunjuk/bimbingan guru (6) Waktu yang lama”.
الا لاتنا ل العلم الابستة [1 ] ذكاء [2 ] وحرص [3 ] وا صطبا ر
[4] و بلغـة [5] وإرشاذ أ ستاذ [6] وطول زمان
“Ketahuilah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat : (1) Cerdas (2) semangat (3) Sabar (4) Memiliki bekal/modal, (5) Petunjuk/bimbingan guru (6) Waktu yang lama”.
Inventarisasi.
Inventarisasi merupakan kegiatan dan menyusun daftar barang-barang atau bahan yang ada secara teratur menurut ketentuan yang berlaku, sehingga mempermudah pengurusan dan pengawasan. Bahkan inventarisasi dapat memberikan masukan yang sangat berguna bagi efektivitas pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, seperti perencanaan analisis kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, rehabilitasi, dan penghapusan atau penyingkiran.
Dalam Al-Qur’an tersirat ayat-ayat yang memberikan dorongan untuk melakukan inventarisasi barang-barang kebutuhan kita, diantaranya terdapat surat Al-Baqarah :
يا أ يها الذ ين آ منوا إ ذا تدا ينتم بد ين اجل مسمى فا كتبو ه ....
سـو رة البقرة : 282)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya “ (Q.S. Al-Baqarah : 2 : 2820)
Dalam inventarisasi tersebut digunakan penggolongan /klasifikasi dan pemberian kode tertentu menurut ketentuan masing-masing departemen atau instansi terhadap barang-barang inventarisasi, sehingga pencatatan barang menjadi mudah, disamping mudah juga untuk mencari dan menemukan kembali barang-barang tertentu, baik secara fisik maupun melalui daftar catatan atau ingatan.
3. Distribusi.
Distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab dari intansi/pemegang yang satu kepada intansi/pemegang yang lain. Sarana dan prasarana yang didistribusikan, diharapkan betul-betul bermanfaat, jangan ada image, mubazzir (tidak bermanfaat). Dalam Islam barang-barang yang tidak bermanfaat itu adalah mubazzzir (sia-sia atau pemborosan).
Terdapat dalam Al-Qur’an disebutkan :
إن المبذ رين كا نوا إ خوا نوا الشـيا طين ....…
سورة الإ سرإ يل : 27)
"Sesungguhnya pemborosan itu saudara-saudara syetan”
(Q.S. Al-Baqarah (15) : 27)
Untuk menghindari terjadinya pemborosan, dan untuk pemerataan pendistribusian barang sesuai dengan kebutuhan, maka pendistribusikan harus disadari oleh analisis kebutuhan, artinya adil dan bijaksana. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
إن الله يأمركم أن تؤدوا لأمانات إلى اهلها ....
(سورة النسـآء : 58
« Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyanpaikan amanat kepada yang berhak menerimanya... ».
(Q.S. An-Nisa’ (4):58)
4. Pemeliharaan dan Penyimpanan serta Rehabilitasi.
Disamping inventarisasi, sarana dan prasarana pendidikan harus pula dipelihara dan disimpan secara baik dan kontinu, sehingga dapat berfungsi dan siap tanpa menimbulkan gangguan/hambatan.
Dalam pemeliharaan, Al-Qur’an juga memberikan sinyelemen,
ومن احياها فكأ نما احيا النا س جميعا....…
ألماء دة : 32 سـو رة )
“….Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”
(Q.S. Al-Maa’idah (5) : 32)
Berdasarkan ayat di atas, secara tidak langsung memberikan pemahaman bahwa yang membuat aktivitas sekolah itu hidup adalah sarana dan prasarana, atau dalam ayat di atas bisa pahami bahwa mafhumnya seolah-olah Allah berfirman, jika pendidikan itu ingin maju, hendaklah pandai-pandai menjaga dan memelihara barang-barang atau sarana dan prasarana tetap tahan lama, dan itu dapat menghimat biaya. Yang tadinya untuk biaya perbaikan, namu barang-barang masi layak, maka dana tersebut bisa dialokasikan untuk kepentingan yang lain.
Bagi sarana dan prasaran yang tidak layak pakai, dilakaukan perbaikan, sehingga sarana dan prasarana dapat dipergunakan kembali dan memiliki daya pakai yang lebih lama. Demi kelanacaran dan tertibnya pelaksanaan dan pemeliharaan serta rehabilitasi barang-barang inventaris tersebut ditunjuk petugas pelaksana khusus atau setidak-tidaknya petugas penanggung jawab.
Inventarisasi merupakan kegiatan dan menyusun daftar barang-barang atau bahan yang ada secara teratur menurut ketentuan yang berlaku, sehingga mempermudah pengurusan dan pengawasan. Bahkan inventarisasi dapat memberikan masukan yang sangat berguna bagi efektivitas pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, seperti perencanaan analisis kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, rehabilitasi, dan penghapusan atau penyingkiran.
Dalam Al-Qur’an tersirat ayat-ayat yang memberikan dorongan untuk melakukan inventarisasi barang-barang kebutuhan kita, diantaranya terdapat surat Al-Baqarah :
يا أ يها الذ ين آ منوا إ ذا تدا ينتم بد ين اجل مسمى فا كتبو ه ....
سـو رة البقرة : 282)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya “ (Q.S. Al-Baqarah : 2 : 2820)
Dalam inventarisasi tersebut digunakan penggolongan /klasifikasi dan pemberian kode tertentu menurut ketentuan masing-masing departemen atau instansi terhadap barang-barang inventarisasi, sehingga pencatatan barang menjadi mudah, disamping mudah juga untuk mencari dan menemukan kembali barang-barang tertentu, baik secara fisik maupun melalui daftar catatan atau ingatan.
3. Distribusi.
Distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab dari intansi/pemegang yang satu kepada intansi/pemegang yang lain. Sarana dan prasarana yang didistribusikan, diharapkan betul-betul bermanfaat, jangan ada image, mubazzir (tidak bermanfaat). Dalam Islam barang-barang yang tidak bermanfaat itu adalah mubazzzir (sia-sia atau pemborosan).
Terdapat dalam Al-Qur’an disebutkan :
إن المبذ رين كا نوا إ خوا نوا الشـيا طين ....…
سورة الإ سرإ يل : 27)
"Sesungguhnya pemborosan itu saudara-saudara syetan”
(Q.S. Al-Baqarah (15) : 27)
Untuk menghindari terjadinya pemborosan, dan untuk pemerataan pendistribusian barang sesuai dengan kebutuhan, maka pendistribusikan harus disadari oleh analisis kebutuhan, artinya adil dan bijaksana. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
إن الله يأمركم أن تؤدوا لأمانات إلى اهلها ....
(سورة النسـآء : 58
« Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyanpaikan amanat kepada yang berhak menerimanya... ».
(Q.S. An-Nisa’ (4):58)
4. Pemeliharaan dan Penyimpanan serta Rehabilitasi.
Disamping inventarisasi, sarana dan prasarana pendidikan harus pula dipelihara dan disimpan secara baik dan kontinu, sehingga dapat berfungsi dan siap tanpa menimbulkan gangguan/hambatan.
Dalam pemeliharaan, Al-Qur’an juga memberikan sinyelemen,
ومن احياها فكأ نما احيا النا س جميعا....…
ألماء دة : 32 سـو رة )
“….Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”
(Q.S. Al-Maa’idah (5) : 32)
Berdasarkan ayat di atas, secara tidak langsung memberikan pemahaman bahwa yang membuat aktivitas sekolah itu hidup adalah sarana dan prasarana, atau dalam ayat di atas bisa pahami bahwa mafhumnya seolah-olah Allah berfirman, jika pendidikan itu ingin maju, hendaklah pandai-pandai menjaga dan memelihara barang-barang atau sarana dan prasarana tetap tahan lama, dan itu dapat menghimat biaya. Yang tadinya untuk biaya perbaikan, namu barang-barang masi layak, maka dana tersebut bisa dialokasikan untuk kepentingan yang lain.
Bagi sarana dan prasaran yang tidak layak pakai, dilakaukan perbaikan, sehingga sarana dan prasarana dapat dipergunakan kembali dan memiliki daya pakai yang lebih lama. Demi kelanacaran dan tertibnya pelaksanaan dan pemeliharaan serta rehabilitasi barang-barang inventaris tersebut ditunjuk petugas pelaksana khusus atau setidak-tidaknya petugas penanggung jawab.
Lingkungan dalam pendidikan islam
Berbicara lingkungan
dalam konteks pendidikan maka tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan
kihajar dewantara dengan penamaan tripusat pendidikan. ki hajar dewantara
mengatakan bahwa pendidikanberlangsung dalam tripusat pendidikan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. jika dikaitkan denganlingkungan pendidikan dalam
perspektif Islam, maka ada beberapa konsep yang dilahirkan baik itu dari
Al-Quran itu sendiri, Nabi Muhammad maupun dari para cendikiawan muslim.
1)
Lingkungan Keluarga
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keluarga akan terjadi proses
pendidikan, maka keluarga memilkitanggung
jawab dan peran yang besar dalam pendidikan anak-anaknya. orang tua pada
lingkungan ini menjadipendidik dan anak menjadi peserta didik.Anak
merupakan karunia sekaligus ujian bagi manusia. Anakmerupakan amanah yang
menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke
dunia,seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu
kedua orang tuanyalah yang memegangperanan penting pada perkembangan
berikutnya, apakah keduanya akan mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya,
ataukah malah merusak dan mengotorinya. Dari Riwayat Abu Hurairah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda
……………………………………
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan „fitrah‟.
Namun, kedua orang tuanya (mewakili lingkungan) mungkin dapat
menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
(HR. Bukhori dan Muslim)
Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk
sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertasputih bersih yang siap untuk
dituliskan apapun di atasnya. Jika kedua orang tuanya membiasakannya
padakebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika
keduanya membiasakannya padakeburukan, maka dia pun akan tumbuh menjadi buruk
pula.Dalam
ajaran-ajaran Al-Quran, banyak sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan
lingkungankhusunya lingkungan keluarga ini. Al- Quran telah mewanti-wanti agar
keluarga memperhatikan pendidikan bagianaknya supaya anaknya terhindar dari
kelemahan baik lemah jasmani maupun rohani baik fisik maupun psikissebagimana intisari dari
Al-Quran surat ayat. demikian pula Al-Quran memerintahkan agar menjaga
keluargadari api neraka sebagaimana yang di sebutkan dalam Al-Quran surat ayat
At-Tahrim (66) ayat 6.
Artinya: “Hai orang
-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahanbakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakaiAllah terhadap apa yang
diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahrim [66]:6)
Dalam membentuk lingkungan keluarga yang
kondusif, al-Quran menyebutkan agar keluarga membinasegala sesuatunya dengan penuh
rasa kasih sayang dan ketenangan sebagaimana tertera dalam Al-quran suratrum (20) ayat 2 yang artinya
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismusendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasihdan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yangberfikir.
(Q.S. ar-Rum/30: 21)
2)
Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan tempat
peserta didik menyerap nilai-nilai akademik
termasuk bersosialisasi dengan guru dan teman
sekolah. mengenai hal ini Zarnuzi penulis buku ta‟limulmuta‟allim memberikan
arahan tentang guru dan teman. menurut Zarnuzi, Idealnya seorang guru memiliki
sifat„alim wara‟ dan lebih
tua. Fungsi masjid menurut faham kaum muslimin di masa-masa
permulaan Islam adalah amat luas. Mereka telahmenjadikan
masjid untuk tempat beribadat, memberi pelajaran, tempat peradilan, tentara
berkumpul, danmenerima duta-duta dari luar negeri. Di antara yang
mendorong mereka untuk mendirikan masjid ialah
Artinya:
“Janganlah kamu bersembahyang
dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya
mesjid yangdidirikan
atas dasar taqwa , sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bers
ih.(QS at-Taubah 108)Dalam
konteks sekarang, masjid adalah sekolah. Lingkungan sekolah dalam kaitannya
denganpembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai
lanjutan dari pendidikan lingkungankeluarga. Dalam perspektif Islam,
fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuanpemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya
penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehinggamanusia
terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar
tetap mempertahankannaluri keagamaan dan tidak keluar dari
bingkai norma-norma Islam.Demikian pula anak di sekolah tidak akan lepas dari pergaulan
dengan teman sebayanya. dalam hal iniZarnuzi
menyarankan agar memilih teman tidak sembarangan. hendaknya teman
itu memiliki sifat yang tekun
belajar, wara‟ dan berwatak istiqomah karena hal itu secara
langsung maupun tidak langsung akan saling
mempengaruhi. teman yang satu akan terpengaruh
dengan teman yang lainnya. sebagiman diungkapkanZarnuzi dalam syairnya: Janganlah bertanya tentang
kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. karena biasanya orangitu
mengikuti temannya. kalau temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. dan
bila berlaku baik makabertemanlah dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk.
3)
lingkungan masyarakat
Di samping lingkungan
rumah tangga dan sekolah, maka lingkungan masyarakat merupakan faktorketiga
yang memengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari
Nawawi, pada tahap yanglebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat
konsep-konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuatmanusia berkelompok-kelompok dengan menjadikan
ideologinya sebagai falsafah dan pandangan hidupkelompok masing-masing. Di
antara ideologi-ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya
idelogiagama ini direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan
prilaku keberagamaan seseorang akansemakin mantap dan kokohLingkungan
masyarakat memilki peran penting dalam pendidikan, bagaimanapun peserta didik
hidup dilingkungan masyarakat sehingga pola prilaku dan gayanya akan
dipengaruhi oleh masyarakat. masyarakat yangbaik akan membentuk pola peserta
didik yang baik pula. peran masyarakat sangat besar pengaruhnya karenaanak tinggal lama di
masyarakat. oleh karena itu maka masyarakat harus mengambil bagian dari proses
belajardi sekolah dan memindahkannya di
masyarakat agar pendidikan tidak hanya di sekolah, dengan demikian makaprinsip
long life education akan tercipta. Hendaknya masyarakat dijadikan tempat
penimbaan ilmu. Masyarakatdapat menyediakan akses pendidikan non formal seperti
pesantren, kursus-kursus dan lain sebagainya yangdapat memacu dan menumbuh
kembangkan potensi warganya terutama anak-anak.
Dalam pandangan Islam, masyarakat hendaknya
didesain agar menjadi masyarakat yang madani yangterhindar dari kejahiliyahan. Madani dapat
diartikan maju dalam peradaban, memilki tata nilai islami dan tidaktertinggal sedangkan jahiliyah identik dengan
kebodohan, kegelapan dan penuh dengan hidup paganism dankemusyrikan.
oleh karena itu masyarakat islam harus dapat menunjukan identitasnya yang
dilandasi dengannilai
rahmatan lil ‘alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar