KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Oleh
Yudi Imansyah
Email yudiimansyah81@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Dewasa ini pendidikan
telah merebak hingga dipelosok negeri, namun memang tidak semua telah merasakan
apa itu pendidikan. Pembangunan infrastruktur sekolah yang telah dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta semakin membantu perkembangan pendidikan, bahkan
dikota-kota besar semakin banyak bermunculan sekolah-sekolah baik negeri
maupun swasta. Pembangunan infrastruktur yang pesat juga harus
diimbangi oleh terpenuhinya kualitas sumber daya manusia yang ada. Sumber daya
manusia yang dimaksud dapat meliputi komponen-komponen pendidikan yaitu guru,
kepala sekolah, tenaga administrasi, peserta didik, dan lainnya. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan,
kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi.
Berbicara
mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat
penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu
peran serta seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya
manusia. Berdasarkan data hasil survei tentang Human
Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau
UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28 Oktober, 2005),[1] menyatakan bahwa Indonesia menempati
peringkat 113 dari 177 negara didunia. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia
berdasarkan hasil survei UNDP tersebut sebagai akibat rendahnya mutu
pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan karena itu salah satu
kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional sesuai dengan amanah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu mengarah pada
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.
Perbaikan
mutu pendidikan harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara memperbaiki
manajemen mutu pendidikannya. Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan
awal dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini
berusaha membahas mengenai mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu
terpadu.
b.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
definisi mutu dan perbedaanya menurut beberapa ahli?
2.
Bagaimanakah
karakteristik mutu pendidikan
3.
Bagaimanakah
pendekatan manajemen mutu terpadu?
4.
apakah kendala
kendala mutu?
5.
Bagaimanakah
pemecahan masalah mutu?
c.
Tujuan
Penulisan
1.
Menjelaskan
definisi mutu dan perbedaaannya menurut beberapa ahli.
2.
Menjelaskan
karakteristik mutu pendidikan
3.
Menjelaskan
mengenai pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM)
4.
Menjelaskan
mengenai kendala-kendala mutu.
5.
Menjelaskan
beberapa pemecahan masalah mutu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi kebijakan dan Manajemen Mutu
Menurut
Poerwadarminta (1984)dalam Rusdiana, 2015., kebijakan berasal dari kata bijak,
yang artinya pandai, mahir, selalu menggunakan akal budi. Dengan demikian,
kebijakan adalah kepandaian atau kemahiran. Kebijakan adalah rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi, dan
sebagainnya sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai
garis pedoman untuk manajemen dalam pencapaian sasaran.
Perbedaan
antara kebijaksanaan dan kebijakan, yaitu kebijaksanaan adalah aturan-aturan
yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, sifatnya mengikat kepada
siapapun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Adapun
kebijakan atau wisdom adalah
ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan
kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak
memberlakukan aturan yang berlaku.
Beberapa
konsep mutu yang diutarakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, dan Prof. Dr.
Hj. Nurhayati B, M. Pd, dalam bukunya Manajemen Mutu Pendidikan (2010:84)
menurut para ahli yaitu:[2]
1. Menurut Juran (1993), mutu produk ialah
kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan
atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu
rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada
jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
2. Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance
to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.
Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu
yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses
produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
3. Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang
menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan
konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa
puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang
maupun jasa.
4. Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan
pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication). Suatu produk
dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen,
yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan.
5. Garvi dan Davis (1994) menyatakan mutu ialah suatu
kondisi yang berhubungan dengan produk , tenaga kerja, proses dan tugas serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
Dari beberapa konsep
mutu yang diutarakan oleh para ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mutu
merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah
produk.
B. Perbedaan Konsep Mutu
Konsep mutu yang paling populer dikeluarkan oleh Juran,
Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu menurut ketiga ahli tersebut
meliputi:[3]
Tabel 1. Perbedaan Mutu menurut Deming, Juran dan
Crosby
No
|
Aspek
|
Deming
|
Juran
|
Crosby
|
1
|
Definisi
|
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan
ketergantungan pada biaya yang rendah sesuai
pasar.
|
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
|
Sesuai persyaratan.
|
2
|
Tanggung jawab manajemen senior
|
94% atas masalah mutu.
|
Kurang dari 20% karena masalah mutu menjadi
tanggung jawab pekerja.
|
100%
|
3
|
Standar pres-tasi/motivasi
|
Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk
me-ngukur mutu di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting.
|
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara
sempurna.
|
Kerusakan nol (Zero Defect)
|
4
|
Pendekatan umum
|
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan
berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal.
|
Manusiawi.
|
Pencegahan bukan pengawasan
|
5
|
Cara memperbaiki mutu
|
14 butir
|
10 butir
|
14 butir
|
6
|
Kontrol proses statistik (SPC)
|
Harus digunakan
|
Disarankan karena SPC dapat
mengakibatkan Total Driven Approach.
|
Menolak
|
7
|
Basis perbaikan
|
Terus-menerus mengurangi penyimpangan.
|
Pendekatan ke-lompok, proyek-proyek,
menetapkan tujuan.
|
Proses bukan program, tujuan perbaikan.
|
8
|
Kerja sama tim
|
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan.
|
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
|
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
|
9
|
Biaya mutu
|
Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus.
|
Mutu tidak gratis (Quality is not free),
terdapat batas optimal.
|
Mutu gratis.
|
Pembelian
dan barang yang diterima
|
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang
dapat diterima
|
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga
diperlukan survei resmi
|
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
|
|
10
|
Penilaian pemasok
|
Tidak, kritik atas banyaknya sistem.
|
Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
|
-
|
11
|
Hanya satu
sumber penyedia
|
Ya
|
Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.
|
-
|
C. Karakteristik Mutu
Menurut Husaini Usman
(2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan,
mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini[4]:
1. Kinerja (performa): berkaitan
dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya:
kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasanmeyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan
menyiapkan bahan pelajaranlengkap.
Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar
tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang
baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
2. Waktu
wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat
waktu. Waktu ulangan tepat.
Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik
pangkat wajar.
3. Handal (reliability): usia
pelayanan prima bertahan lama. Misalnya:
pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah
tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolahfavorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah
menjadi juara tertentubertahan dari
tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari
tahun ke tahun.
4. Daya
tahan (durability): tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan,
tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
5. .Indah (aestetics).
Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru
membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan
rapi.
6. Hubungan
manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
7. Mudah
penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana
dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan
tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa.
Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
8. Bentuk
khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada
yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya.
Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi).
Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
9. Standar tertentu (conformance to
specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya:
sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian
nasional atau sekolah sudah memenuhi
ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
10. Konsistensi (Consistency): keajegan,
konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah
dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol
nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan
perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan
apabila dipercaya tidak mengkhianati.
11. Seragam (uniformity): tanpa
variasi, tidak tercampur. Misalnya:
sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah
melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12. Mampu melayani (serviceability): mampu
memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah
menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
13. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan.
Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua
warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat
waktu.
Mutu meliputi: 1) mutu produk, 2) mutu biaya, 3) mutu
penyerahan, 4) mutu keselamatan, dan 5) mutu semangat / moril. Secara sederhana
mutu memiliki karakteristik: 1) spesifikasi, 2) jumlah, 3) harga, dan 4)
ketepatan waktu penyerahan.
D. Definisi dan Karakteristik Manajemen
Mutu Terpadu (TQM)
1. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Beberapa definisi
mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut para ahli yaitu:[5]
1. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward
Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang
dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan
dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini
dan untuk masa yang akan datang.
2. Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono &
Anastasia Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya
saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan
lingkungan.
3. Menurut West – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu
Pendidikan ialah semua fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis
yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta
kepuasan pelanggan.
2. Karakteristik
Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Goetsch dan
Davis (1994) mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality
management, sebagai berikut:[6]
1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal
maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan
kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan
internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan
lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang
menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan
kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi
atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan
dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan
yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam
menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru
dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru
pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan
perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang
menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik
antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan
masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan
proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu,
sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang
dihasilkannya dapat meningkat.
8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang
menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental.
Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada
akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam
perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat
meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap
keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan
pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih
banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut
merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik,
maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha
dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus
selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan
mengenai upah dan kondisi kerja.
11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga
melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti1
E. Kendala dan
Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
Salah
satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan
adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya
dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu
proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan
mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang
berhasil yaitu:
Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat
input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan
guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (
sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana
yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori
education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya
di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi
ekonomi dan industri.
Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat
macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya,
banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau
tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan,
seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah
mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming yang secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua hal yaitu[7]:
1. Kendala mutu pendidikan
secara umum
a. Desain kurikulum yang lemah,
b. Bangunan
yang tidak memenuhi syarat,
c. Lingkungan
kerja yang buruk,
d. Sistem
dan prosedur yang tidak sesuai,
e. Jadwal
kerja yang serampangan,
f. Sumber
daya yang kurang, dan
g. Pengembangan
staf yang tidak memadai.
2. Kendala mutu pendidikan secara
khusus
a. Prosedur
dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati
b. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil,
pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer
pendidikan.
c. Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan anggota,
d. Kurangnya
motivasi,
e. Kegagalan
komunikasi, dan
f. Kurangnya
sarana dan prasarana yang memenuhi.
Selain hal-hal di atas beberapa faktor lainya yang
menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
1. kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yangberori- entasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada
masukan dan kurang memperhatikan prosespendidikan.
2. penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik.Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolahsetempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dankeluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3. peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalampenyeleng-
garaan pendidikan selama ini hanya terbatas padadukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat
penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan,
pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Berdasarkan
hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk menangani
hal-hal tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif
penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas.
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi
konsep mutu dalam sebuahorganisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada
di sekitarmanajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga
dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah[8]:
1. ki
nilai bagus tetapi juga harus mampu membuatsiswa memiliki kemauan belajar
seumur hidup.
2.
Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak
mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi
sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat
berkomentar.
3. Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidangpendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulanganumum ataupun ujian akhir, tetai dilakukan setiap saat selama prosesbelajar mengajar berlangsung.
Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teoriteori kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management danlainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukanpimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test” bisa dilakukandalam pengambilan keputusan :
·
Melakukan “hearing” didepan tim, yaitu menyampaikan program,visi dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.
·
Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesainsedemikian rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapatmenyangkut integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas,keahlian.
·
Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon KepalaSekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat mengakibatkan pemecatan (impeachmant).
·
Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisienterhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalamrekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasildan kinerja.
·
Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernahbercerai. Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadiperceraian. Kemudian menyangkut masalah
kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
- Tim seleksi melakukan investigasi dan melacak semuakebenaran informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis.Apabila calon-calon
tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah melakukan
investigasi ternyataterdapat kebohongan-kebohongan, tentu saja yang
bersangkutantidak dapat terpilih sebagai pimpinan.
4.
Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya BerdasarkanBiaya
Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biayapendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan muridpada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolahtersebut melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidakterjamin dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lainpada sistem tersebut.
5. Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus nilai yang baik pula. Guru
jangan hanya berpikir bagaimana siswamendapatkan nilai yang baik.
6. Kembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagisemua anggota staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulahguru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.
7. KembaNgkan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinanadalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompokdengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkanpemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan,ketua dan sebagainya.Secara umum, pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu:
1. Menetapkan suatu dewan kualitas.
2. Menetapkan kebijaksanaan kualitas.
3. Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.
4. Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.
5. Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.
6. Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab padamanajemen
puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.
7. Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.
8. Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalamperbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204).
Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi
Perbaikan Produk dan Jasa.Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu
mengarahkansiswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa
sekedar memiliDalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara
strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik,
sehingga memperoleh Sementara itu, bagi kalangan follower/pengikut/bawahan
seperti guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut :
(1) Mendukungprogram-program pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki
kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran. (4)
Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6) Kecukupan sumber
daya (kuantitas). (7) Memiliki koordinasi eksternal.
Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan
tugas dan fungsi kepemimpinan,maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan
mengontrol Variabel situasi,yaitu seperangkat keadaan atau kondisi yang harus
dikelola dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1) kekuatan
posisi, (2) keadaan bawahan, (3) tugas dan kemampuan menggunakan teknologi, (4)
strukturorganisasi, (5) keadaan lingkungan lembaga (fisik dan non-fisik),
(6)ketergantungan eksternal, (7) kekuatan sosial politik, (8) rasa aman dan
demokratis. Keseluruhan proses interaksi kepemimpinan antara pemimpin, yang
dipimpin dan situasi, ditujukan untuk mencapai variabel hasil akhiryaitu: (1)
Kepuasan pelanggan. (2) Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. dan(4)
kepuasan seluruh personil lembaga dan stakeholders.
8. Hilangkan Rasa Takut.
Perlu disadari bahwa rasa takut
menghambat karyawan untuk mampumengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau
menyatakan ide padahalitu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang
maksimum. Olehkarena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan
menerapkan sistem imbalan dan hukuman
kepada siswa karena akan menghambat berkembangnyamotivasi internal dari siswa
masing-masing.
9.
Pecahkan Hambatan di antara Area Staf
Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas.Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok.Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
10. Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harusmenggantikan simbol-simbol kerja.
11. Hilangkan Kuota Numerik
Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah seringkali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untukpengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokuspada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.
12. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan Kerja
Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswabertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
13. Lembagakan
Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsungterhadap kualitas belajar siswa. Manajer harus menjadi”lead
manager” bukan “boss manager”. Seorang “leadmanager” akan berusaha
mengkomunikasikan pandangannya selalu berusahamengembangkan kerjasama, meluangkan
waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja
menyadari cara untukmelakukan pekerjaan yang berkualitas.
14. Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata
Proses manajemen pendidikan akan
tercermin dalam sebuah organisasi pendidikan. Upaya lain dalam peningkatan mutu
pendidikan khususnya didalam lembaga pendidikan sesuai dengan Pasal 51 UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmenengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah”.Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya
adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolahdengan
melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengansekolah secara
langsungdalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan
mutu sekolah atau untuk mencapaitujuan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
memiliki karakteristik Apabilamanajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada
tingkat sekolah, makaMBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif
dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciriciri
MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia(SDM), proses
belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambar- kan dalam tabel
berikut:[9]
Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS
Organisasi Sekolah
|
Proses Belajar
mengajar
|
Sumber Daya Manusia
|
Sumber Daya dan
Administrasi
|
Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan
transformasional * dalam mencapai tujuan sekolah
|
Meningkatkan kualitas belajar siswa
|
Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani
keperluan siswa
|
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan
mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dengan kebutuhan
|
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk
sekolahnya sendiri
|
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap
kebutuhan siswa dan masyarakat
|
Memiliki staf dengan
wawasan MBS
|
Mengelola dana sekolah secara efektif dan efisien
|
Mengelola kegiatan
operasional sekolah
|
Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif
|
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada
semua staf
|
Menyediakan dukungan administratif
|
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah
dan masyarakat
|
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
|
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
|
Mengelola dan memelihara gedung dan sarana
|
Menggerakkan partisipasi masyarakat
|
Berperanserta dalam memotivasi siswa
|
Menyelenggarakan forum /diskusi untuk membahas kemajuan
kinerja sekolah
|
|
Menjamin
terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan
pemerintah
|
Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service for Student, Department of Education, Queensland, Australia*)
Melalui Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui lembaga sekolah. Beberapa
hal yang diharapkan melalui penerapan MBS ini ialah[10]:
1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang
kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen
seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk
memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi
penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will
need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De
grouwe menegaskan.
2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang
demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk
membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS
di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE)
merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara
insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan
sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat
tampil bersama dalam media tersebut.
3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan
evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS
di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah.
Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan
pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa
pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata
dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
Peningkatan
mutu pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif.
Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah sebenarnya dapat diposisikan
dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan
peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan
inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan
pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu
terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat
berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan
kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri
sehingga pendekatannya bersifat bottom up
Dalam kaitan tersebut[11], maka pengawasan di sekolah perlu lebih
menekankan pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan
kesesuaian dengan standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada
gambar 1) yang kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga
peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan
trigger utamanya adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan
supervisi akademik, untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala
sekolah melakukan hal tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan
melalui implementasi MBS.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Walaupun
perkembangan TQM berasal dari dunia bisnis, namun konsep ini juga dapat diimplementasikan
ke dalam dunia pendidikan atau biasa disebut TQE (Total Quality Education).
Berbagai upaya perbaikan dalam manajemen sekolah menjadi titik awal dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. TQE di indonesia diterjemahkan
dengan mengadopsi model manajemen berbasis sekolah.
Mutu
pendidikan memang hal yang sangat krusial dalam pembangunan sebuah negara
disamping kesehatan dan ekonomi masyarakatnya. Karena dengan pendidikan dapat
menciptakan sumber daya – sumber daya yang dapat diandalkan dalam pembangunan.
Untuk memajukan pendidikan peranan sekolah haruslah memenuhi standar mutu yang
diharapkan bagi masyarakat. Maka tidak heran saat ini terdapat berbagai macam
pilihan sekolah seperti sekolah standar nasional,reguler,standar internasional
dan lainnya. Masyarakat dapat memilih pendidikan mana yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Peningkatan
mutu pendidikan secara khusus berorientasi pada peningkatan kualitas sumber
daya manusia . Kualitas sumber daya akan dipengaruhi oleh
input, proses dan output pendidikan. Sehingga perlu adanya kesinergian antara
ketiga hal tersebut. Mutu Pendidikan akan dapat baik jika baik organisasi
pendidikan maupun pemerintah telah mampu menerapkan manajemen yang tepat dalam
pelaksanaannya. Sehingga tidak ada kelemahan baik itu dalam hal kurikulum,
sarana prasarana, proses pembelajaran, dan kualitas sumber daya manusianya.
Mutu Pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif
dari para penyelenggara pendidikan.
Daftar Pustaka
Depdiknas.
2010. Manajemen Berbasis Sekolah. www.mgp-be.depdiknas.go.id. Diakses dari
alamat www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/ publikasi/m01u02a.pdf.
Fariadi,
Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia
Pendidikan.
http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html,
diakses 8 September 2010
Hadis,
Abdul. Prof. Dr & B, Nurhayati, Prof. Dr. 2010. Manajemen Mutu
Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta, hal 2
Kristianty,
Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur,
http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20
dengan%20Konsep%20Deming.pdf. diakses tanggal 28 September 2010
M Ihsan
Dacholfany M.Ed & Evi Yuzana SKM. 2009. dikutip dari
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/05/15/
manajemen-berbasis-sekolah-mbs/. Diakses tanggal 20 September 2010.
Sallis,
Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality
Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod. Hal.
73
Usman,
Husaini, Prof. Dr. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513
Tidak ada komentar:
Posting Komentar