BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Pengembangan
dan Perubahan Organisasi
a.
Pengembangan
Organisasi
Menurut
Winardi (2014;205) dalam
artinya yang paling umum, pengembangan organisasi merupakan upaya untuk
memperbaiki efektivitas menyeluruh suatu organisasi. Pengembangan organisasi merupakan upaya
jangka panjang guna memperbaiki proses proses pemecahan masalah dan pembaharuan
suatu organisasi, terutama melalui manajemen kultur organisasi yang lebih
efektif, serta lebih kolaboratif, terhadap tim tim kerja formal. hal tersebut
bisa dilakukan dengan seorang agen perubahan atau katalis, dan penggunaan teori
serta teknologi ilmu behavioral terpakai, termasuk yang didalamnya action research.
Apabila
kita ingin memahami dan melakukan pengembangan organisasi maka kita perlu
melakukan hal-hal
sebagai berikut;
1)
Upaya jangka panjang
Upaya jangka panjang mengingat bahwa seluruh organisasi
merupakan pusat perhatian bagi perubahan, maka perbaikan perbaikan tida mungkin
terjadi dalam satu mala. dalam kondisi tertentu, tidak mungkin menyelenggarakan
perubahan dalam jangka pendek. maka diperlukan hal_hal berikut
a)
Upaya
perubahan tersebut perlu di arahkan terhadap sebagian kecil organisasi yang
bersangkutan.
b)
Pengaruh
faktor eksternal harus demikian besar, hingga ia dapat mengatasi setiap
penolakan normal terhadap perusahaan. contoh dalam kondisi krsis moneter banyak
PHK terjadi, dan gaji dari sebagian karyawan diturunkan.
2)
Pemecahan
problem dan proses proses pembaharuan
Dengan
apa organisasi mengadaptasi diri dan memanfaatkan perubahan perubahan internal
dan eksternal, dapat berupa proses pemecahan masalah atau proses perubahan.
pada proses pemecahan masalah,keputusan-keputusan di ambil guna memecahkan
problem-problem sepesifik yang dihadapi oleh organisasi yang bersangkutan. pada
proses kedua jga di ambil keputusan-keputusan khusus. akan tetapi, titik berat
disini adalah pada tindakan menciptakan bauran tepatdari unsur unsur personil,
uang dan bahan-bahan untuk ketahanan organisasi yang bersangkutan. maka dapat
dikatakan bahwa proses-proses mebaharuan merupakan cara-cara dengan apa,
kehidupan di injeksi ke dalam organisasi yang bersangkutan.
3)
Manajemen kolaboratif
Sebaliknya jika dibandingkan dengan
setruktur manajemen tradisional, berupa perintah perintah dikeluarkan pada
tingkat-tingkat tinggi dan dilaksanakan oleh tingkat yang lebih rendah,
pengenmbangan organisasi menekankan usaha kerja sama kolaborasi) antar berbagai
tingkat sebelum mengambil keputusan. organisasi-organisasi di pandang dari
sudut kontek sistem yang mengakui adanya kualitas berganda, dan antar hubungan
antara subsiste-subsistem keorganisasian.
4)
Kultur organisasi
Kultur organisasi kencakup hal-hal
sebagai berikut; (a) Pola-pola
perilaku yang diterima dan dan di akui; (b) Norma-norma; (c) Sasaran keorganisasian; (d) Sistem-sistem nilai; dan (e) Teknologi yang digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa.
Singkatnya, semua faktor yang memungkinkan kita untuk
mendiferensiasi organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. kultur suatu
organisasi perlu dipahami oleh pihak manajemen dan bawahan sehingga dapat
dikembangkan pemecahan pemecahan yang konsisten dengan kultur tersebut.
b.
Perubahan
Organisasi
Organisasi
dapat diartikan dua macam yaitu (1) dalam arti statis,organisasi sebagai wadah
kerja sama sekelompok orang yang bekerja sama,untuk mencapai tujian
tertentu.(2) dalam arti dinamis, organisasi sebagai suatu sistem atau kegiatan
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Herbert G. hicks & G. Ray
gullet (1989:642) Perubahan memiliki suatu penempatan yang penting dalam
pengkajian kelangsungan hidup organisasi. Suatu
jenis perubahan yang benar memungkinkan suatu organisasi untuk memelihara
kelangsungan hidupnya dalam perubahan lingkungannya.
Perubahan
pada suatu organisasi yang memperbaikin penyesuaian dapat menjadikan beberapa golongan
perubahan sebagai berikut: (1) perubahan teknologis, termasuk produk baru dan proses baru; (2) perubahan struktural termasuk kebijaksanaan
baru atau prosedur; (3)
perubahan manusia termasuk cara-cara pengangkatan yang baru.Tidak ada diantara
ketiganya ini yang paling penting, anggapan
atau perhitungan apapun merupakan campuran keseluruhnya.
Tahap
pelaksanaan gagasan tentang penyesuaian tersebut menggambarkan masih seringnya
dapat dilihat dalam organisasi yang mengadakan perubahan-perubahan dalam
oprasinya setelah mengalami hasil-hasil yang tidak memuaskan. Dalam kasus yang ekstrim manajemen yang
lama dapat dihentikan dengan persetujuan para manajamen baru dengan gagasan
baru.Jelasnya, peremajaan lagi-lagi sering diperlukan. “Hanya kepahitan awal
yang dapat mencegah peruntuhan. Dan hal itu haruslah terjadi, jika kita memang mengharapkan untuk
bertahan selama mungkin, suatu kelangsungan yang mengulang-ulang pembaruan
untuk menghapuskan kekambuhan yang mendorong pada kematian.
Dalam beberapa kasus suatu organisasi sebenarnya dapat
mempengaruhi atau menguasai lingkungannya.Selanjutnya dapat mengendalikan
lingkungan tersebut secara sedemikian rupa untuk melestarikan wujudnya sendiri
untuk jangka waktu yang tidak terbatas,sungguhpun hal tersebut mungkin
merupakan sumbangan kecil kepada lingkungannya.Keadaan demikian dapat ditemukan
dalam pemerintahan yang sewenang-wenang dan daklam mempertahankan kepentingan
tetap dengan mengenguasai proses pengambilan keputusan.
Menurut Winardi (2014:191) secara umum dapat dikatakan
bahwa organisasi-organisasi yang gagal melaksanakan perubahan akan semakin
terpuruk restrukturisasi dan tindakan memPHK para karyawan akan dirasakan amat
berat bagi mereka yang mengalaminya. situasi dan kondisi moneter dewasa ini
memaksa sejumblah perusahaan dan organisasi-organisasi menutup usaha mereka. Mereka
yang masih bertahan pun terpaksa melaksanakan tindakan mengurangi karyawan
mereka yang di anggap tidak perlu.
Tidak mengherankan bahwa karyawan rata-rata dewasa ini sangat
cemas terjadinya perubahan-perubahan di tempat kerja mereka. Kondisi demikian
menandakan bahwa perekonomian Indonesia sudah mulai memasuki tahapan depresi,
dengan ciri-ciri stagflasi (inflasi yang diestimasi oleh pemerintah untuk tahun
budget 1998-1999 adalah sebesar20% dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesat 0%).
Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan perubahan setrategis untuk mempertahankan
organisasi. Menurut winardi (2014:194) perubahan perubahan setrategis mengubah
bentuk umum atau arah organisasi yang bersangkutan. sebagai contoh dapat
dikatakan babhwa tindakan menambah poeg kerja malam (nighy shift) untuk
menghadapi permintaan yang tidak diduga
meniingkat terhadap produk peruhasaan, merupakan sebuah perubahan inrumental.
sebuah peruhasan pembangun rumah ke kompleks-kompleks apartemen bertingkat,
merupakan sebuah perubahan setrategis.
Dalam
model nedler_tushman tentang perubahan keorganisasian terdapat empat macam tipe
yaitu:
1)
Perubahan terus menerus
Perubahan
terus menerus ini merupakan tipe perubahan yang beresiko paling kecil, yang
bersifat paling kurang intens dan yang paling umum. nama nama lain untuknya
mencakup intilah pemeiharaanpreventif dan konsep jepang kaizen . (perbaikan perbaikan terus menerus
2)
Adaptasi (adaptations)
Adaptasi merupakan perubahan perubahan
ikrumental. akan tetapi kini perubahan perubahan yang terjadi perupa reaksi
terhadap problem problem eksternal, kejadian-kejadian, atau tekanan tekanan
yang dihadapi organisasi yang bersangkutan. sewaktu perusahaan mobil pord
mencapai sukses luarbiasa dengan gaya aerodinamiknya, maka perusahan general
motor dan Chrysler dengan cepat menirunya.
3)
Reorientasi
Tipe perubahan ini bersifat antisifatoris
dan skopnya adalah strategis. Nedler
dan Tushman yang di
kutip oleh
Winardi ()2014;195) menamakan reorientasi mengubah frame (frame banding) karena organisasi yang
bersangkutan secara signifikan diubah.
4)
Re-kreasi (rekreations)
Tekanan_tekanan
kompetitif normal menyebabkan timbulnya tipe perubahan keorganisasian demikian
yang bersifat lebih intens dan penuh resiko.
2.
Budaya
Organisasi
Menurut Syaiful Sagala (2013:111) Budaya adalah suatu
konsep yang membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup,
belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut
budayanya.
Budaya dalam hal ini merupakan tingkah laku dan gejala
sosial yang menggambarkan identitas dan citra suatu masyarakat. Setiap orang
terlibat dalam proses perubahan nilai dan budaya. Budaya eksis karena ada
pelakunya yang disebut pelaku budaya. Organisasi mempunyai budaya sendiri yang
terbentuk dari karakteristik organisasi sebagai objek dan subjeknya. Budaya
organisasi adalah suatu sistem nilai atau apa yang dinilai penting dan
kepercayaan (bagaimana sesuatu berjalan) yang membentuk orang-orang dalam
organisasi, struktur organisasi, dan sistem pengendalian organisasi untuk
memproduksi norma-norma keyakinan untuk melakukan segala sesuatu dalam
organisasi.
Budaya organisasi dibangun oleh para anggaota organisasi
dengan mengacu kepada etika dan sistem nilai yang berkembang dalam organisasi,
dan pemberian hak kepada anggota dan pimpinan, dan dipengaruhi oleh struktur
yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara
anggota organisasi adalah budaya organisasi merupakan suatu sistem pengertian
yang diterima secara bersama, dimana praktek-praktek yang telah berkembang dan
menjadi identitas sejak beberapa lama dalam organisasi. Budaya organisasi
mengimplikasikan adanya karakteristik tertentu yang berhubungan erat dan
interdependen, karena itu perlu diperinci karakteristik budaya organisasi,
jangan sampai terjebak pada pengertian budaya sebagai milieu yang abstrak.
Dalam setiap organisasi ada sistem nilai sebagai gambaran
budaya organisasi, hal ini menunjukkan organisasi dibentuk oleh sistem
nilainya. Sistem nilai organisasi dipengaruhi oleh budaya individu yang ada
dalam organisasi. Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situasi komunikasi
antar unit organisasi ditunjukkan pada model perubahan yang terlihat dalam
kegiatan organisasi dan kegiatan individu dalam organisasi. Dari uraian
tersebut menggambarkan bahwa organisasi pendidikan pada pemerintah
kabupaten/kota (Dinas Pendidikan) tentu saja akan sangat dipengaruhi oleh
sistem nilai dan budaya birokrasi dan budaya masyarakat yang berinteraksi
dengan pendekatan sistem yang berlaku dalam organisasi. Karena itu, efisiensi
dan keefektifan organisasi akan dipengaruhi oleh budaya kerja, budaya berpikir,
budaya mutu, dan keinginan untuk lebih baik baik setiap anggota organisasi.
1.
Budaya
Birokrasi Pendidikan
Interaksi sehari-hari para pegawai di kantor Dinas
Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota menurut penelitian Sagala (2003)
menggambarkan bahwa orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih
tua, orang yang tidak punya jabatan harus menghormati orang-orang yang
menduduki jabatan, semakin tinggi jabatan seseorang semakin tinggi pula
perlakuan rasa hormat yang diterimanya dari bawahan. Para pegawai sebagai
bawahan lebih baik tidak melakukan kritik untuk menjaga kerukunan. Tetapi
menjaga keutuhan hormat dan rukun ini cenderung dibebankan kepada pegawai
pelaksana dan pejabat pada tingkat rendah yang menduduki posisi bawahan (sub
ordinasi) dari kekuasaan pejabat birokrasi yang menempati posisi yang
tinggi.
Budaya senioritas dan usia serta kedudukan jabatan yang
tinggi memainkan peranan penting dalam segala hubungan organisasi dimana
nilai-nilai, dan interaksi-interaksi yang muncul di tempat kerja adalah cara
kerja birokrasi yang kaku dan kompleks. Sudah menjadi kepercayaan umum bagi
para pegawai pelaksana dan pejabat tingkat rendah yang menduduki posisi
bawahan, bahwa kritik terbuka terhadap berbagai kebijakan pimpinan puncak
dipandang sebagai hal yang tidak benar. Kritik-kritik yang gencar dan bersifat
terbuka terhadap berbagai keputusan tidaklah umum karena dapat menggangu
stabilitas. Hal yang demikian ini menjadi budaya dalam organisasi pada dinas
pendidikan maupun organisasi satuan pendidikan. Organisasi ini, cenderung
mencerminkan budaya dan perilaku birokritas, masih jauh dari budaya pemberdayaan
personel sesuai kapasitasnya. Tidak ada perlakuan berbeda untuk guru berkinerja
baik dengan yang tidak, khususnya untuk penugasan dan kenaikan pangkat.
Dari hasil penelitian ini menggambarkan bahwa secara umum
budaya para pegawai Dinas Pendidikan dalam melaksanakan tugasnya atas dasar
instruksi atasan dan atau ada permintaan masyarakat yang dapat diberikan atas
persetujuan atasan dan aturan yang berlaku. Nilai-nilai, dan
interaksi-interaksi yang muncul di tempat kerja dalam membangun jaringan
hubungan cenderung didasarkan latar belakang koneksi yang ditandai patternalisme
yang kuat, senioritas dan usia serta kedudukan jabatan yang tinggi memainkan
peranan cukup penting dalam segala hubungan organisasi. Pada dasarnya, dilihat
dari budaya kerja pada bidang pendidikan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
memberikan pelayanan penyelenggaraan sekolah masih cenderung sama dengan
sebelum implementasi kebijakan otonomi daerah yaitu hierarkis birokratis.
2.
Budaya
Organisasi Sekolah
Penelitian Bank Dunia (2004) mengungkapkan bahwa
Indonesia mempunyai staf pada kantor-kantor pendidikan yang terlalu banyak,
sebagian besar tidak terlatih untuk bekerja di dalam sistem desentralisasi.
Banyak diantara pegawai pada pemerintah daerah mempunyai skill yang rendah. Di
lain pihak untuk mendukung manajemen sekolah dasar (SD) tidak didukung tenaga
administrasi (tata usaha) sebagai supporting system organisasi sekolah.
Peralatan untuk melaksanakan kegiatan admnistrasi seperti mesin tik dan
computer di sejumlah SD di Indonesia tidak tersedia khususnya SD yang berada di
pedesaan. Hal ini bukan saja mengkonsumsi atau menggunakan sumber-sumber dengan
sia-sia tapi juga menciptakan kelompok kepentingan yang menyatu, yang memiliki
dorongan untuk melestarikan kebiasaan-kebiasaan sebagaimana mereka
menjalankannya selama ini. Inilah masalah serius budaya organisasi yang mesti
dihadapi. Ukuran atau jumlah pegawai birokrasi bukanlah sekadar merupakan
problem teknis, tapi juga merupakan masalah yang secara politis bisa
memperlambat desentralisasi. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya komponen
birokrasi pendidikan yang rumit dan kompleks di provinsi dan kabupaten/kota
akan memberi implikasi sempitnya ruang pemberdayaan manajemen pembelajaran di
sekolah.
Sebenarnya budaya dapat diubah, tetapi diperlukan
beberapa kondisi untuk melakukan perubahan tersebut. Pada kondisi yang
menguntungkan sekalipun para manajer tidak dapat mengharapkan bahwa nilai-nilai
budaya yang baru akan diterima dengan cepat seperti penerapan manajemen
berbasis sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, model pembelajaran contextual teaching and learning,
penilaian model portopolio, memberi akses yang lebih luas atas peran serta
masyarakat, dan sebagainya. Semua ini adalah perubahan budaya dalam manajemen
sekolah yang tidak mudah diterima oleh kepala sekolah, guru, orang tua siswa,
dan masyarakat sekitar sekolah.
Perubahan budaya memang harus dihitung dalam jangka waktu
tahunan bukan bulanan, karena proses pembudayaan dalam waktu yang singkat sulit
menafsirkan makna dan menyimpulkannya untuk menentukan budaya atau sistem nilai
yang dianut suatu organisasi. Implementasi model manajemen berbasis sekolah,
dan model pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan merupakan
budaya baru bagi sekolah. Secara tipikal budaya organisasi sekolah diterapkan
dengan orientasi-orientasi bersama, yang menyatukan berbagai bidang keahlian
dan kedudukan personel organisasi sekolah dalam satu sistem nilai pada tingkat
kedalaman yang berbeda dan memberinya identitas yang berbeda. Sehingga
organisasi sekolah mempunyai kepribadian sebagai suatu sistem yang diterima
secara bersama, yang seharusnya menghasilkan organisasi sekolah yang efektif
mempunyai budaya mutu yang kuat dan berbeda yaitu kompetitif.
Disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem
nilai dari makna bersama (shared meaning) yang menekankan pentingnya
norma-norma kelompok kerja, sentimen-sentimen, nilai-nilai, dan
interaksi-interaksi yang muncul di tempat kerja pada saat mereka menggambarkan
sifat dan fungsi-fungsi organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang
dianut anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain. Dengan demikian konsep budaya organisasi pendidikan
baik pada tatar birokrasi pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota maupun
organisasi satuan pendidikan (sekolah) pada semua jenjang dan jenis adalah
suatu perspesi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Jika
personel yang berada pada Dinas Pendidikan dan juga yang berada di sekolah
memandang sistem nilai yang dikembangkan adalah budaya birokratis, maka pola
kerja dan interaksi pada organisasi tersebut adalah budaya birokratis. Meskipun
budaya birokratis ini sudah terbukti tidak mampu menjadikan organisasi lebih
kompetitif bagi organisasi pendidikan, dan ini disadari oleh para personelnya. Tetapi
untuk merubahnya menjadi organisasi yang memberdayakan potensi sumber daya
manusianya dan potensi sumber-sumber lainnya dalam organisasi bukanlah
pekerjaan yang mudah.
3.
Budaya
dan Iklim Organisasi
Iklim tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan dan
dapat mempengaruhi perilaku dalam organisasi. Iklim organisasi dapat
menyenangkan dapat pula tidak menyenangkan, oleh karena iklim organisasi
dibangun melalui kegiatan dan mempunya akibat atau dampak bagi organisasi.
Jadi, iklim organisasi adalah serangkaian sifat lingkungan kerja, yang dinilai
langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang dianggap menjadi kekuatan utama
dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Iklim organisasi suatu terminologi yang
luas mengacu pada persepsi anggota organisasi terhadap lingkungan kerjanya
secara umum. Hal ini dipengaruhi oleh organisasi formal, organisasi informal,
kepribadian partisipan, dan kepemimpinan organisasi. Pengaruh interaksi iklim
organisasi berhubungan secara simultan dengan struktur dan proses-proses
interaksi. Dalam organisasi pendidikan ada interaksi kepala sekolah dengan
kepala dinas pendidikan berkaitan dengan dukungan program sekolah, interaksi
kepala sekolah dengan guru, dan guru dengan murid dalam proses pembelajaran.
Interaksi tersebut dilakukan dalam melakukan pekerjaan untuk
mencapai visi dan misi organisasi. Pola-pola interaksi ini tampak pada proses
interaksi dan berkonsultasi tentang perubahan dan bagaimana prosesnya, bentuk
supervise yang dapat menjamin kualitas kinerja, dan pekerja mengetahui apa yang
dianggap penting sebagai akibat yang diharapkan. Pengelompokkan ciri-ciri
internal yang ingin dicapai oleh organisasi dari pengaruh-pengaruh lain
terhadap tingkah laku anggota merupakan suatu iklim organisasi. Jadi dimensi
iklim organisasi menunjukkan adanya rasa tanggungjawab, standar atau harapan
tentang kualitas pekerjaan, reward yang diperoleh sebagai pengakuan
terhadap prestasi, saling mendukung dalam melaksanakan pekerjaan, dan semangat
yang kuat dalam tim kerja.
Perilaku masing-masing iklim dapat disketsakan, untuk
menggambarkan iklim organisasi pada dua ekstrimitas yaitu iklim terbuka dan
tertutup. Iklim terbuka adalah keyakinan yang memiliki derajat kepercayaan dan
semangat yang tinggi dan rendahnya perlawanan. Dalam melaksanakan tugas
organisasi dan kepuasan sosial, secara terbuka tidak memberikan kesempatan
eksklusif. Tetapi timbul secara bebas, yaitu adanya kreativitas dan inovasi
dari masing-masing anggota untuk menghasilkan yang terbaik. Sedangkan iklim
tertutup adalah kebalikandari iklim terbuka. Arah dan semangat iklim tertutup
adalah rendah sedangkan disengagement tinggi, pimpinan dan anggota
organisasi memiliki gerakan yang sempit menekankan pada hal-hal yang rutin,
berkutat pada hal-hal yang sepele, sibuk pada hal-hal yang tidak penting dan
tidak menunjukkan sedikitpun suatu kepuasan.
Kepemimpinan pada iklim tertutup menunjukkan supervisi
tertutup (berorientasi pada hasil), ketat terhadap pernyataan-pernyataan
formal (kaku), dan impersonality (gampang tersinggung).
Ketidakmampuan pemimpin dalam iklim tertutup ini memperhatikan dinamika personal
dengan memberi contoh, taktik membimbing yang salah, dan sedikit sekali keikhlasan,
sehingga menghasilkan anggota organisasi yang frustrasi dan apatis. Organisasi
sekolah tidak bolehdiurus dengan iklim tertutup, kepala sekolah harus membuka
ruang yang seluas-luasnya bagi guru, siswa, dan orang tua siswa untuk
merumuskan bersama Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) yang kemudian secara
detail dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS),
sebaliknya para guru tidak apatis atau tidak peduli tentang kebijakan sekolah,
para guru harus berusaha untuk ikut merumuskan kebijakan sekolah.
Sedangkan orang tua siswa yang paling tahu kebutuhan
anak-anaknya, juga harus ikut berpartisipasi memberikan pokok-pokok pikirannya
berkontribusi menentukan kebijakan sekolah sesuai kapasitas masing-masing.
Dokumen RAPBS bukanlah sesuatu yang amat penting, tetapi proses
tersusunnya RAPBS menjadi dokumen itulah
yang penting. Dengan demikian iklim organisasi apakah terbuka atau tertutup,
adalah gambaran dari persepsi anggota ditampakkan pada performansi personel,
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kombinasi tersebut mengharapkan suatu
iklim dalam prinsip dan kekuasaan sejati dalam tingkah laku organisasi.
Iklim organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi
yang berkembang di dalamnya. Hal ini sejalan dengan pandangan DeRoche (1987)
yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai keterkaitan atau hubungan
dengan iklim organisasi. Keterkaitannya diandaikan budaya sebagai baterai (battery)
dan iklim sebagai pabrik nuklir (nuclear plant). Dengan demikian iklim
organisasi (yang diandaikan pabrik nuklir) dipengaruhi oleh budaya (yang
diandaikan baterai) yang berlaku dalam organisasi (Hendyat Soetopo, 2012:15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar